Similar topics
Latest topics
Most Viewed Topics
Most active topic starters
kuku bima | ||||
admin | ||||
kermit katak lucu | ||||
hamba tuhan | ||||
feifei_fairy | ||||
paulusjancok | ||||
agus | ||||
gusti_bara | ||||
Muslim binti Muskitawati | ||||
Bejat |
Most active topics
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia Menyongsong Punahnya Islam
Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
Who is online?
In total there are 113 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 113 Guests :: 2 BotsNone
Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
Social bookmarking
Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website
Pao An Tui dan Pembantaian Tionghoa
4 posters
Page 1 of 1
Pao An Tui dan Pembantaian Tionghoa
Pao An Tui dan Pembantaian Tionghoa
Indonesia pernah sedemikian brutal dan antagonis terhadap komunitas Tionghoa. Pembantaian Tionghoa di Mei 98 adalah contoh terdekat tentang gerakan real tersebut. Pasca Mei 98, gerakan yang mengarah pada persekusi Tionghoa masihdapat kita dengar. Contohnya, peristiwa sweeping Mahasiswa HMI Makasar (2 x), spanduk Ki Gendeng Pamungkas di Bogor, rencana kalangan islam berjihad apabila A-Hok menjadi gubernur Ba-Bel, rencana penjarahan pasca banjir Jakarta, kasus Go Chong Phing Tuban dsb.
Dalam cronicle pembantaian etnis, Tionghoa sudah dibantai sejak 1740 oleh serdadu Belanda beretnis Ambon dan Makasar di Batavia. Sejak saat itu, sampai sekarang, terjadi kerusuhan berskala luas dan kecil sepanjang masa.
Beberapa pahlawan nasional yang namanya harum di buku sejarah nasional ternyata memiliki prilaku rasis-anti tionghoa. Sebut saja nama Bung Tomo, Jenderal Soemitro dsb. Bahkan sampai di abad modern, tokoh-tokoh pemimpin Indonesia masih tidak ragu-ragu memperlihatkan sentiment anti-Tionghoa, sebut saja Baramuli, Habibie, Jusuf Kalla, Fadli Zon dan tentu saja beberapa jenderal angkatan darat.
Bung Tomo sebagai pemimpin besar Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia memiliki peran yang sangat besar bagi kemerdekaan Republik Indonesia. Ia dikenal sebagai “jenderal radio”. Pidatonya yang bergemuruh membangkitkan gelora perjuangan sampai ke telinga rakyat melalui radio di Surabaya. Namun sayangnya, pidato-pidato Bung Tomo itu tidak bebas dari sikap rasialis anti-Tionghoa. Tema-tema anti Tionghoa membangkitkan sentiment anti-tionghoa di kalangan masyarakat pribumi Jawa Timur.
Saya pernah diundang bicara 4 mata dengan seorang tokoh masa lalu. Seorang pejuang etnis Tionghoa tertua yang saat ini masih hidup. Namanya Dr. Go Gien Tjwan. Beliau adalah wakil ketua Baperki, pernah menjabat sebagai direktur Antara pertama dsb. Beliau adalah orang buangan Orde Baru, terlepas dari partisipasinya di era perjuangan Indonesia di zaman Jogja, Dr. Go sekarang harus menetap di negeri Belanda sebagai seorang exile politik. Dia adalah seorang tua yang sangat aku cintai dan kasihi, dia adalah bapak ideologisku.
Dalam diskusinya dengan saya, beliau mengisahkan era berbahaya di mana Bung Tomo menjadi salah seorang tokoh sentral. Saban rabu malam, Bung Tomo selalu berpidato di radio. Di sela-selanya, pasti mendeskreditkan komunitas Tionghoa.
Melihat dampak dari provokasi anti-tionghoa oleh Bung Tomo, Go Gien Tjwan sebagai jurubicara Angkatan Muda Tionghoa pernah
memberi penjelasan lewat pidato bahwa musuh rakyat Indonesia bukan etnis tionghoa tetapi Belanda. Ia juga menyatakan bahwa etnis Tionghoa juga menjadi bagian korban penjajahan.
Siauw Giok Tjhan kemudian menginstruksikan kawan-kawannya untuk pergi menemui Bung Tomo agar mengubah sikap anti-tionghoanya. Menurut pengakuan Dr. Go, diutuslah 4 orang pemuda Tionghoa. Antara lain adik Siauw Giok Tjhan bernama Siauw Giok Bie dan Dr. Go.
Siauw Giok Tjhan sendiri menolak menemui Bung Tomo. Kata Dr. Go, Siauw berkata, "gua gak level ketemu sama fasis semodel itu". Akhirnya, yang menemui Bung Tomo adalah ke 4 orang pemuda tadi.
Namun Bung Tomo tetap berkeyakinan bahwa sebagian besar etnis Tionghoa adalah kalangan pro-Belanda.
Akhirnya, di bulan Oktober 45, Siauw Giok Tjhan memimpin delegasi pemuda Tionghoa untuk bertemu dengan sejumlah tokoh kiri dari PESINDO antara lain Soemarsono dan Soedisman (akhirnya menjadi Politbiro PKI di tahun 60-an). Pertemuan itu berhasil menyepakati penggabungan barisan perjuangan antara pemuda Tionghoa, Badan Pemberontak Rakyat Indonesia dan PESINDO.
Pasca kemerdekaan 45, terjadi pembantaian massal terhadap Tionghoa. Aksi polisinil Belanda menambah kekisruhan keadaan pada saat itu. Pasukan republic yang terdesak, mundur ke dalam hutan. Dalam perjalanan mundur itu, pasukan Indonesia membumi hanguskan apa saja yang mereka temui. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Jateng, Jatim terjadi perampokan, penjarahan dan pembakaran rumah-rumah, toko, bengkel, perusahaan, pabrik dan berbagai harta benda milik etnis Tionghoa.
Aksi bung Tomo dan laskar rakyat Indonesia itu tidak menghitung dan tidak memandang adanya Tionghoa yang pro-Indonesia seperti Tony Wen yang memimpin organisasi Barisan Pemberontak Tionghoa di Surakarta atau aksi memperingati Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Juni 46 di mana 6 ribu orang Indonesia dan Tionghoa melakukan upacara bendera di Stasiun Serang. Saat itu, bendera RI dan Tiongkok dikibarkan secara bersamaan dan berdampingan.
Tetapi, pembunuhan di beberapa daerah tetap berlangsung. Orang-orang Tionghoa tak berdosa diperkosa dan dibunuh dengan tuduhan menjadi agen atau mata-mata NICA.
Di Medan terjadi gelombang pembunuhan massal, perampokan dan penjarahan yang dilakukan oleh gangster, kriminil dibantu oleh organisasi pemuda dan oknum Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Di bulan Januari 46, terjadi demonstrasi 10 ribu Tionghoa memprotes aksi brutal laskar pemuda Indonesia . Orang-orang Tionghoa itu membawa mayat-mayat korban kebiadaban kaum ekstrimis Indonesia .
Era awal kemerdekaan Indonesia itu dikenal sebagai “zaman bersiap”. Di daerah pendalaman, apabila terdengar seruan: “Siap, Siap!” maka penduduk Tionghoa akan gemetaran ketakutan, karena seruan itu seringkali berarti perampokan dan penjarahan.
Pada tanggal 3 Juni 46, terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap Tionghoa di Tangerang. Peristiwa pembantaian sadis ini sempat diberitakan oleh harian The New York Times. Memorandum Chung Hua Tsung Hui menyatakan bahwa sesuai dengan notulen
rapat di Tangerang yang diselenggarakan oleh Djoenaedi, anggota eksekutif kabinet Republik Indonesia (Badan Pekerja KNI), Laskar Rakyat telah merencanakan sebuah Perang Sabil (Perang Suci) dan sebagai akibatnya, Tionghoa dibantai di Tangerang.
Seluruh korban dan peristiwa pembantaian Tionghoa di Tangerang dicatat dalam Laporan Palang Merah Rumah Sakit Yang Seng Ie Jakarta. Lelaki Tionghoa disunat dan dibunuh. Tidak hanya itu, perempuan dan anak kecil Tionghoa pun dibantai tanpa perasaan. Bahkan penganiayaan terhadap perempuan Tionghoa itu sulit dilukiskan dengan kata-kata. Pembantaian meluas ke kota-kota lain seperti Mauk, Serpong, Bayur dan Krawang. Di Rawa Cina, seorang perempuan Tionghoa yang sedang hamil ditusuk dan rahimnya dibuka sehingga menyebabkan bayi lahir premature dan mati. 25 ribu Tionghoa diharuskan mengungsi ke gedung Sin Ming Hui di Jl. Gajah Mada no. 188 akibat keberutalan itu.
Menanggapi Peristiwa Tangerang ini, Perdana Menteri Sutan Sjahrir menyatakan penyesalan tetapi tidak pernah menyebutkan tindakan apa yang akan diambil terhadap otak dan pelaku pembantaian. Persis seperti Peristiwa Mei 98 di mana tidak ada satu pun tindakan diambil oleh pemerintah Indonesia dalam mengadili otak dan pelaku penjarahan dan pembunuhan.
Di Bagan Siapi-api lain lagi kisahnya. Pada bulan September 46, Bagan Siapi-api diserbu oleh orang-orang Indonesia yang tergabung dalam Angkatan Laut Republik, Angkatan Darat dan Polisi Republik. Jumlahnya hampir 5 ribu pasukan. Ratusan Tionghoa tewas, tetapi mereka yang selamat melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata seadanya. Menurut Benny G Setiono, tanpa perlawanan senjata itu, dipastikan Tionghoa akan disapu bersih dari Bagan Siapi-api saat itu.
Karena serangan laskar Indonesia itu gagal, tetapi jiwa pejuang mereka tidak pudar. Aksi brutal laskar Indonesia itu berlanjut dengan blockade dan isolasi hingga 14 ribu orang Tionghoa Bagan hampir mati kelaparan. 2 ribu orang Tionghoa menjadi pengungsi di Malaka. Pembunuhan terus meluas di daerah-daerah seperti Bangko,Djembra, Telok Poelau, Mentega dsb.
Masih banyak lagi pembantaian terhadap Tionghoa pada masa itu yang terjadi di berbagai kota seperti Jember, Salatiga, Bobotsari, Purbalingga, Cilacap, Gombong, Lumajang, Tegal, Pekalongan, Jalaksana, Purwokerto, Malang dsb. Daftarnya akan sangat panjang.
Menyadari kegawatan situasi ini, Konsul Jenderal Tiongkok berusaha membangun berbagai zona aman di mana orang-orang Tionghoa dapat berkumpul dan terlindungi. Ketika situasi semakin memburuk, Konsul Jenderal Chiang Chia-Tung menginstruksikan kepada orang tionghoa untuk berkumpul bersama di bangunan sekolah dan mengibarkan bendera Tiongkok bersama bendera Palang Merah. Di beberapa daerah pedalaman, adanya bendera Tiongkok dan gambar bendera Tiongkok cukup mampu melindungi orang-orang Tionghoa dari amukan massa dan laskar liar Indonesia .
Situasi semakin gawat, tentara republic semakin liar tak terkendali. Menjarah, memperkosa dan membunuh orang-orang Tionghoa. Akhirnya, sebagai hasil pembicaraan antara perdana menteri Sjahrir dan Oey Kim Sen, dibentuklah Pao An Tui dengan tugas melindungi jiwa dan harta orang Tionghoa.
Di film dokumentar "Naga di bumi Garuda" yang ditayangkan Metro files, terlihat jelas barisan berseragam pao an tui bersenjata lengkap. Ada baliho besar bertuliskan 'SELAMATKAN HARGA DIRI DAN MARTABAT BANGSA TIONGHOA'. Aku menitikan air mata....
Dalam perjalanannya, Pao An Tui menjadi sangat anti-Belanda. Di Surabaya, Pao An Tui bahu-membahu dengan tentara republic Indonesia melawan belanda. Tetapi anehnya dan sungguh LUCU, kemudian segelintir pejuang dan nasionalist Indonesia memojokan Pao An Tui sebagai elemen pro-NICA.
Bagaimana mungkin sebuah organisasi keamanan yang disetujui oleh Perdana Menteri Republik Indonesia bisa dinyatakan sebagai elemen anti-Indonesia ??
Pao An Tui dan Pembantaian Tionghoa
Astaga, ini blog apa sih?
ini lah yang membuat anarkis, jika orang yang tidak benar2 mengerti faham agama serta makna di balik jihad..
yang menulis blog ini juga kudu hati2, karena bisa menimbulkan gejolak amarah pribumi dan menimbulkan pertikaian serta mengulang kembali peristiwa 98..
hati2 jika menulis blog, saya cinta orang2 tiong hoa, saya cinta orang pribumi, saya cinta semua umat..
saya muslim, dan rasullullah tidak penah mengajarkan hal yang demikian anda maksudkan, juga tidak pernah mengajarkan untuk membenci ummat lain..
indonesia juga memiliki nilai2 dasar, anda tahukan nilai2 dasar itu..
mohon di mengerti terlebih dahulu! kejadian tahun 1998 adalah peristiwa yang menyayat hati kita semua, saya sebagai orang pribumi pun merasa kecewa dengan pemerintahan pada zaman tsb. tapi apa daya orang yang memiliki hati nurani?? penduduk pribumi saja ada yang di bantai gara2 membela warga tiong hoa! dan hak2 mereka, semua jenis pembantaian terjadi pada masa itu..
orang2 yang melakukan penyerangan adalah orang2 yang tidak memiliki pendidikan sertya iman yang kuat, sehingga sangat mmudah untuk di provokasi.. bukan karena Islam yang tidak pernah mengajarkannya ataupun yang anda maksud "Dasar kepercayaan iman muslim dibangun diatas dusta,kebohongan dan teror pembunuhan yang biadab dimana saat zaman dan waktu sudah berubah kebenaran yang ada diungkapkan dan tidak bisa dihalangi ataupun dibendung serta kejahatan pembunuhan sudah dapat diantisipasi dan diminimalkan maka saat itu juga ambang kehancuran islam akan terjadi dan pada saatnya islam akan lenyap dan ini pasti terwujud" dan anda tahu, Islam saya yakin tidak akan pernah lenyap sampai di penghujung masa!
hentikanlah menulis blog yang hanya dapat memicu pertikaian..
ini lah yang membuat anarkis, jika orang yang tidak benar2 mengerti faham agama serta makna di balik jihad..
yang menulis blog ini juga kudu hati2, karena bisa menimbulkan gejolak amarah pribumi dan menimbulkan pertikaian serta mengulang kembali peristiwa 98..
hati2 jika menulis blog, saya cinta orang2 tiong hoa, saya cinta orang pribumi, saya cinta semua umat..
saya muslim, dan rasullullah tidak penah mengajarkan hal yang demikian anda maksudkan, juga tidak pernah mengajarkan untuk membenci ummat lain..
indonesia juga memiliki nilai2 dasar, anda tahukan nilai2 dasar itu..
mohon di mengerti terlebih dahulu! kejadian tahun 1998 adalah peristiwa yang menyayat hati kita semua, saya sebagai orang pribumi pun merasa kecewa dengan pemerintahan pada zaman tsb. tapi apa daya orang yang memiliki hati nurani?? penduduk pribumi saja ada yang di bantai gara2 membela warga tiong hoa! dan hak2 mereka, semua jenis pembantaian terjadi pada masa itu..
orang2 yang melakukan penyerangan adalah orang2 yang tidak memiliki pendidikan sertya iman yang kuat, sehingga sangat mmudah untuk di provokasi.. bukan karena Islam yang tidak pernah mengajarkannya ataupun yang anda maksud "Dasar kepercayaan iman muslim dibangun diatas dusta,kebohongan dan teror pembunuhan yang biadab dimana saat zaman dan waktu sudah berubah kebenaran yang ada diungkapkan dan tidak bisa dihalangi ataupun dibendung serta kejahatan pembunuhan sudah dapat diantisipasi dan diminimalkan maka saat itu juga ambang kehancuran islam akan terjadi dan pada saatnya islam akan lenyap dan ini pasti terwujud" dan anda tahu, Islam saya yakin tidak akan pernah lenyap sampai di penghujung masa!
hentikanlah menulis blog yang hanya dapat memicu pertikaian..
Ivan_aliraiza- Number of posts : 2
Reputation : 0
Points : 4870
Registration date : 2010-12-28
Re: Pao An Tui dan Pembantaian Tionghoa
feifei_fairy wrote:
Pao An Tui dan Pembantaian Tionghoa
Indonesia pernah sedemikian brutal dan antagonis terhadap komunitas Tionghoa. Pembantaian Tionghoa di Mei 98 adalah contoh terdekat tentang gerakan real tersebut. Pasca Mei 98, gerakan yang mengarah pada persekusi Tionghoa masihdapat kita dengar. Contohnya, peristiwa sweeping Mahasiswa HMI Makasar (2 x), spanduk Ki Gendeng Pamungkas di Bogor, rencana kalangan islam berjihad apabila A-Hok menjadi gubernur Ba-Bel, rencana penjarahan pasca banjir Jakarta, kasus Go Chong Phing Tuban dsb.
Dalam cronicle pembantaian etnis, Tionghoa sudah dibantai sejak 1740 oleh serdadu Belanda beretnis Ambon dan Makasar di Batavia. Sejak saat itu, sampai sekarang, terjadi kerusuhan berskala luas dan kecil sepanjang masa.
Beberapa pahlawan nasional yang namanya harum di buku sejarah nasional ternyata memiliki prilaku rasis-anti tionghoa. Sebut saja nama Bung Tomo, Jenderal Soemitro dsb. Bahkan sampai di abad modern, tokoh-tokoh pemimpin Indonesia masih tidak ragu-ragu memperlihatkan sentiment anti-Tionghoa, sebut saja Baramuli, Habibie, Jusuf Kalla, Fadli Zon dan tentu saja beberapa jenderal angkatan darat.
Bung Tomo sebagai pemimpin besar Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia memiliki peran yang sangat besar bagi kemerdekaan Republik Indonesia. Ia dikenal sebagai “jenderal radio”. Pidatonya yang bergemuruh membangkitkan gelora perjuangan sampai ke telinga rakyat melalui radio di Surabaya. Namun sayangnya, pidato-pidato Bung Tomo itu tidak bebas dari sikap rasialis anti-Tionghoa. Tema-tema anti Tionghoa membangkitkan sentiment anti-tionghoa di kalangan masyarakat pribumi Jawa Timur.
Saya pernah diundang bicara 4 mata dengan seorang tokoh masa lalu. Seorang pejuang etnis Tionghoa tertua yang saat ini masih hidup. Namanya Dr. Go Gien Tjwan. Beliau adalah wakil ketua Baperki, pernah menjabat sebagai direktur Antara pertama dsb. Beliau adalah orang buangan Orde Baru, terlepas dari partisipasinya di era perjuangan Indonesia di zaman Jogja, Dr. Go sekarang harus menetap di negeri Belanda sebagai seorang exile politik. Dia adalah seorang tua yang sangat aku cintai dan kasihi, dia adalah bapak ideologisku.
Dalam diskusinya dengan saya, beliau mengisahkan era berbahaya di mana Bung Tomo menjadi salah seorang tokoh sentral. Saban rabu malam, Bung Tomo selalu berpidato di radio. Di sela-selanya, pasti mendeskreditkan komunitas Tionghoa.
Melihat dampak dari provokasi anti-tionghoa oleh Bung Tomo, Go Gien Tjwan sebagai jurubicara Angkatan Muda Tionghoa pernah
memberi penjelasan lewat pidato bahwa musuh rakyat Indonesia bukan etnis tionghoa tetapi Belanda. Ia juga menyatakan bahwa etnis Tionghoa juga menjadi bagian korban penjajahan.
Siauw Giok Tjhan kemudian menginstruksikan kawan-kawannya untuk pergi menemui Bung Tomo agar mengubah sikap anti-tionghoanya. Menurut pengakuan Dr. Go, diutuslah 4 orang pemuda Tionghoa. Antara lain adik Siauw Giok Tjhan bernama Siauw Giok Bie dan Dr. Go.
Siauw Giok Tjhan sendiri menolak menemui Bung Tomo. Kata Dr. Go, Siauw berkata, "gua gak level ketemu sama fasis semodel itu". Akhirnya, yang menemui Bung Tomo adalah ke 4 orang pemuda tadi.
Namun Bung Tomo tetap berkeyakinan bahwa sebagian besar etnis Tionghoa adalah kalangan pro-Belanda.
Akhirnya, di bulan Oktober 45, Siauw Giok Tjhan memimpin delegasi pemuda Tionghoa untuk bertemu dengan sejumlah tokoh kiri dari PESINDO antara lain Soemarsono dan Soedisman (akhirnya menjadi Politbiro PKI di tahun 60-an). Pertemuan itu berhasil menyepakati penggabungan barisan perjuangan antara pemuda Tionghoa, Badan Pemberontak Rakyat Indonesia dan PESINDO.
Pasca kemerdekaan 45, terjadi pembantaian massal terhadap Tionghoa. Aksi polisinil Belanda menambah kekisruhan keadaan pada saat itu. Pasukan republic yang terdesak, mundur ke dalam hutan. Dalam perjalanan mundur itu, pasukan Indonesia membumi hanguskan apa saja yang mereka temui. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Jateng, Jatim terjadi perampokan, penjarahan dan pembakaran rumah-rumah, toko, bengkel, perusahaan, pabrik dan berbagai harta benda milik etnis Tionghoa.
Aksi bung Tomo dan laskar rakyat Indonesia itu tidak menghitung dan tidak memandang adanya Tionghoa yang pro-Indonesia seperti Tony Wen yang memimpin organisasi Barisan Pemberontak Tionghoa di Surakarta atau aksi memperingati Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Juni 46 di mana 6 ribu orang Indonesia dan Tionghoa melakukan upacara bendera di Stasiun Serang. Saat itu, bendera RI dan Tiongkok dikibarkan secara bersamaan dan berdampingan.
Tetapi, pembunuhan di beberapa daerah tetap berlangsung. Orang-orang Tionghoa tak berdosa diperkosa dan dibunuh dengan tuduhan menjadi agen atau mata-mata NICA.
Di Medan terjadi gelombang pembunuhan massal, perampokan dan penjarahan yang dilakukan oleh gangster, kriminil dibantu oleh organisasi pemuda dan oknum Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Di bulan Januari 46, terjadi demonstrasi 10 ribu Tionghoa memprotes aksi brutal laskar pemuda Indonesia . Orang-orang Tionghoa itu membawa mayat-mayat korban kebiadaban kaum ekstrimis Indonesia .
Era awal kemerdekaan Indonesia itu dikenal sebagai “zaman bersiap”. Di daerah pendalaman, apabila terdengar seruan: “Siap, Siap!” maka penduduk Tionghoa akan gemetaran ketakutan, karena seruan itu seringkali berarti perampokan dan penjarahan.
Pada tanggal 3 Juni 46, terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap Tionghoa di Tangerang. Peristiwa pembantaian sadis ini sempat diberitakan oleh harian The New York Times. Memorandum Chung Hua Tsung Hui menyatakan bahwa sesuai dengan notulen
rapat di Tangerang yang diselenggarakan oleh Djoenaedi, anggota eksekutif kabinet Republik Indonesia (Badan Pekerja KNI), Laskar Rakyat telah merencanakan sebuah Perang Sabil (Perang Suci) dan sebagai akibatnya, Tionghoa dibantai di Tangerang.
Seluruh korban dan peristiwa pembantaian Tionghoa di Tangerang dicatat dalam Laporan Palang Merah Rumah Sakit Yang Seng Ie Jakarta. Lelaki Tionghoa disunat dan dibunuh. Tidak hanya itu, perempuan dan anak kecil Tionghoa pun dibantai tanpa perasaan. Bahkan penganiayaan terhadap perempuan Tionghoa itu sulit dilukiskan dengan kata-kata. Pembantaian meluas ke kota-kota lain seperti Mauk, Serpong, Bayur dan Krawang. Di Rawa Cina, seorang perempuan Tionghoa yang sedang hamil ditusuk dan rahimnya dibuka sehingga menyebabkan bayi lahir premature dan mati. 25 ribu Tionghoa diharuskan mengungsi ke gedung Sin Ming Hui di Jl. Gajah Mada no. 188 akibat keberutalan itu.
Menanggapi Peristiwa Tangerang ini, Perdana Menteri Sutan Sjahrir menyatakan penyesalan tetapi tidak pernah menyebutkan tindakan apa yang akan diambil terhadap otak dan pelaku pembantaian. Persis seperti Peristiwa Mei 98 di mana tidak ada satu pun tindakan diambil oleh pemerintah Indonesia dalam mengadili otak dan pelaku penjarahan dan pembunuhan.
Di Bagan Siapi-api lain lagi kisahnya. Pada bulan September 46, Bagan Siapi-api diserbu oleh orang-orang Indonesia yang tergabung dalam Angkatan Laut Republik, Angkatan Darat dan Polisi Republik. Jumlahnya hampir 5 ribu pasukan. Ratusan Tionghoa tewas, tetapi mereka yang selamat melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata seadanya. Menurut Benny G Setiono, tanpa perlawanan senjata itu, dipastikan Tionghoa akan disapu bersih dari Bagan Siapi-api saat itu.
Karena serangan laskar Indonesia itu gagal, tetapi jiwa pejuang mereka tidak pudar. Aksi brutal laskar Indonesia itu berlanjut dengan blockade dan isolasi hingga 14 ribu orang Tionghoa Bagan hampir mati kelaparan. 2 ribu orang Tionghoa menjadi pengungsi di Malaka. Pembunuhan terus meluas di daerah-daerah seperti Bangko,Djembra, Telok Poelau, Mentega dsb.
Masih banyak lagi pembantaian terhadap Tionghoa pada masa itu yang terjadi di berbagai kota seperti Jember, Salatiga, Bobotsari, Purbalingga, Cilacap, Gombong, Lumajang, Tegal, Pekalongan, Jalaksana, Purwokerto, Malang dsb. Daftarnya akan sangat panjang.
Menyadari kegawatan situasi ini, Konsul Jenderal Tiongkok berusaha membangun berbagai zona aman di mana orang-orang Tionghoa dapat berkumpul dan terlindungi. Ketika situasi semakin memburuk, Konsul Jenderal Chiang Chia-Tung menginstruksikan kepada orang tionghoa untuk berkumpul bersama di bangunan sekolah dan mengibarkan bendera Tiongkok bersama bendera Palang Merah. Di beberapa daerah pedalaman, adanya bendera Tiongkok dan gambar bendera Tiongkok cukup mampu melindungi orang-orang Tionghoa dari amukan massa dan laskar liar Indonesia .
Situasi semakin gawat, tentara republic semakin liar tak terkendali. Menjarah, memperkosa dan membunuh orang-orang Tionghoa. Akhirnya, sebagai hasil pembicaraan antara perdana menteri Sjahrir dan Oey Kim Sen, dibentuklah Pao An Tui dengan tugas melindungi jiwa dan harta orang Tionghoa.
Di film dokumentar "Naga di bumi Garuda" yang ditayangkan Metro files, terlihat jelas barisan berseragam pao an tui bersenjata lengkap. Ada baliho besar bertuliskan 'SELAMATKAN HARGA DIRI DAN MARTABAT BANGSA TIONGHOA'. Aku menitikan air mata....
Dalam perjalanannya, Pao An Tui menjadi sangat anti-Belanda. Di Surabaya, Pao An Tui bahu-membahu dengan tentara republic Indonesia melawan belanda. Tetapi anehnya dan sungguh LUCU, kemudian segelintir pejuang dan nasionalist Indonesia memojokan Pao An Tui sebagai elemen pro-NICA.
Bagaimana mungkin sebuah organisasi keamanan yang disetujui oleh Perdana Menteri Republik Indonesia bisa dinyatakan sebagai elemen anti-Indonesia ??
bener2 deh.....
kayaknya etnis tionghoa yang berusaha menjauhkan diri dari pribumi....
btw.... dengan tulisan ini akan timbul anti pribumi, sementara pribumi juga anti tionghoa. gimana supaya ga terjadi kekacauan lagi, etnis tionghoa balik kandang ke RRC...????
kan ga ada permusuhan tuh...???
AlukarD- BLUE MEMBERS
- Number of posts : 524
Reputation : -1
Points : 5462
Registration date : 2010-10-27
Re: Pao An Tui dan Pembantaian Tionghoa
emangnya indonesia miliknya etnis tionghoa? udah dikasih hati jgn minta jantung donk .... saya mau nanya neh!!! waktu perjuangan kemerdekan RI.. dimana seh peran yg namanya etnis tionghoa????? ngaco aja kerjaan sinona..
hamba tuhan- MUSLIM
-
Number of posts : 9932
Age : 23
Location : Aceh
Humor : Obrolan Santai dengan Om Yesus
Reputation : -206
Points : 15869
Registration date : 2010-09-20
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Fri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam
» kenapa muhammad suka makan babi????
Wed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal
» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Fri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya
» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Tue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar
» Moon Split or Islamic Hoax?
Wed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin
» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Wed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin
» Who Taught Allah Math?
Wed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin
» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
Wed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam
» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
Sun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN