Similar topics
Latest topics
Most Viewed Topics
Most active topic starters
kuku bima | ||||
admin | ||||
kermit katak lucu | ||||
hamba tuhan | ||||
feifei_fairy | ||||
paulusjancok | ||||
agus | ||||
gusti_bara | ||||
Muslim binti Muskitawati | ||||
Bejat |
Most active topics
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia Menyongsong Punahnya Islam
Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
Who is online?
In total there are 20 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 20 Guests :: 2 BotsNone
Most users ever online was 412 on Tue 29 Oct 2024, 11:45 pm
Social bookmarking
Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website
Tauhid Islamik Yang“Kurang Tauhid”
2 posters
Page 1 of 1
Tauhid Islamik Yang“Kurang Tauhid”
Apakah ini kedengaran asing bagi telinga orang-orang Muslim? Sebetulnya tidak asing kalau saja mereka mau mencoba menyidik dan bertanya. Selidikilah ayat Qs.70:40 seperti yang sudah dipaparkan diatas, dan bertanyalah:
Seperti apakah konsep Allah SWT yang singular mutlak itu?
Khususnya bagaimana hubungan Allah dengan Quran Allah itu sendiri?
Sarjana-sarjana Islam selama berabad-abad berbeda pendapat tentang apakah Quran itu suatu produk ciptaan ataukah tidak pernah diciptakan melainkan selalu ada sejak semula seperti halnya Taurat dan Injil yang juga selalu ada disisi Allah. Tampaknya doktrin kedua cukup popular dianut mainstream Muslim. Ahmad ibn Hanbal meyakini bahwa ayat-ayat Allah adalah bagian dari Allah sendiri, bukan hasil ciptaan. Quran adalah Kalimat Allah yang telah ada sejak semula (kekal) tersimpan dalam induk ALKITAB lauh Mahfuzh di sisi Allah (lihat Qs.43:4 dan 85:22).
Mereka percaya bahwa Quran Allah bukanlah “produk” ciptaan Allah melainkan adalah kekal sejak semula, merupakan ekspresi dari Kehendak Allah yang tidak pernah absent dalam alam dan waktu. Walau yang satu merupakan bagian dari yang lain dan sama-sama kekal di sini Allah, namun entitas Quran (Kalimat Allah) tidaklah dianggap identik dengan Allah. Tetapi jikalau Kalimat Allah ini adalah entitas yang kekal disisi Allah yang berbeda dengan Allah, maka bukankah ini bercirikan suatu “modus kejamakan” di dalam Keesaan Allah sendiri?
Kejamakan ini mirip dengan apa yang dikatakan secara gamblang dalam Injil Yohanes 1:1: “Pada mulanya adalah Firman (Kalimat); Firman itu bersama-sama dengan Elohim dan Firman itu adalah Elohim”. Dengan demikian terlihatlah bahwa justru konsep Trinitas menempati basis yang lebih berdaya dalam menjelaskan hakekat Tuhan, ketimbang yang dapat diterangkan oleh para pengkritik pengagung tauhid.
Sebab dengan konsep Yang Mutlak Satu tidaklah mudah bagi pakar Muslim manapun untuk menerangkan modus-modus Allah (atau setidak-tidaknya modus kekekalan lainnya disamping keberadaan Allah SWT) yang justru menjadi oknum-oknum keilahian dalam Trinitas:
(1) Bagaimana hakekat dan posisi Quran sebagai Kalimat Allah (Firman) dalam hubungannya dengan Allah yang sama-sama kekal keberadaannya?
(2) Siapa atau apa itu Rohulqudus menurut Quran. Apa bedanya Roh Tuhan yang kudus itu dengan Rohulqudus? Ahli-ahli Islam hanya dapat berspekulasi disini, karena Allah tidak memberi penerangan. Sebagian besar hanya percaya itu dimaksudkan sebagai malaikat Jibril, malaikat pembawa wahyu.
Namun ayat-ayat mana dalam Quran yang memastikannya? Jibril sesekali menjelma menjadi manusia, ditampakkan bagi Muhammad, dan sering berbicara dengannya (wahyu atau non wahyu); tetapi adakah Ruhulqudus Islamik pernah menjelma menjadi apa dan berbicara dengan siapa-siapa, sekalipun dengan Muhammad? Ternyata ia “bisu” tanpa suara. Pada saat lain terkesan bahwa Ruh ini sebagai “nafas” Tuhan yang ditiupkan untuk memberikan kehidupan. Ini dikatakan dalam Qs.4:171 dan 21:91, yang memperlihatkan peran dan fungsinya lain dari pewahyuan.
Dan pada saat lain lagi, ia terkesan sebagai sesuatu “KUASA” ilahi yang khusus diperkuatkan hanya kepada Isa seorang (Qs. 2:253, 5:110). Dan “Kuasa” ini sulit diartikan sebagai Jibril, mengingat Jibril justru harus berkarya sebagai pemberi wahyu sekaligus bagi Isa Al-Masih maupun Nabi Yahya yang hidup semasa dengan Isa. Jibril sebagai malaikat tentu tidak bisa “memecahkan dirinya” bagi Isa dan Yahya pada saat yang sama, karena makhluk tidak bisa maha-ada!
Pertanyaan yang tidak terjawab adalah kenapakah makna “Rohulqudus” (Roh Allah yang ilahiah, tanpa nama pribadi) dalam Alkitab sejak ribuan tahun terdahulu, kini tiba-tiba berubah menjadi makna baru yang berbeda (yang makhluk), malahan mendapat “nama pribadi” sebagai “Jibril”? Semua nabi-nabi selain Muhammad memahami Roh Kudus sebagai ROH-Nya Tuhan sendiri yang ilahi, dan tidak ada yang memanggil-Nya dengan nama pribadi. Roh Allah telah hadir bersama Allah sebelum langit dan bumi dijadikan lewat Firman:
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang”. Lalu terang itu jadi (Kejadian 1:1-3).
Maka seharusnya Muslim perlu jeli mempertanyakan diri: “Adakah Jibril ketika berwahyu pernah menamakan dirinya sebagai Roh Kudus, atau sebaliknya, Roh Kudus berkata: ‘Akulah Jibril?’” TIDAK ADA!
Banyak orang Muslim membela konsep keesaan Allah yang “mutlak satu” itu semata-mata karena konsep ini dianggap sederhana untuk dimengerti. Tetapi baiklah kita mempertegas disini bahwa kebenaran tentang hakekat Allah tidak ada kaitannya samasekali dengan kesederhanan ESA-nya Tuhan. Bahkan bilamana hakekat-Nya tidak sederhana untuk dijangkau akal manusia (alias tidak masuk akal), justru itulah yang menandakan hakekatnya masuk akal dan pantas mengindikasikan diri-Nya yang Maha-Akbar!
Dalam abstraksi Tuhan yang Roh Maha Ada, maka Ia selalu tetap dalam ke-Maha-Ada-anNya yang ESA dimana-mana, walau secara khusus Ia “muncul” secara tidak sederhana bagi pemahaman kita, misalnya “muncul” seketika waktu sebagai api dalam semak-semak di bukit Sinai untuk berbicara dengan Musa “muka dengan muka” (atau berbicara langsung taklima dengan Allah menurut Sura An Nisa 164), namun pada waktu yang sama tidak melepaskan mata dan kehadiranNya tersebar ke seluruh jagat raya (2 Tawarikh 16:9):
Karena mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatanNya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.
Nah, kalau hal-hal ini bisa dipercaya, maka rasio kitapun setidak-tidaknya harus bisa menerima (walau tidak usah mengimani) bahwa abstraksi Tuhan Roh yang Maha Ada bisa bermodus apa saja menurut hakekat peran-peran yang dibawakan-Nya, namun tetap Ia Maha Esa dan Maha Ada. Dan lewat penyataan Tuhan sendiri (artinya kita tidak tahu dan tidak mengada-ada sebelumnya), Ia menyaksikan modus kesatuan diri-Nya kepada kita dalam istilah aslinya Tuhan sendiri yang bersifat jamak (yaitu echad, lihat misalnya kitab Ulangan 6:4), bukan dinyatakan dengan istilah yacheed (kesatuan mutlak). Dan Ia berulang kali berkata dalam ketrinitasanNya: “Dan sekarang, Tuhan Allah mengutus Aku dengan RohNya” (Yesaya 48:16). Bukankah ini senafas dengan “trinitas” yang dikatakan Quran: “Aku menguatkan kamu (Isa Almasih) dengan Ruhul Qudus (Qs.2:253)?
Berlawanan dengan apa yang dituduhkan oleh pengkritik bahwa konsep Trinitas adalah ruwet dan tidak masuk akal, kini malahan tampak bahwa “keruwetan” tersebut justru meneguhkan rasio kebenaran. Dan Tuhan yang konsep keilahianNya “tidak ruwet” di permukaan, justru mendatangkan keruwetan hakiki dalam penalaran teologinya.
Seperti apakah konsep Allah SWT yang singular mutlak itu?
Khususnya bagaimana hubungan Allah dengan Quran Allah itu sendiri?
Sarjana-sarjana Islam selama berabad-abad berbeda pendapat tentang apakah Quran itu suatu produk ciptaan ataukah tidak pernah diciptakan melainkan selalu ada sejak semula seperti halnya Taurat dan Injil yang juga selalu ada disisi Allah. Tampaknya doktrin kedua cukup popular dianut mainstream Muslim. Ahmad ibn Hanbal meyakini bahwa ayat-ayat Allah adalah bagian dari Allah sendiri, bukan hasil ciptaan. Quran adalah Kalimat Allah yang telah ada sejak semula (kekal) tersimpan dalam induk ALKITAB lauh Mahfuzh di sisi Allah (lihat Qs.43:4 dan 85:22).
Mereka percaya bahwa Quran Allah bukanlah “produk” ciptaan Allah melainkan adalah kekal sejak semula, merupakan ekspresi dari Kehendak Allah yang tidak pernah absent dalam alam dan waktu. Walau yang satu merupakan bagian dari yang lain dan sama-sama kekal di sini Allah, namun entitas Quran (Kalimat Allah) tidaklah dianggap identik dengan Allah. Tetapi jikalau Kalimat Allah ini adalah entitas yang kekal disisi Allah yang berbeda dengan Allah, maka bukankah ini bercirikan suatu “modus kejamakan” di dalam Keesaan Allah sendiri?
Kejamakan ini mirip dengan apa yang dikatakan secara gamblang dalam Injil Yohanes 1:1: “Pada mulanya adalah Firman (Kalimat); Firman itu bersama-sama dengan Elohim dan Firman itu adalah Elohim”. Dengan demikian terlihatlah bahwa justru konsep Trinitas menempati basis yang lebih berdaya dalam menjelaskan hakekat Tuhan, ketimbang yang dapat diterangkan oleh para pengkritik pengagung tauhid.
Sebab dengan konsep Yang Mutlak Satu tidaklah mudah bagi pakar Muslim manapun untuk menerangkan modus-modus Allah (atau setidak-tidaknya modus kekekalan lainnya disamping keberadaan Allah SWT) yang justru menjadi oknum-oknum keilahian dalam Trinitas:
(1) Bagaimana hakekat dan posisi Quran sebagai Kalimat Allah (Firman) dalam hubungannya dengan Allah yang sama-sama kekal keberadaannya?
(2) Siapa atau apa itu Rohulqudus menurut Quran. Apa bedanya Roh Tuhan yang kudus itu dengan Rohulqudus? Ahli-ahli Islam hanya dapat berspekulasi disini, karena Allah tidak memberi penerangan. Sebagian besar hanya percaya itu dimaksudkan sebagai malaikat Jibril, malaikat pembawa wahyu.
Namun ayat-ayat mana dalam Quran yang memastikannya? Jibril sesekali menjelma menjadi manusia, ditampakkan bagi Muhammad, dan sering berbicara dengannya (wahyu atau non wahyu); tetapi adakah Ruhulqudus Islamik pernah menjelma menjadi apa dan berbicara dengan siapa-siapa, sekalipun dengan Muhammad? Ternyata ia “bisu” tanpa suara. Pada saat lain terkesan bahwa Ruh ini sebagai “nafas” Tuhan yang ditiupkan untuk memberikan kehidupan. Ini dikatakan dalam Qs.4:171 dan 21:91, yang memperlihatkan peran dan fungsinya lain dari pewahyuan.
Dan pada saat lain lagi, ia terkesan sebagai sesuatu “KUASA” ilahi yang khusus diperkuatkan hanya kepada Isa seorang (Qs. 2:253, 5:110). Dan “Kuasa” ini sulit diartikan sebagai Jibril, mengingat Jibril justru harus berkarya sebagai pemberi wahyu sekaligus bagi Isa Al-Masih maupun Nabi Yahya yang hidup semasa dengan Isa. Jibril sebagai malaikat tentu tidak bisa “memecahkan dirinya” bagi Isa dan Yahya pada saat yang sama, karena makhluk tidak bisa maha-ada!
Pertanyaan yang tidak terjawab adalah kenapakah makna “Rohulqudus” (Roh Allah yang ilahiah, tanpa nama pribadi) dalam Alkitab sejak ribuan tahun terdahulu, kini tiba-tiba berubah menjadi makna baru yang berbeda (yang makhluk), malahan mendapat “nama pribadi” sebagai “Jibril”? Semua nabi-nabi selain Muhammad memahami Roh Kudus sebagai ROH-Nya Tuhan sendiri yang ilahi, dan tidak ada yang memanggil-Nya dengan nama pribadi. Roh Allah telah hadir bersama Allah sebelum langit dan bumi dijadikan lewat Firman:
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang”. Lalu terang itu jadi (Kejadian 1:1-3).
Maka seharusnya Muslim perlu jeli mempertanyakan diri: “Adakah Jibril ketika berwahyu pernah menamakan dirinya sebagai Roh Kudus, atau sebaliknya, Roh Kudus berkata: ‘Akulah Jibril?’” TIDAK ADA!
Banyak orang Muslim membela konsep keesaan Allah yang “mutlak satu” itu semata-mata karena konsep ini dianggap sederhana untuk dimengerti. Tetapi baiklah kita mempertegas disini bahwa kebenaran tentang hakekat Allah tidak ada kaitannya samasekali dengan kesederhanan ESA-nya Tuhan. Bahkan bilamana hakekat-Nya tidak sederhana untuk dijangkau akal manusia (alias tidak masuk akal), justru itulah yang menandakan hakekatnya masuk akal dan pantas mengindikasikan diri-Nya yang Maha-Akbar!
Dalam abstraksi Tuhan yang Roh Maha Ada, maka Ia selalu tetap dalam ke-Maha-Ada-anNya yang ESA dimana-mana, walau secara khusus Ia “muncul” secara tidak sederhana bagi pemahaman kita, misalnya “muncul” seketika waktu sebagai api dalam semak-semak di bukit Sinai untuk berbicara dengan Musa “muka dengan muka” (atau berbicara langsung taklima dengan Allah menurut Sura An Nisa 164), namun pada waktu yang sama tidak melepaskan mata dan kehadiranNya tersebar ke seluruh jagat raya (2 Tawarikh 16:9):
Karena mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatanNya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.
Nah, kalau hal-hal ini bisa dipercaya, maka rasio kitapun setidak-tidaknya harus bisa menerima (walau tidak usah mengimani) bahwa abstraksi Tuhan Roh yang Maha Ada bisa bermodus apa saja menurut hakekat peran-peran yang dibawakan-Nya, namun tetap Ia Maha Esa dan Maha Ada. Dan lewat penyataan Tuhan sendiri (artinya kita tidak tahu dan tidak mengada-ada sebelumnya), Ia menyaksikan modus kesatuan diri-Nya kepada kita dalam istilah aslinya Tuhan sendiri yang bersifat jamak (yaitu echad, lihat misalnya kitab Ulangan 6:4), bukan dinyatakan dengan istilah yacheed (kesatuan mutlak). Dan Ia berulang kali berkata dalam ketrinitasanNya: “Dan sekarang, Tuhan Allah mengutus Aku dengan RohNya” (Yesaya 48:16). Bukankah ini senafas dengan “trinitas” yang dikatakan Quran: “Aku menguatkan kamu (Isa Almasih) dengan Ruhul Qudus (Qs.2:253)?
Berlawanan dengan apa yang dituduhkan oleh pengkritik bahwa konsep Trinitas adalah ruwet dan tidak masuk akal, kini malahan tampak bahwa “keruwetan” tersebut justru meneguhkan rasio kebenaran. Dan Tuhan yang konsep keilahianNya “tidak ruwet” di permukaan, justru mendatangkan keruwetan hakiki dalam penalaran teologinya.
Re: Tauhid Islamik Yang“Kurang Tauhid”
Dik "Kuku Bima" nampikan copasan ke forum ini untuk mencari pembenaran teologi trinitas lewat Al Quran. Percuma alias sia-sia dik "Kuku Bima" , sebab Allah dalam firmanNya menegaskan : Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putra Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?" Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS 5:17)
Gerabah- SILVER MEMBERS
- Number of posts : 2335
Reputation : -3
Points : 7216
Registration date : 2011-11-15
Similar topics
» Ajaran Tauhid yang menyesatkan
» NABI TAUHID YANG SATU INI PASTI SUDAH GILA..................
» Penyelewengan yang dilakukan oleh Yahudi terhadap agama tauhid
» NABI TAUHID YANG SATU INI PASTI SUDAH GILA..................
» Penyelewengan yang dilakukan oleh Yahudi terhadap agama tauhid
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Sat 20 Jul 2024, 3:43 pm by darwinToo
» Kenapa Muhammad & muslim ngamuk kalo Islam dikritik?
Sat 20 Jul 2024, 3:41 pm by darwinToo
» Penistaan "Agama"...==> Agama sama seperti cewek/cowok.
Sat 20 Jul 2024, 3:40 pm by darwinToo
» kenapa muhammad suka makan babi????
Sat 20 Jul 2024, 3:39 pm by darwinToo
» Yeremia 23 & Ulangan 13 mengisyaratkan Muhammad nabi palsu
Fri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam
» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Fri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya
» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Tue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar
» Moon Split or Islamic Hoax?
Wed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin
» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Wed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin