masihkah relevan berperang dengan menggunakan pedang?

Islam mensyariatkan perang secara pisik dan memerintahkan untuk mempersiapkan segala keperluan untuk itu.

Allah SWT berfirman :

Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka apa-apa yang kamu mampu dari
kekuatan dan dari kuda-kuda yang tertambat. Dengan itu kamu menggetarkan
musuh-musuh Allah dan musuh-musuhmu serta orang-oranng selain mereka
yang tidak kamu ketahui. Sedangkan Allah mengetahui mereka (QS. Al-Anfal
: 60).

Dahulu senjata dan persiapan perang adalah pedang, panah
dan tombak serta kuda. Kemudian berubah menjadi peluru dan mesiu, peluru
kendali, roket, mortir, granat dan seterusnya. Dan di zaman nuklir ini,
senjata yang paling ditakuti adalah senjata pemusnah massal ini. Bahkan
kita sudah sampai pada titik siapa yang punya nuklir, dialah yang
berkuasa.

Musuh-musuh Islam berusaha agar dunia Islam tidak punya
senjata satu ini, sehingga mereka dengan bebas bisa menekan dan
mendikte kemauan mereka kapan saja. Dan sayangnya, baru beberepa
gelintir negara Islam yang punya nuklir seperti Pakistan. Selebihnya,
senjata yang dimiliki umat Islam terbilang konvensional, kuno dan
ketinggalan zaman.

Dengan kenyataan itu, dunia Islam sama sekali
tidak punya posisi tawar di depan musuhnya. Apalagi mentalitas penguasa
di dunia Islam tidak lebih dari boneka mainan barat. Maka lengkap sudah
penderitaan. Tidak punya ‘senjata’ dan tidak punya muka.

Dalam
ayat 60 surat Al-Anfal, kekuatan persenjataan yang dimiliki bukan hanya
berfungsi untuk menyerang secara pisik, tetapi untuk menjatuhkan mental
lawan. Allah dengan sangat jelas menyebutkan untuk menggetarkan hati
musuh Allah dan musuhmu.

Dan negara yang punya nukir atau minimal
mengkalim punya nuklir, lebih punya posisi tawar yang lebih baik
ketimbang negeri yang hanya punya pistol dan senapan. Disinilah fungsi
memiliki senjata nuklir sendiri. Apalagi bila negara-negara Islam di
teluk persia dan timur tengah bisa mengklaim bahwa mereka punya ratusan
dan ribuan rudal berkepala nuklir yang sudah diprogram untuk meluncur ke
Tel Aviv, New York, DC, London, Paris dan lain kota lainnya. Pastilah
posisi tawar mereka tidak serendah hari ini. Barat tidak bisa
sewenang-wenang mendikte mereka. Minyak mereka akan lebih punya harga.

Masalah
bahwa nuklir itu bisa membunuh siapa saja yang tidak bersalah, maka
setelah kedua belah pihak berada pada posisi yang seimbang, barulah
dilakukan negosiasi pengurangan dan penghapusan senjata pemusnah masal
ini bisa dilakukan. Jadi bila kesepatakannya dikurangi, maka kedua belah
pihak sama sama mengurangi. Dan bila kesepatakannya menghapuskan, maka
kedua belah pihak sama sama menghapuskannya.

Tapi bila lawan
punya senjata nuklir sedangkan kita dengan penuh moral tidak membuatnya,
maka sampai kapanpun kita tetap di bawah tekanan lawan. Dan itu artinya
kalah sebelum perang.

Di sisi lain, senjata yang dipakai perlu
diperluas variasinya. Barangkali perang IT dimasa mendatang bisa menjadi
salah satu cara menarik. Pemukulan terhadap lawan bukan dengan
menghancurkan secara pisik, tapi dengan menghancurkan mainframe komputer
lawan.

Kita tahu di negara maju, hampir semua kehidupan diatur
oleh komputer. Listrik, lalu lintas, bank, security sistem, komunikasi,
pendidikan, informasi dan semua lini kehidupan diserahkan penanganannya
pada komputer. Bila senjata yang dibuat adalah yang mampu meng-hack
komputer lawan, maka dengan biaya murah dan dalam waktu sekejap, negara
lawan bisa lumpuh total. Karena semua sistem mati akibat komputer yang
diserahi segala urusan menjadi linglung sendiri. Satelite mereka yang
ribuan di angkasa itu pun ikut-ikutan bengong karena kehilangan kontrol
kendali dari bumi.

Bila kekuatan seperti itu sudah kita miliki,
maka cukup didemokan barang 10 detik saja, negara adidaya dari penjuru
dunia itu akan datang kepada kita dengan menyembah-nyembah dan mencium
telapak kaki kita sambil menghiba-hiba menuntut belas kasih. Senjata ini
relativ aman dan tidak akan menelan korban nyawa, tapi nilai ancamannya
lumayan menciutkan nyali lawan.