Biksu botak

kalo mental pengemis, saya sangat setuju, karena memang itulah yang wajib ada.
dengan mengharapkan belas kasih orang adalah hal yang mulia. kenapa saya bilang mulia,alasannya:

1. tidak melekat pada materi dunia.
2. tidak menyusahkan orang untuk memikirkan masalah kesejahteraan (mau kasih syukur, kalo ngga, juga ga pa pa, ga ada paksaan kok)
3. menjadikan diri sebagai ladang untuk menanam kebajikan.

yah, gimana pun lebih baik lah daripada bertindak kriminal.
bagaimanapun juga itu tantangan.
sebagai Bikkhu yang harus mentaati 227 vinaya (peraturan), kalau dikatakan malas, ini yang saya tidak setuju.
siapa yang sanggup bangun jam 4, meditasi 1 jam, kebaktian 1 jam, jam 6 kerja (menyapu, nyuci dll), kemudian meditasi lagi, jam 10 berpindapata (minta makanan), jam 11 makan. kemudian kebaktian lagi, kemudian melayani konsultasi (kalau ada yang membutuhkan) kemudian meditasi lagi, kemudian kebaktian, kemudian meditasi lagi sampai jam 10. istirahat (bisa bermeditasi, bisa tidur) besok lanjut lagi begitu. puasa dari jam 12 siang sampai besok nya antara jam 8 - jam 10. makan 1 x atau 2 x sepagi.
itukah yang dimaksudkan dengan malas???

lihat lah dulu diri anda sendiri sebelum mengatai orang lain, itulah mengapa Bikkhu mendapat penghormatan penuh atas pengabdiannya.

pengacau dunia persilatan wrote:
Biksu botak tanpa sunat di haruskan hidup oleh belas kasian orang lain ini sama saja mental pengemis moral pemalas

Memang mental pengemis, namanya saja pengemis. tapi bukan pemalas. ia bekerja dalam bentuk yang lain. memurnikan diri, bekerja juga kan. hasilnya juga untuk masyarakat, membangun poleksosbud masyarakat, lebihbaik daripada yang diajar orang yang tidak mengemis dan bertapa.

sbenarnya gk ngemis kok, ngemis kan minta-minta, smentara para bhikkhu gk pernah minta makanan, dia hanya makan yang berupa persembahan dari rakyat, ataupun buah pada kondisi tertentu

biksu, walaupun ia tidak bekerja secara nyata dilapangan, tapi ia melayani masyarakat secara rohaniah untuk keperluan ibadah masyarakat, kan?!

maka dari itu, apa salahnya jika ia mendapatkan sedekah dari masyarakat untuk melanjutkan hidupnya..??

pengacau dunia persilatan wrote:
Biksu botak tanpa sunat di haruskan hidup oleh belas kasian orang lain ini sama saja mental pengemis moral pemalas

Jawabannya sudah dijawab oleh rekan lain. Saya hanya mengkritisi pertanyaannya. Kenapa harus menggunakan kata "botak"? Padahal ada saat-saat tertentu bhiksu tidak botak, karena ada rambut meskipun hanya 1/2 cm.

Kedua, kenapa harus pakai istilah "tanpa sunat"? Jika tidak sunat memang kenapa? Jika sunat memang kenapa? Apakah kebaikan seseorang diukur dengan sunat dan tidak sunat? Banyak kasus mereka yang memotong auratnya (sunat) tetapi tidak memotong napsunya. Apakah kebaikan seorang rohaniawan diukur dengan memotong auratnya atau memotong napsunya? Manay ayng penting fisik atau batin?

Jadi, dewasalah untuk mengajukan pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan yang berbobot, dan saya tidak perlu menanggapi lebih lanjut masalah ini.

Thanks

MAKNA PINDAPATA ADALAH MENERIMA DANA/PEMBERIAN MAKANAN, JADI SANGAT JAUH BERBEDA DENGAN "MENGEMIS". PARA BHIKKHU/BHIKSU HANYA BERJALAN, TIDAK MENENGADAHKAN TANGAN KE ATAS, MATA TETAP FOKUS MELIHAT JALAN DI DEPANNYA & TIDAK BERKATA APAPUN. APAKAH INI MASIH JUGA DIKATAKAN MENGEMIS..? SEBENARNYA SUNAT ADALAH UNTUK KESEHATAN ALAT VITAL. ITULAH TUJUAN SEBENARNYA TRADISI :SUNATAN" YANG DILAKUKAN ORANG.