Similar topics
Latest topics
Most Viewed Topics
Most active topic starters
kuku bima | ||||
admin | ||||
kermit katak lucu | ||||
hamba tuhan | ||||
feifei_fairy | ||||
paulusjancok | ||||
agus | ||||
gusti_bara | ||||
Muslim binti Muskitawati | ||||
Bejat |
Most active topics
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia Menyongsong Punahnya Islam
Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
Who is online?
In total there are 36 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 36 Guests :: 1 BotNone
Most users ever online was 412 on Tue 29 Oct 2024, 11:45 pm
Social bookmarking
Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website
Beyond Belief bab 4
3 posters
Page 1 of 1
Beyond Belief bab 4
Bab IV
Tuhan Atau Buddha, Siapa Yang Paling Tinggi?
Orang-orang Kristen memandang Tuhan sebagai pencipta dan penguasa. Sedangkan umat Buddha memandang Buddha sebagai panutan dan teladan untuk dicontoh. Meskipun umat Kristen belum pernah melihat Tuhan, mereka mengklaim bahwa mereka mengenal Tuhan melalui percakapan mereka dengan Tuhan lewat doa dan lewat perasaan bahwa Tuhan itu hadir. Umat Kristen juga mengklaim mereka bisa mengetahui kehendak Tuhan dengan membaca firman-firmanNya yang tercantum di Alkitab.
Orang Buddhis tidak berdoa kepada ataupun mengakui adanya Tuhan. Satu-satunya cara orang Buddhis mendengar faham ketuhanan adalah melalui Alkitab. Akan tetapi kalau orang-orang Buddhis membaca Alkitab tentang Tuhan, mereka seringkali terkejut. Mengapa terkejut? Karena Tuhan yang tercantum di Alkitab sangat berbeda dengan Tuhan yang disebut-sebut oleh orang Kristen.
Umat Buddha menolak faham ketuhanan yang ditawarkan oleh orang Kristen karena faham itu tidak masuk akal dan tidak bisa ada buktinya. Faham itu ditolak oleh umat Buddhis juga karena Tuhan yang mereka baca melalui Alkitab dan yang mereka dengar melalu orang Kristen itu terlihat lebih rendah daripada panutan dan teladan mereka, Sang Buddha. Kita akan membuktikan secara tuntas Tuhan yang tercantum di dalam Alkitab, dan membandingkan Tuhan orang Kristen dengan apa yang dicantumkan oleh Tipitaka (Kitab suci umat Buddha) tentang Sang Buddha. Pembuktian ini akan menunjukkan secara nyata dan jelas, tanpa keragu-raguan, superioritas moral Sang Buddha.
Perbandingan Rupa
Tuhan itu rupanya seperti apa? Dalam Alkitab tertulis bahwa Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan rupa Tuhan (Kejadian 1:26) oleh karena itu kita bisa mengasumsi bahwa rupa Tuhan adalah seperti manusia. Tertulis pula di Alkitab bahwa Tuhan mempunyai tangan (Keluaran 15:12), lengan (Ulangan 11:2), jari (Mazmur 8:4) dan wajah (Ulangan 13:17). Dia tidak suka manusia melihat wajahNya, akan tetapi dia tidak keberatan jika manusia melihat punggungNya.
“Kemudian Aku akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat belakang-Ku, tetapi wajah-Ku tidak akan kelihatan.” (Keluaran 33:23)
Akan tetapi meskipun Tuhan kelihatannya mempunyai rupa manusia, pada beberapa kesempatan, Tuhan sering terlihat tidak berbeda dengan rupa buruk dari patung-patung yang sering kita lihat di pintu masuk kelenteng Chinese maupun India. Contohnya, api keluar dari badan Tuhan.
“Api menjalar di hadapan-Nya, dan menghaguskan para lawan-Nya sekeliling” (Mazmur 97:3) “Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat.” (Mazmur 50:3)
“Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan TUHAN tentang nasib buruk mereka, dan ketika TUHAN mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api TUHAN di antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan.” (Bilangan11:1)
Ketika Tuhan marah yang mana tampaknya dia seringkali marah, asap dan api keluar dari tubuhNya.
“Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya. Lalu goyang dan guncanglah bumi, dan dasar-dasar gunung gemetar dan goyang, oleh karena menyala-nyala murkanya. Asap membumbung dari hidung-Nya, api menjilat keluar dari mulut-Nya, bara menyala keluar dari pada-Nya.” (Mazmur 18:7-9)
Ketika Nabi Yehezkiel melihat Tuhan yang disertai oleh malaikat disampingNya, dia menggambarkan mereka terlihat seperti yang tertulis di bawah ini (Yehezkiel 1:4-21)
“Lalu aku melihat, sunggu, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam, ditengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat. Dan di tengah-tengah itu juga ada yang menyerupai empat makhluk hidup dan beginilah kelihatannya mereka: mereka menyerupai manusia, tetapi masing-masing mempunyai empat muka dan pada masing-masing ada pula empat sayap. Kaki mereka adalah lurus dan telapak kaki mereka seperti kuku anak lembu; kaki-kaki ini mengkilap seperti tembaga yang baru. Pada keempat sisi mereka di bawah sayap-sayapnya tampak tangan manusia. Mengenai muka dan sayap mereka berempat adalah begini: mereka saling menyentuh dengan sayapnya; mereka tidak berbalik kalau berjalan, masing-masing berjalan lurus ke depan. Muka mereka kelihatan begini: Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang. Sayap-sayap mereka dikembangkan ke atas; mereka saling menyentuh dengan sepasang sayapnya dan sepasang sayap yang lain menutupi badan mereka. Masing-masing berjalan lurus ke depan; ke arah mana roh itu hendak pergi, ke sanalah mereka pergi, mereka tidak berbalik kalau berjalan. Ditengah makhluk-makhluk hidup itu kelihatan seperti bara api yang menyala, seperti suluh, yang bergerak kian kemari di antara makhluk-makhluk hidup itu, dan api itu bersinar sedang dari api itu kilat sabung-menyabung. Makhluk-makhluk hidup itu terbang ke sana ke mari seperti kilat. Aku melihat, sungguh, di atas tanah di samping masing-masing dari keempat makhluk-makhluk hidup itu ada sebuah roda. Rupa roda-roda itu seperti kilauan permata pirus dan keempatnya adalah serupa; buatannya seolah-olah roda yang satu di tengah-tengah yang lain. Kalau mereka berjalan mereka dapat menuju keempat jurusan; mereka tidak berbalik kalau berjalan. Mereka mempunyai lingkar dan aku melihat, bahwa sekeliling lingkar yang empat itu penuh dengan mata. Kalau makhluk-makhluk hidup itu berjalan kalau makhluk-makhluk hidup itu terangkat dari atas tanah, roda-roda itu turut terangkat. Ke arah mana roh itu hendak pergi, ke sanalah mereka pergi, dan roda-rodanya sama-sama terangkat dengan mereka, sebab roh makhluk-makhluk hidup itu berada di dalam roda-rodanya. Kalau makhluk-makhluk hidup itu berjalan, roda-roda itu berjalan; kalau mereka berhenti, roda-roda itu berhenti; dan kalau mereka terangkat dari tanah, roda-roda itu sama-sama terangkat dengan mereka; sebab roh-roh makhluk-makhluk hidup itu berada di dalam roda-rodanya.”
Umat Kristen seringkali melihat rupa dewa-dewa yang berwajah dan bertangan banyak di kelenteng Taois dan pura Hindu, dan mencibir bahwa dewa-dewa itu lebih menyerupai iblis dan setan daripada menyerupai dewa. Tapi ternyata apa yang tertulis di Alkitab tentang rupa Tuhan ternyata mirip dengan rupa dewa-dewa Hindu dan Taois. Lebih lanjut, dewa-dewa atau tuhan-tuhan ajaran Hindu dan Taois membawa senjata, demikian juga halnya Tuhan orang Kristen juga menghunus senjata.
“Pada waktu itu TUHAN akan melaksanakan hukuman dengan pedang-Nya yang keras, besar dan kuat”(Yesaya 27:1)
“Matahari, bulan berhenti di tempat kediamannya, karena cahaya anak-anak panah-Mu yang melayang laju, karena kilauan tombak-Mu yang berkilat. Dalam kegeraman Engkau melangkah melintasi bumi, dalam murka Engkau menggasak bangsa-bangsa” (Habakuk 3:11-12)
“Karena sinar di hadapan-Nya hilanglah awan-awan-Nya bersama hujan es dan bara api. Maka TUHAN mengguntur di langit, Yang Mahatinggi memperdengarkan suara-Nya. Dilepaskan-Nya panah-panah-Nya, sehingga diserakkan-Nya mereka, kilat bertubi-tubi, sehingga dikacaukan-Nya mereka.” (Mazmur 18:13-15)
“Tetapi Allah menembak mereka dengan panah; sekonyong-konyong mereka terluka.” (Mazmur 64:
“TUHAN akan menampakkan diri kepada mereka, dan anak panah-Nya akan melayang keluar seperti kilat. Dan TUHAN Allah akan meniup sangkakala dan akan berjalan maju dalam angin badai dari selatan.” (Zakaria 9:14)
Satu cara yang menarik untuk menyimak rupa Tuhan orang Kristen adalah dengan melihat adanya kemiripan cara Tuhan orang Kristen bergerak dengan cara dewa-dewa non-Kristen berpindah tempat. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cara duduk di atas awan (Yesaya 19:1) atau membonceng di punggung malaikat (Mazmur 18:10). Sangatlah jelas sekali bahwa dari kutipan-kutipan Alkitab bahwa Tuhan mempunyai penampilan yang mengerikan dan ganas.
“Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar” (Mazmur 2:11) “Itulah sebabnya hatiku gemetar menghadapi Dia, kalau semuanya itu kubayangkan, maka aku ketakutan terhadap Dia.” (Ayub 23:15)
Yesus seringkali berkata bahwa kita harus takut akan Tuhan (misalnya yang tercantum di Lk 12:4-5). Alkitab juga telah dengan sangat akurat menunjukkan bahwa dimana ada ketakutan, di situ tidak akan ada cinta dan kasih sayang (1 Yohanes 4:18) dan jadi jika Tuhan menciptakan ketakutan dalam diri semua orang, bagaimana mungkin orang-orang yang ditakuti itu bisa mencintai Tuhan?
Lalu bagaimana dengan rupa Buddha? Menjadi seorang manusia, Sang Buddha memiliki tubuh seorang manusia biasa. Akan tetapi Tipitaka seringkali menunjukkan keindahan wujud Sang Buddha yang luar biasa.
Dia (Sang Buddha) tampan, rupawan, sedap untuk dipandang, memiliki rona wajah yang paling indah, wujud dan air mukaNya seperti wujud dan air muka seorang Brahma, wujudNya sangatlah indah. (Digha Nikaya, Sutta No.4)
Dia tampan, menginspirasikan keyakinan, dengan indera-indera yang kalem dan pikiran yang tenang, sabar, seperti seekor gajah yang dijinakkan secara sempurna (Anguttara Nikaya, Sutta No.36)
Setiap kali orang melihat Sang Buddha, penampilanNya yang kalem dan tenang mengisi hati mereka dengan kedamaian, dan senyuman lembut Sang Buddha meyakinkan kedamaian itu. Seperti yang telah kita ulas dan lihat bersama, suara Tuhan itu keras dan menakutkan seperti petir (Mazmur 68:33) sedangkan suara Buddha itu lembut dan menenangkan hati.
Ketika berada di dalam biara, Sang Buddha mengajarkan Dhamma. Beliau (Sang Buddha) tidak mengagungkan ataupun menghina dewan majelis biara itu. Bahkan, Sang Buddha menerangkan, mengangkat (memajukan pikiran), menginspirasi dan membuat senang dewan majelis dengan pembicaraan Dhamma. Bunyi dari suara Gautama yang baik mempunyai 8 karakteristik; jelas dan dapat dimengerti, manis dan dapat didengar, fasih dan jelas, dalam dan bergema (Majjhima Nikaya, Sutta No. 19)
Tuhan orang Kristen membawa senjata karena dia harus membunuh musuh-musuhNya dan karena dia mengatur tindakan manusia dengan kekerasan dan ancaman. Sang Buddha, di sisi yang lain, tidak menunjukkan permusuhan dan kebencian kepada siapapun. Sang Buddha juga dapat mengatur tindakan orang dengan memberikan paham yang masuk akal. Raja Pasenadi menceritakan kisah tentang Sang Buddha:
Saya (Raja Pasenadi) seorang raja, dapat menghukum mereka yang patut dihukum, mendenda mereka yang patut didenda, atau mengasingkan mereka yang patut diasingkan. Tetapi ketika saya duduk di meja pengadilan orang-orang seringkali mengusik, dan usikan itu bahkan mengganggu saya. Saya tidak bisa mendapatkan kesempatan sekalipun untuk berkata: “Jangan mengusik saya! Tunggu sampai saya selesai berbicara.” Tetapi ketika Tuan sedang mengajarkan Dhamma, tidak ada satu suara batukpun yang keluar dari dewan majelis. Suatu ketika, ketika saya duduk mendengarkan Tuan mengajarkan Dhamma, salah satu murid terbatuk dan salah satu temannya menepuk lututnya dan berkata,”Janganlah ribut, tuan, jangan keluarkan suara. Tuan kita sedang mengajarkan Dhamma”, dan saya berpikir dalam diri saya, memang benar sangatlah memukau, dan hebat murid-murid yang terlatih baik tanpa harus menggunakan tongkat pemukul ataupun pedang. (Majjhima Nikaya, Sutta No.89)
Dapat kita bayangkan bagaimana Tuhan orang Kristen akan bereaksi jika ada seorang yang mengganggu ketika Tuhan sedang berbicara. Kita bisa melihat dari apa yang telah tertulis di atas bahwa rupa dan penampilan Sang Buddha mencerminkan ketenangan dalam hati yang sangat dalam (tenang) dan belas kasihan. Semua orang selalu terinspirasi oleh pancaran damai yang mengelilingi Sang Buddha.
Rancangan Mental
Seringkali kita lihat bahwa orang-orang Buddhis tidak percaya kepada Tuhan karena bagi mereka, ide adanya Tuhan itu tidak masuk akal dan berlawanan dengan kenyataan yang ada. Orang Buddha juga menolak Tuhan orang Kristen karena, kalau Alkitab itu benar adanya, Tuhan Kristen itu sangat tidak sempurna. Semua jenis emosi yang negatif, yang mana orang-orang beradab pada umumnya akan menganggap emosi semacam ini tidak bisa diterima, justru ditemukan di dalam diri Tuhan. Marilah kita perhatikan bagaimana Alkitab menerangkan isi pikiran Tuhan.
Jenis emosi atau perasaan yang paling sering diutarakan melebihi perasaan yang lain adalah kedengkian. Bahkan Tuhan sendiri pun mengakui bahwa dia itu pencemburu.
“Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu” (Ulangan 4:24)
Tidak ada yang membuat Tuhan lebih cemburu daripada melihat orang-orang menyembah tuhan lain, dan Tuhan sendiri berkata bahwa kita bahkan harus membunuh anak kita sendiri jika anak kita menyembah tuhan lain. (Catatan dari penterjemah: Bacalah juga kitab Ulangan 13:6-9. Tampaknya ayat-ayat seperti ini telah mengilhami banyaknya perang di antara umat beragama di Indonesia contohnya: di Ambon).
Di dalam Alkitab juga berisi bahwa Tuhan seringkali kehilangan kesabaranNya.
“Sungguh, hari TUHAN datang dengan kebengisan, dengan gemas dan dengan murka yang menyala-nyala, untuk membuat bumi menjadi sunyi sepi dan untuk memusnahkan daripadanya orang-orang yang berdosa.” (Yesaya 13:9)
“Perisai bagiku adalah Allah, yang menyelamatkan orang yang tulus hati; Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat.” (Mazmur 7:11)
“Dan Tuhan akan memperdengarkan suara-Nya yang mulia, akan memperlihatkan tangan-Nya yang turun menimpa dengan murka yang hebat dan nyala api yang memakan habis, dengan hujan lebat, angin ribut dan hujan batu.” (Yesaya 30:30)
“Sebab Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga ia memunahkan engkau dari muka bumi.” (Ulangan 6:15)
Tuhan menganjurkan kita untuk saling mengasihi akan tetapi dia sendiri digambarkan sebagai pembenci dan penuh dengan kebencian.
“Sebab Engkau bukanlah Allah yang berkenan kepada kefasikan; orang jahat takkan menumpang pada-Mu. Pembual tidak akan tahan di depan mata-Mu; Engkau membenci semua orang yang melakukan kejahatan.” (Mazmur 5:5-6)
Lebih jauh, Tuhan digambarkan sebagai pembenci dari banyak hal yang lain dan juga pembenci manusia. (Lihat Ulangan 16:22, Maleakhi 2:16, Imamat 26:30). Tuhan mempunyai kebencian khusus kepada agama-agama lain, yang mungkin menjelaskan kepada kita mengapa agama Kristen sering dikenal sebagai agama yang tidak toleran. Tuhan juga sering diutarakan mempunyai kebencian khusus terhadap mereka yang tidak memujaNya.
“Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, aku benci melihatnya;semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya.” (Yesaya1:14)
Sang Buddha memiliki belas kasihan kepada mereka yang kejam, memaafkan mereka yang berbuat salah, dan memberikan hormat kepada agama-agama lain. Kita bisa mengharapkan Tuhan, yang bisa merasa dengki dan benci, untuk penuh dengan dendam, dan sangatlah sering Alkitab menjelaskan kedendaman Tuhan.
“Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: “Kuatkan hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!” (Yesaya 35:4)
“Tuhan itu Allah yang cemburu dan pembalas, Tuhan itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya.” (Nahum 1:2)
Kita juga tahu bahwa Tuhan pernah berkata “Sebab kita mengenal Dia yang berkata: “Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.” Dan lagi: “Tuhan akan menghakimi umat-Nya.” Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.” (Ibrani 10:30-31). (Lihat juga Roma 1:18, 2:5-6, 12:19)
Untuk apa orang menyembah Tuhan yang penuh dengan kekotoran bathin, yang mana kita sendiri juga sedang berusaha untuk mengatasi?
Selama empat puluh tahun setelah mencapai penerangan sempurna, Buddha menganjurkan orang untuk menghindari rasa marah, iri hati dan sifat tidak toleran. Sang Buddha mempraktekan secara sempurna apa yang beliau ajaran kepada orang lain.
“Sang Guru bertindak sesuai dengan apa yang beliau ucapkan, dan mengucapkan sesuai dengan apa yang dia lakukan. Kita tidak menemukan guru lain selain Sang Buddha, yang bisa secara konsisten seperti beliau, meskipun telah kita cari di (catatan penterjemah: guru-guru) dari masa lampau maupun masa sekarang.” (Digha Nikaya, Sutta No.19)
Di dalam seluruh isi Tipitaka, tidak pernah ada satu pun yang tertera Buddha mengeluarkan amarah, kebencian, kedengkian, dsb, karena dengan kesempurnaan beliau, beliau telah terbebas dari perasaan-perasaan negatif.
Sikap Terhadap Perang
Injil (Alkitab) memberitahu kita bahwa ada waktu untuk membenci, ada waktu untuk perang (Keluaran 13:. Pada jaman sekarangpun, telah terbukti bahwa kejahatan-kejahatan itu (perang dan kebencian) bergantung satu sama lain. Seperti yang telah kita buktikan, Tuhan bisa membenci dan janganlah terkejut bila ternyata Tuhan sering terlibat dalam perperangan.
“TUHAN itu pahlawan perang; TUHAN, itulah nama-Nya” (Keluaran 15:3)
“TUHAN Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai” (Zefanya 3:17)
“TUHAN keluar berperang seperti pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitakan semangat-Nya untuk bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia membuktikan kepahlawanan-Nya.” (Yesaya 42:13)
“Apabila Aku mengasah pedang-Ku yang berkilat-kilat, dan tangan-Ku memegang penghukuman, maka Aku membalas dendam kepada lawan-Ku, dan mengadakan pembalasan kepada yang membenci Aku. Aku akan memabukkan anak panah-Ku dengan darah, dan pedang-Ku akan memakan daging: darah orang-orang yang mati tertikam dan orang-orang yang tertawan, dari kepala-kepala musuh yang berambut panjang.” (Ulangan 32:41-42)
Selama beberapa abad orang-orang Kristen telah terilhami oleh ayat-ayat Alkitab di atas, yang mendukung dan memuliakan perang, menggunakan kekerasan untuk menyebarkan agama mereka. Bahkan sampai hari inipun, banyak kita temui unsur-unsur militer di dalam agama Kristen. Organisasi Salvation Army (Laskar Keselamatan) memakai semboyan “Darah dan Api”; hymne yang mengumandangkan “Majulah laskar Kristen berjalan menuju perang”; ucapan seperti “Pujilah Tuhan dan serahkan amunisi (senjata)” dan lain-lain. Di dalam Alkitab juga berisi lusinan contoh di mana Tuhan membantu pengikutNya untuk menguasai kota-kota, membunuh penduduk dan mengalahkan laskar perang (misalnya Bilangan 21:1-3, Bilangan 31:1-2, Ulangan 3:3-7, Yosua 11:6-11, dll). (Catatan dari penterjemah: Kembali lagi kita diingatkan bahwa ayat-ayat di atas telah menggerakkan kekerasan. Bisa kita lihat sendiri dengan situasi kerusuhan di berbagai tempat di dunia, dan di negeri kita sendiri. Ambon adalah salah satu contoh paling nyata dan paling baru yang kita lihat sendiri.)
Mengenai tawanan perang, Tuhan berkata: “Dan TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan mereka kepadamu, sehingga engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali. Janganlah engkau mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau mengasihani mereka.” (Ulangan 7:2)
“Engkau harus melenyapkan segala bangsa yang diserahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu; janganlah engkau merasa sayang kepada mereka dan janganlah beribadah kepada allah mereka, sebab hal itu akan menjadi jerat bagimu.” (Ulangan 7:16)
Bahkan orang Kristen sering terkejut ketika mereka membaca ayat-ayat tersebut. Orang-orang Buddha justru merasa bahwa ayat-ayat tersebut mengukuhkan penolakan mereka terhadap Tuhan Kristen, dan keyakinan mereka dalam ajaran Sang Buddha.
Apa sikap Sang Buddha terhadap perang? Tidak ada satu contohpun di mana Sang Buddha menyetujui peperangan, mendukung peperangan, atau bahkan ikut berperang. Justru sebaliknya, Sang Buddha mengajak semua untuk hidup dalam kedamaian dan kerukunan, seperti yang diutarakan di pernyataan berikut:
“Sang Buddha adalah seorang pemersatu bagi mereka yang bermusuhan dan pendukung mereka yang telah bersatu, turut bergembira dalam damai, mencintai perdamaian, menyukai perdamaian, beliau adalah seorang yang memuji perdamaian” (Digha Nikaya, Sutta No.1)
Sang Buddha Menjadi Contoh Perdamaian
“Meninggalkan pembunuhan, bhikkhu Gautama hidup menghindari diri dari membunuh, beliau tidak menggunakan tongkat ataupun pedang, beliau hidup dengan penuh perhatian, belas kasihan dan simpati kepada yang lain“ (Digha Nikaya, Sutta No.1)
“Sang Buddha tidak hanya puas (Catatan dari penterjemah: puas dalam arti: Buddha lebih suka) Buddha dengan omongan dan ucapan tentang perdamaian. Buddha juga tidak puas kalau hanya diriNya yang hidup dalam damai. Beliau secara aktif mendukung kedamaian dengan berusaha menghentikan peperangan. Ketika saudara-saudaraNya hendak pergi perang untuk merebut bagian air sungai Rohini, Sang Buddha tidak memihak siapapun. Sang Buddha tidak mendukung saudara-saudaraNya untuk ikut perang, tidak membantu dalam taktik peperangan, atau tidak menyuruh saudara-saudaraNya untuk tidak memberi ampun kepada musuh,- berbeda dengan apa yang akan dilakukan Tuhan. Akan tetapi, Sang Buddha berdiri di antara kedua pihak dan berkata,”Mana yang lebih berharga? Darah atau air?” Para tentara menjawab,”Darah lebih berharga, Tuan.” Lalu Sang Buddha berkata,”Lalu bukankah sangat tidak masuk akal untuk mengorbankan darah demi air?” Kedua belah pihak akhirnya meletakkan senjata dan tercapailah perdamaian.” (Dhammapada Atthakata Book 15,1)
Sang Buddha telah menyingkirkan kebencian dan mengisi pikiranNya dengan cinta dan belas kasihan. Menyetujui peperangan adalah hal yang mustahil bagi Sang Buddha.
Ide Tentang Keadilan
Keadilan adalah qualitas (catatan penterjemah: kemampuan) untuk menjadi adil, dan seorang yang adil bertindak secara adil dan sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Akan tetapi ide-ide tentang keadilan dan kebenaran berbeda dari jaman yang satu ke jaman yang lain, juga berbeda dari sudut perorangan. Orang Kristen menyatakan bahwa Tuhan itu Maha Adil, maka dengan meneliti tindakan-tindakan Tuhan, kita akan bisa tau konsep keadilan bagi Tuhan.
Tuhan memberi tahu kita bahwa semua orang yang tidak patuh kepadanya akan dihukum “tujuh kali lebih berat” (Imamat 26:18), yang berarti satu kali berbuat dosa dihukum tujuh kali. Tuhan tentunya menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sangat adil dan sepadan. Dia juga memberitau kepada kita bahwa dia akan menghukum anak-anak tak berdosa, cucu-cucu, dan cicit-cicit dari mereka yang berdosa.
“Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku.” (Ulangan 5:9)
Ini juga dikenal sebagai menghukum sekaligus banyak; menghukum seluruh anggota keluarga atau kelompok atas kesalahan yang dilakukan oleh salah satu dari anggota keluarga atau kelompok tersebut. Menghukum sekaligus banyak justru dikecam di jaman sekarang karena menghukum sekaligus banyak itu tidak adil dan tidak sepadan. Akan tetapi Tuhan ternyata menganggap hukuman itu cukup adil.
Tuhan juga memberitahu kita bahwa bahkan kesalahan yang sangat kecil sekalipun haruslah dihukum mati. Contohnya, mereka yang bekerja pada hari Minggu harus dilempari batu sampai mati. Pernah sekali seorang ditemukan mengumpulkan kayu bakar pada hari Minggu, dan Tuhan berkata kepada Musa dan orang-orang yang menangkap orang itu:
“Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. Lalu orang-orang yang mendapati dia sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan.” Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa.” (Bilangan 15:32-36)
Hukuman yang adil seharusnya setimpal dengan kejahatan yang diperbuat. Ide Tuhan tentang keadilan tidaklah menjunjung tinggi ide di atas. Kita diberitahu bahwa semua yang tidak mencintai Tuhan akan menderita hukuman abadi di neraka. Banyak orang di dunia ini yang baik hati, jujur dan bermurah hati yang tidak percaya kepada Tuhan, dan menurut Tuhan mereka akan ke neraka. Apakah ini adil? Menurut Tuhan, iya ini adil.
Apakah Buddha adil? Sang Buddha telah mencapai kebebasan dan penerangan sempurna, dan dia mengajarkan kepada orang banyak untuk mencapai kebebasan itu. Tidak seperti Tuhan, Sang Buddha bukanlah pencipta hukum, bukanlah seorang hakim atau seorang pemberi hukuman. Beliau adalah seorang guru. Dalam berhubungan dengan banyak orang, beliau sangatlah adil, lembut dan penuh maaf dan menganjurkan pengikut-pengikutNya untuk mengikuti jejak tingkah laku beliau. Kalau seorang berbuat salah, dia berkata orang lain tidak perlu menghukum orang yang berbuat salah itu.
“Ketika kita hidup bersama di dalam kerukunan, seorang rekan Bhikkhu mungkin akan melakukan kesalahan, sebuah pelanggaran. Akan tetapi janganlah kamu secara berbondong-bondong mengutuk dia, kesalahan itu haruslah diteliti secara seksama terlebih dahulu.” (Majjhima Nikaya, Sutta No. 103)
Sebagai tambahan, ketika seorang sedang diusut, orang lain hendaknya tidak terpengaruh oleh prasangka atau berpihak pada pihak tertentu, dan perlu melihat kedua sisi dari kasus tersebut. “Bukan dengan memberi keputusan yang berburu-buru seseorang menjadi adil. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang menyelidiki kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak membuat keputusan secara sewenang-wenang, tetapi menyampaikan keputusan secara tidak memihak dan sesuai dengan kenyataan yang ada, orang itulah yang menjadi pelindung hukum, dan bisa kau sebut adil.” (Dhammapada 256-257) (Catatan dari penterjemah: Bukanlah seorang adil, ia yang membuat keputusan tergesa-gesa (terpengaruh oleh keinginan, kebencian, ketakutan dan kebodohan)).
Sedangkan dalam hal hukuman, Sang Buddha tentunya akan berpendapat bahwa melempari batu seseorang sampai mati atau segala jenis hukuman mati sebagai sesuatu yang kejam. Beliau sendiri selalu bersedia memaafkan. Pernah sekali seorang yang bernama Nigrodha bertindak jahat kepada Sang Buddha, tetapi kemudian menyadari kesalahannya dan menyadari kesalahannya kepada Sang Buddha. Dengan penuh kasih dan maaf Sang Buddha berkata:
“Tentu saja, Nigrodha, pelanggaran telah kau perbuat, ketika melalui kebodohan, ketidaktahuan, dan kejahatan engkau berkata seperti itu kepadaku. Tapi engkau telah mengetahui pelanggaran yang kau lakukan dan menebus kesalahanmu dengan kebenaran, saya terima pengakuan salahmu” (Digha Nikaya, Sutta No.25)
Sang Buddha memaafkan semua tanpa peduli apakah mereka menerima ajaranNya atau tidak, dan bahkan jika Nigrodha menolak untuk meminta maaf kepada Sang Buddha, Sang Buddha tidak akan mengancam untuk menghukum Nigrodha. Bagi Sang Buddha, tanggapan yang layak kepada kejahatan atau kesalahan adalah untuk tidak mengancam untuk menghukum. Menurut Sang Buddha, tanggapan yang layak kepada kejahatan atau kesalahan adalah pendidikan dan sifat memaafkan. Seperti yang Beliau utarakan:
“Oleh tiga macam hal seorang bijaksana bisa dikenal. Apakah tiga macam hal itu? Dia melihat kesalahanya sendiri apa adanya. Ketika dia melihat kesalahan itu apa adanya dia memperbaiki kesalahan tersebut dan ketika orang lain mengakui kesalahan, orang bijaksana selayaknya memaafkan kesalahan yang diakui itu.” (Anguttara Nikaya, Book of Threes, Sutta No.10)
Sikap Terhadap Penyakit
Penyakit, kesakitan dan wabah penyakit telah menjadi momok manusi selama berabad-abad, menyebabkan penderitaan dan kesedihan yang tidak bisa dijelaskan. Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan selalu menganggap penyakit sebagai cara yang berguna untuk menyampaikan kemarahanNya dan menyampaikan balas dendamNya. Ketika raja-raja Firaun menolak untuk melepaskan kaum Yahudi (Catatan dari penterjemah: Raja-raja Firaun yang berkeras hati itu ternyata adalah atas kehendak Tuhan. Simaklah Keluaran 9:12), Tuhan menimbulkan nanah busuk ke seluruh orang Mesir (Keluaran 9:8-12). Tuhan menggunakan penderitaan semacam itu untuk menghukum pria, wanita, anak-anak dan bayi-bayi atas dosa yang dilakukan oleh satu orang. Selanjutnya Tuhan membuat semua anak laki-laki pertama di dalam keluarga untuk mati. Dia berkata:
“Maka tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir akan mati, dari anak sulung Firaun yang duduk di takhtanya sampai kepada anak sulung budak perempuan yang menghadapi batu kilangan, juga segala anak sulung hewan. Dan seruan yang hebat akan terjadi di seluruh tanah Mesir, seperti yang belum pernah terjadi dan seperti yang tidak akan ada lagi.” (Keluaran 11:5-6) (Catatan dari penterjemah: Ini juga membuktikan hal lain yang mungkin tidak diulas oleh A L De Silva tentang ayat di atas. Di dalam ayat tersebut, Tuhan tampaknya begitu sayang kepada orang Yahudi, sehingga orang-orang Mesir harus menderita ketika orang Yahudi menjadi tawanan. Seperti yang kita ketahui orang-orang Mesir adalah ciptaan Tuhan juga, lalu mengapa Tuhan pilih kasih? Ini membuktikan bahwa Tuhan tidak sempurna, penuh kemarahan, penuh dendam, pilih kasih, tidak adil. Bagi semua yang membaca, setelah membaca ayat-ayat yang mengerikan itu, janganlah takut, karena jelas tidak mungkin hukuman yang mengerikan itu jatuh kepada Anda.)
Masih ada contoh jelas yang menjelaskan ide Tuhan tentang keadilan dan kasih sayang. Ribuan pria, anak laki-laki, dan bayi-bayi tak berdosa yang tak terhitung jumlahnya dibunuh oleh Tuhan hanya karena raja Firaun tidak mau mengikuti perintah Tuhan. Di beberapa tempat yang tertera di dalam Alkitab, Tuhan menjanjikan bahwa dia akan menimbulkan penyakit yang menyeramkan kepada semua yang tidak mengikuti hukum-hukum tauratNya.
“TUHAN akan mendatangkan penyakit sampar kepadamu, sampai dihabiskannya engkau dari tanah, ke mana engkau pergi untuk mendudukinya. Tuhan akan menghajar engkau dengan batuk kering, demam, demam kepialu, sakit radang, kekeringan, hama dan penyakit gandum; semuanya itu akan memburu engkau sampai engkau binasa.” (Ulangan 28:21-22)
“TUHAN akan menghajar engkau dengan barah Mesir, dengan borok, dengan kedal dan kudis, yang dari padanya engkau tidak dapat sembuh.” (Ulangan 28:27)
“maka TUHAN akan menimpakan pukulan-pukulan yang ajaib kepadamu, dan kepada keturunanmu, yakni pukulan-pukulan yang keras lagi lama dan penyakit-penyakit yang jahat lagi lama. Ia akan mendatangkan pula segala wabah Mesir yang kautakuti itu kepadamu, sehingga semuanya itu melekat kepadamu. Juga berbagai-bagai penyakit dan pukulan, yang tidak tertulis dalam kitab Taurat ini, akan ditimbulkan TUHAN menimpa engkau, sampai engkau punah.” (Ulangan 28:59-61)
Terkadang Tuhan bahkan menimbulkan wabah penyakit yang ganas kepada orang hanya untuk menguji iman orang tersebut. Untuk menguji Ayub, Tuhan membiarkan semua anak Ayub untuk mati (Ayub1:18-19) dan Ayub sendiri dikenai penyakit yang parah (Ayub 2:6-. Begitu dalamnya penderitaan Ayub, Ayub sendiri bahkan berharap dia tidak pernah di lahirkan (Ayub 3:1-26)
Tuhan bahkan membuat orang menjadi buta dan membiarkan mereka hidup mengemis dan meraba-raba dalam kegelapan, supaya Tuhan bisa menyembuhkan mereka dan memamerkan keajaiban akan kekuatan Tuhan (Yohanes 9:1-4). Tentunya Tuhan melihat bahwa membuat orang sakit, menciptakan penyakit adalah cara yang berguna untuk menghukum orang dan menunjukkan kekuasaanNya.
Sekarang marilah kita lihat sikap Sang Buddha kepada penyakit. Sang Buddha melihat penyakit dan kesakitan sebagai bagian dari penderitaan, yang mana beliau ajarkan cara-cara untuk terbebas dari penderitaan itu. Beliau juga disebut sebagai “dokter yang penuh kasih sayang”. Tidak pernah ada contoh di mana Sang Buddha menyebabkan penderitaan untuk menghukum orang-orang atau karena Sang Buddha marah kepada mereka. Sang Buddha sangat mengerti bahwa selama kita mempunyai tubuh, kita akan bisa terkena penyakit. Beliau mengajak kita untuk mencapai Nibbana dan terbebas dari penderitaan selamanya. Di saat beliau mencoba untuk memecahkan masalah sampai ke akar-akarnya, beliau juga melakukan hal-hal yang nyata untuk menyembuhkan orang sakit supaya sembuh kembali. Tidak seperti Tuhan yang justru menimbulkan penyakit, Sang Buddha memberikan nasihat-nasihat yang berguna untuk membantu dan meringankan penderitaan si sakit. (Catatan dari penterjemah: Paragraf di atas justru menjadi inti pertama dan utama dari ajaran Sang Buddha yang sering di sebut Empat Kesunyataan Mulia atau dalam bahasa Inggrisnya The Four Noble Truths. Keempat itu adalah: Dukkha (penderitaan), Dukkha Samudaya (sumber penderitaan), Dukkha Nirodha (terhentinya Dukkha atau pencapaian Nibbana), dan Magga (jalan menuju terhentinya Dukkha))
“Dengan lima unsur seseorang bisa merawat si sakit. Lima Unsur apa? Pertama adalah menyiapkan pengobatan yang benar; seorang yang tahu apa yang baik untuk si pasien dan menyediakannya, apa yang tidak baik, tidak disediakan; seseorang merawat dengan penuh kasih dan tanpa ada keinginan dibalik perawatannya itu; seseorang yang tidak jijik terhadap pengeluaran yang keluar dari tubuh pasien, air kencing, muntahan dan air ludah; dan dari waktu ke waktu dapat mengarahkan, membangkitkan semangat, membuat ceria dan memuaskan si sakit dengan pembabaran Dhamma” (Anguttara Nikaya, Book of Fives, Sutta No.124)
Beliau tidak hanya mengajarkan hal di atas, tapi juga mempraktekkannya sesuai apa yang diajarkan oleh beliau sendiri. Ketika sekali waktu, beliau menemukan seorang bhikkhu yang sakit, terlantar dan berbaring di atas kotoran sendiri, Sang Buddha memandikannya, menenangkannya dan memanggil bhikkhu yang lain dan berkata kepada mereka, “Kalau kamu bersedia merawat saya, rawatlah juga mereka yang sakit.” (Vinaya, Mahavagga . Ketika Tuhan marah, dia akan menimbulkan penyakit-penyakit kepada orang dan melihat mereka menderita. Ketika Sang Buddha melihat orang yang sakit, dengan penuh kasih sayang, beliau melakukan semua yang bisa beliau lakukan untuk merawat mereka sampai sembuh.
Menciptakan Kejahatan
Tuhan menciptakan semua yang baik, tetapi karena Tuhan menciptakan segalanya, dia juga menciptakan yang jahat. Tuhan sendiri yang berkata:
“yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yangmembuat semuanya ini.” (Yesaya 45:7- (Lihat juga Roma 11:32)
Ketika kita merenungkan tentang alam, kita ingat bahwa Tuhan telah menciptakan segalanya, berarti kita sudah harus tau maksud dari kata-kata di atas. Kuman lepra menyebabkan penderitaan yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata, dan kuman lepra itu diciptakan oleh Tuhan. Kuman penyakit paru-paru (TBC) membunuh dan membuat menderita jutaan manusia setiap tahun, dan kuman itu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan bakteri penyebab wabah, kutu dan serangga, tikus-tikus beserta penyakit pes yang mana selama beratus-ratus tahun telah membunuh ratusan juga nyawa. Di tahun 1665, 68 ribu orang mati oleh karena wabah di London. Tak diragukan lagi, contoh-contoh di atas adalah arti yang dimaksud oleh Tuhan ketika Tuhan bilang dia menciptakan kegelapan dan kejahatan. Tetapi Tuhan juga menciptakan kejahatan yang lain. Tuhan sendiri berkata: “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya? (Amos 3:6)
(Catatan dari penterjemah: Terlintas begitu banyak malapetaka yang melanda manusia di segala penjuru dunia, dan juga peristiwa 14 Mei 1998 di Jakarta yang mana menelan banyak korban pembunuhan, pemerkosaan, dan kejahatan-kejahatan lain.)
Tentu saja ayat di atas menuju kepada bencana alam seperti gempa bumi, kebakaran, perselisihan di dalam masyarakat, peperangan dan segala macam bentuk kejahatan yang telah begitu sering melanda kota-kota yang dibangun oleh manusia. Kita juga membaca di Alkitab bahwa bahkan roh-roh kejahatan berasal dari Tuhan. Di 1 Samuel 16:14-16, kita diberitahu bahwa roh kejahatan yang berasal dari Tuhan meyiksa Saul.
Apakah Sang Buddha menciptakan kejahatan? Buddha bukanlah pencipta seperti konsep Tuhan orang Kristen, maka Buddha tidak mungkin bisa dituduh bertanggungjawab atas “kegelapan dan kejahatan”. Satu-satunya hal yang beliau “ciptakan” adalah Dhamma yang beliau temukan dan sebarkan ke seluruh dunia. Dan Dhamma yang diajarkan itu telah membawa cahaya kebaikan, kelembutan di manapun Dhamma di babarkan.
Pengorbanan-Pengorbanan
Di dalam Kitab Perjanjian Lama ketika orang-orang melanggar hukum Taurat Tuhan, Tuhan akan menjadi sangat marah dan satu-satunya cara bagi pelanggar hukum Taurat untuk bertobat dan meredakan murka Tuhan adalah dengan mempersembahkan kurban binatang. Tuhan sendiri yang memberitahu bagaimana cara-cara untuk membunuh dan memotong binatang itu.
“Jikalau persembahannya kepada TUHAN merupakan korban bakaran dari burung, maka haruslah ia mempersembahkan korbannya itu dari burung tekukur atau dari anak burung merpati. Imama harus membawanya ke mezbah, lalu memulas kepalanya dan emmbakarnya di atas mezbah. Darahnya harus ditekan ke luar dari dinding mezbah. Temboloknya serta dengan bulunya haruslah disisihkan dan dibuang ke samping mezbah sebelah timur, ke tempat abu. Dan ia harus mencabik burung itu pada pangkal sayapnya, tetapi tidak sampai terpisah; lalu imam harus membakarnya di atas mezbah, di atas kayu yang sedang terbakar; itulah korban bakaran, suatu korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN.” (Imamat 1:14-17)
Tuhan bilang ketika daging, lemak, kulit dan tulang dari kurban binatang itu dilemparkan ke dalam api dan terbakar, dia menyukai aromanya. (Imamat 1:9, 1:17). Tapi tidak semua kurban yang Tuhan minta adalah binatang; terkadang Tuhan juga meminta kurban manusia. Tuhan pernah berkata kepada Abraham: “Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” (Kejadian 22:2)
Abraham membawa anaknya ke tempat yang telah ditujukan oleh Tuhan, membangun altar, membaringkan anaknya di atas altar tersebut dan mengangkat pisaunya tinggi-tinggi. Persis sebelum Abraham menyayat leher anaknya sendiri, Abraham dihentikan oleh seroang malaikat. (Kejadian 22:12). Barangkali, Abraham adalah pengikut yang setia karena telah dengan buta dan tanpa menyanggah rela melakukan apa saja yang diperintahkan Tuhan, bahkan sampai sejauh mempersiapkan untuk memotong anaknya sebagai kurban kepada Tuhan.
Beberapa abad berikutnya, dosa manusia menjadi begitu buruk sehingga kurban binatang juga sudah tidak cukup untuk memenuhi tuntutan kemurkaan Tuhan. Tuhan meminta kurban yang lebih besar, lebih berharga – anakNya sendiri, Yesus. Sekali lagi darah diperlukan untuk menebus dosa orang berdosa yang mana akan mempersatukan orang berdosa dengan Tuhan. Sehingga orang Kristen jaman sekarang sering berkata, “dosa kita telah dibersihkan oleh darah Yesus.” (Catatan dari penterjemah: Orang Kristen juga akan mengatakan bahwa kasih sayang Tuhan kepada manusia begitu besar sehingga Yesus rela mati untuk menebus dosa manusia. Sekilas pandang, pernyataan ini sangat menyentuh hati. Akan tetapi marilah kita teliti dengan seksama. Seperti yang telah di ulas, Tuhan sendiri yang berkata bahwa dia sudah memilih siapa yang akan masuk surga bersamaNya bahkan sebelum alam semesta ini diciptakan. Lalu untuk apa lagi mengorbankan anakNya, Yesus, untuk menebus dosa manusia? Sangat tidak masuk akal.)
(Catatan dari penterjemah: Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah, orang yang mengurbankan kurban binatang ataupun manusia adalah orang yang berdosa kepada Tuhan. Lalu kepada siapa Tuhan mengorbankan anakNya sendiri? Tampaknya Tuhan juga telah berdosa kepada “mahluk yang lebih tinggi” sehingga perlu menyerahkan kurban untuk memuaskan mahluk yang lebih tinggi itu, seperti yang dia minta dari manusia.)
Apa pendapat Sang Buddha tentang kurban binatang atau manusia? Pada jaman Sang Buddha masih hidup, dewa-dewa Hindu dipersembahkan kurban binatang seperti Tuhan Kristen, sehingga Buddha sangatlah sadar akan adanya praktek kurban ini. Tetapi Sang Buddha menganggap kurban ini sebagai tindakan yang kasar, kejam dan tidak berguna.
“Pengurbanan kuda atau orang, Upacara Pembuangan, Minuman Pengurbanan, Upacara Kemenangan, upacara Penarikan Petir (para dewa), semua jenis upacara tidaklah sepadan dengan seperenambelas dari hati yang penuh dengan cinta, seperti pancaran bulan yang mengalahkan sinar-sinar bintang” (Anguttara Nikaya, Book of Eights, Sutta No.1)
Orang Kristen percaya bahwa kurban darah Yesus bisa membersihkan dosa-dosa mereka seperti orang Hindu yang percaya bahwa dosa-dosa mereka bisa dibersihkan dengan mandi di sungai-sungai yang dianggap suci. Sang Buddha mengkritik ide Hindu, sama halnya Sang Buddha akan mengkritik ide Kristen tersebut, kalau Sang Buddha tau tentang pengurbanan Kristen. Mempercayai bahwa darah, air atau semua unsur-unsur dari luar bisa menyucikan hati, yang mana adalah unsur dari dalam, tentu saja merupakan hal yang bodoh.
“Di Sungai Bahuka, di Adhikakka, bagian dari Gaya, bagian dari Sundrika, para Sarassati, para Payaga atau Bahumati, si orang bodoh itu bisa membasuh diri berkali-kali tetapi tidak bisa membersihkan kelakuan-kelakuan buruk yang diperbuatnya. Apa yang bisa dilakukan oleh sungai-sungai Sundrika, Payaga atau Bahumati lakukan? Sungai-sungai itu tidak bisa membersihkan amarah, kelakuan-kelakuan orang jahat. Bagi yang berhati suci, setiap hari adalah hari yang beruntung. Bagi yang berhati suci, setiap hari adalah hari yang suci.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.7)
Dengan bermandikan darah atau mandi di sungai suci adalah pengganti yang tidak sebanding dengan menyucikan diri sendiri dengan berbuat hal-hal yang suci. Satu-satunya pengorbanan yang Buddha minta dari kita adalah bagi kita untuk mengorbankan keegoisan (mementingkan diri sendiri) dan mengganti keegoisan itu dengan cinta kasih, kebijaksanaan dan belas kasihan.
Cinta Kasih
Kita diberitahu bahwa Tuhan itu penuh cinta kasih dan Alkitab seringkali menyebutkan bahwa cinta kasih adalah salah satu kualitas dari Tuhan. Akan tetapi, ada beberapa macam cinta kasih. Seseorang bisa saja mencintai anaknya sendiri akan tetapi membenci anak tetangga. Seseorang mungkin punya cinta yang besar kepada negerinya sendiri, tetapi mempunyai kebencian yang membara terhadap negara lain. Meskipun kita bisa mencintai seseorang secara mendalam, kita bisa saja, lewat perubahan situasi, sehingga timbul perbedaan dan bahkan timbul kebencian kepada orang yang tadinya kita cintai. Cinta yang disebut di atas adalah jenis cinta tingkat rendah, yang kurang mantap, jenis cinta yang dirasakan oleh orang-orang biasa. Tentu saja ada jenis cinta yang lebih mulia, lebih menyeluruh. Jenis cinta yang lebih tinggi inilah yang sangat sering dijelaskan di dalam tulisan-tulisan Buddhis dan juga di dalam Alkitab. Di kitab Korintus kita bisa membaca:
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.” 1 Korintus 13:4-5
Apakah Tuhan menunjukkan jenis cinta yang lebih tinggi ini? Marilah kita teliti. Kita seringkali diberitahu bahwa cinta itu penuh kesabaran. Kesabaran diterangkan sebagai kemampuan untuk menunggu dengan tenang untuk jangka waktu yang lama, untuk mengontrol diri sendiri ketika marah, khususnya kemarahan terhadap kebodohan dan keterlambatan. Kita ltelah melihat bahwa Tuhan marah setiap hari (Mazmur 7:12) dan dia sangat cepat marah (Mazmur 2:11-12). Tentunya Tuhan mempunyai sedikit sekali kesabaran.
Seringkali juga kita dengar bahwa cinta itu lemah lembut. Apakah Tuhan lemah lembut? Bacalah Ulangan 28:15-68 dimana Tuhan menjelaskan dalam kata-katanya sendiri sekejam apa dia bisa berbuat. Bacaan-bacaan yang mengejutkan ini membuktikan kita dengan tanpa ragu-ragu lagi bahwa Tuhan sangat mampu berbuat kekejaman yang mengerikan. Tentu saja bisa kita simpulkan bahwa Tuhan tidaklah selalu lemah lembut. Juga kita dengar bahwa cinta itu tidaklah iri terhadap yang lain. Iri hati, tentunya, sangat mirip dengan kedengkian dan Tuhan sering sekali mengaku bahwa diriNya sangatlah dengki. Dia mengatakan: “Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu.” (Ulangan 4:24)
Kita juga diberitahu bahwa cinta itu tidak sombong dan tidaklah angkuh. Apakah Tuhan tidak sombong dan tidak angkuh? Terlihat jelas sekali bahwa Alkitab tidaklah memberikan pengertian kepada kita bahwa Tuhan itu rendah hati dan tidak sombong. Tuhan seringkali berkata kepada Ayub betapa hebatnya diriNya. (Ayub 40:4) dan pada akhirnya menyombongkan dirinya: “Orang yang nekatpun takkan berani membangkitkan marahnya. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Aku? Siapakah yang menghadapi Akuy, yang Kubiarkan tetap slamat? Apa yang ada di seluruh kolong langit, adalah kepunyaan-Ku.” (Ayub 41:1-2)
Berikutnya kita juga diberitahu bahwa cinta itu tidaklah mudah marah. Telah kita buktikan bahwa Tuhan itu cepat sekali marah.
“Supaya Ia jangan murka dan kamu binasa di jalan, sebab mudah sekali murka-Nya menyala.” (Mazmur 2:11)
Akhirnya, kita diberitahu bahwa cinta itu tidaklah menghitung kesalahan yang diperbuat, cinta itu memaafkan dan melupakan kesalahan. Apakah Tuhan menghitung kesalahan yang diperbuat? Tuhan berkata bahwa dia akan menghukum anak-anak, cucu-cucu dan cicit-cicit dari mereka yang berbuat salah. (Ulangan 5:9). Untuk bisa menghukum semua keturunan dari orang bersalah, Tuhan tentunya mencatat dosa-dosa ynag diperbuat dan mengingat kesalahan-kesalahan tersebut. Yesus berkata bahwa Tuhan tidak akan pernah memaafkan mereka yang menghina Roh Kudus (Lukas 12:10).
Kita juga diberitahu bahwa Tuhan memasukkan para pendosa dan mereka yang tidak percaya ke dalam neraka abadi. Dalam kata lain, tuhan menolak untuk memaafkan mereka. Secara singkat bisa disimpulkan bahwa Tuhan mencatat dan menghitung dosa manusia untuk selama-lamanya. Sangatlah jelas sekali lagi bahwa Tuhan tidak menunjukkan kualitas cinta tingkat tinggi.
Bagaimana dengan Buddha? Apakah Beliau menunjukkan jenis cinta yang tertinggi? Ciri-ciri pertama dari cinta tertinggi adalah kesabaran, dan tidak pernah sekalipun tercatat di dalam Tipitaka bahwa Buddha tidak sabar. Bahkan ketika Beliau dimaki dan dihina, Beliau tetaplah tenang dan sabar. Semua tingkah laku Sang Buddha menunjukkan ketenangan, dan kesabaran yang luar biasa. Ketika Asurinda mengutuk dan mencaci-maki Sang Buddha, Beliau dengan kalem menjawab:
“Barangsiapa yang mencaci-maki orang yang mencaci-maki dia adalah orang yang dua kali lebih buruk. Untuk menahan diri dari pembalasan adalah untuk memenangkan pertempuran yang sulit dimenangkan. Jika seseorang tahu bahwa seorang yang lain sedang marah tapi dia sendiri menahan diri dari kemarah, orang yang menahan kemarahan itu telah berbuat yang terbaik untuk dirinya sendiri dan untuk orang yang marah itu. Orang tersebut adalah penyembuh dari kedua belah pihak.” (Samyutta Nikaya, Chapter Seven, Sutta No.3) (Catatan dari penterjemah: Dalam paragraf di atas, perlu kita ketahui bahwa pertempuran yang disebut oleh Sang Buddha adalah pertempuran melawan diri sendiri, pertempuran melawan diri sendiri untuk tidak marah dan menahan kesabaran tidaklah mudah. Bukan pertempuran yang saling membunuh.)
Sang Buddha yang selalu sabar, adalah juga Sang Buddha yang terbebas dari kemarahan. Bahkan ketika sepupu Sang Buddha mencoba untuk membunuhNya, Sang Buddha menunjukkan rasa kasihan dan pengertian.
Kita juga sering diberitahu bahwa cinta itu lemah lembut. Apakah Buddha lemah lembut? Sekali lagi, tidak pernah sekalipun Sang Buddha menjadi tidak lemah lembut. Sang Buddha selalu lemah lembut dan penuh cinta kasih – bukan hanya kepada orang yang menerima ajaranNya, akan tetapi juga kepada pengikut-pengikut semua aliran kepercayaan, bukan hanya kepada orang yang baik, tapi juga kepada orang yang jahat, bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada binatang. Beliau berkata: “Siapapun hendaknya tidak berbuat hal yang tidak mengasihi, hal tidak mengasihi yang orang bijaksana akan mengutuk. Dan dia hendaknya berpikir,”Semoga semua mahluk hidup aman dan berbahagia. Mahluk apapun yang ada, yang bergerak atau yang tidak, tinggi, sedang atau pendek, besar atau kecil, terlihat atau tidak terlihat, yang tinggalnya jauh ataupun dekat, yang sedang ada, atau yang belum ada, semoga mereka semua berbahagia.”
Dia hendaknya tidak menyakiti yang lain atau memandang hina siapapun juga dengan alasan apapun juga. Hendaknya tidaklah mengharapkan kesakitan atas orang lain yang disebabkan oleh kemarahan atau kedengkian. Seperti halnya seorang ibu yang akan melindungi anak satu-satunya meskipun harus mempertaruhkan nyawanya sendiri, demikian pula, dia hendaknya menumbuhkan cinta yang tak terbatas kepada semua mahluk di dunia.” (Sutta Nipata, Verses 145-149)
Sang Buddha tidak hanya mengajarkan, tetapi Beliau juga melaksanakan semua yang Beliau ajarkan. Tuhan mengatakan bahwa Dia pencemburu dan dengan ucapan ini, Dia cemburu kepada tuhan-tuhan lain dan agama-agama lain. Dia mau semua orang untuk menyembah dan memuja Dia. Begitu cemburunya Dia, Dia berkata pengikut-pengikutnya harus membunuh bahkan anak mereka sendiri kalau anak mereka memuja tuhan lain. (Ulangan 13:6) dan Tuhan benci kepada pengikut-pengikut agama lain.
“Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia” (Mazmur 31:7)
“Aku beroleh pengertian dari titah-titahMu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta.” (Mazmur 119:104)
Apakah Buddha cemburu kepada kepercayaan lain? Tentu saja tidak! Seorang yang bernama Upali dulunya adalah pengikut agama Jain. Sang Buddha menjelaskan Dhamma kepada Upali dan sesudahnya Upali memutuskan untuk menjadi seorang Buddhis. Sang Buddha tidak merasa diagungka, beliau juga tidak berambisi untuk menarik Upali. Malahan Sang Buddha menasehati Upali untuk memikirkan secara matang sebelum membuat keputusan yang demikian pentingnya:
“Lakukan penyelidikan yang seksama terlebih dahulu, Upali. Penyelidikan yang seksama ada baiknya untuk orang yang terkenal seperti Anda.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.56) (Catatan dari penterjemah: Mungkin ada dari kita yang masih tidak yakin akan ajaran Sang Buddha. Mungkin juga orang-orang Kristen yang setelah membaca buku ini, ingin tau lebih banyak tentang ajaran Sang Buddha. Untuk mengetahui dan menyelidiki lebih banyak. Tema-tema seperti Empat Kesunyataan Mulia (Four Noble Thruths), Pancasila Buddhis, Delapan Jalan Kebenaran (Noble Eightfold Paths), Empat Keadaan Yang Gilang Gemilang (Brahma-Vihara: Metta, Karuna, Mudita, Upekkha) adalah tema inti yang sekaligus juga tema awal bagi semua orang yang memulai penyelidikan terhadap ajaran Sang Buddha. Tema-tema tersebut juga berguna untuk mengingatkan kita dari berbagai tingkat pengetahuan Buddhis, supaya tetap kita amalkan daripada hafalkan. Bab 7 dari buku ini juga membahas beberapa dari tema di atas dengan cukup mendasar dan mudah dimengerti.)
Sang Buddha kemudian menyarankan Upali untuk tetap menawarkan derma kepada agama Jain. Beliau mengatakan karena Beliau bisa melihat kebaikan di semua agama, dan karena beliau telah terbebas dari kedengkian dan iri hati.
Vacchagotta berkata kepada Sang Buddha, “Saya telah mendengar yang dikatakan orang bahwa Kamu pernah berkata bahwa derma baik hendaknya hanya diberikan kepada Kamu dan murid-muridMu, bukan kepada guru-guru dan murid-murid ajaran lain.” Kemudian Sang Buddha berkata,”Mereka yang berkata hal seperti itu tidaklah menyebarkan ucapan-ucapan Saya, mereka tidak mewakili Saya dan berbohong. Sebenarnya, siapapun yang menghasut orang untuk tidak berbuat kebaikan, menghalangi dalam tiga cara. Dia telah menghalangi si pemberi untuk berbuat kebaikan, dia telah menghalangi si penerima untuk bisa terbantu, dan dia menghalangi dirinya melalui kekejiannya.” (Anguttara Nikaya, Book of Threes, Sutta No.57)
Bahkan sampai jaman sekarangpun, para Kristen karismatik dan penyebar injil yang fundamental akan menolak untuk berhubungan dengan orang non-Kristen. Kalau sampai menolak untuk berhubungan dengan orang non-Kristen, tentu saja mereka tidak juga mau membantu orang non-Kristen.
Sang Buddha tidaklah sombong ataupun tinggi hati, Beliau tidak kasar ataupun pamer diri, Dia penyabar dan tidak mencatat kesalahan-kesalahan yang diperbuat kepadaNya. Dari hari pertama Beliau mencapai penerangan sempurna, semua pikiranNya, ucapanNya, dan perbuatanNya adalah penuh dengan kasih sayang dan belas kasihan. Salah satu orang yang hidup pada masa Sang Buddha berkata:
“Saya pernah mendengar pepatah ini,”Untuk hidup di dalam kasih sayang adalah sangat mulia” dan Sang Buddha adalah bukti dari ucapan tersebut karena kita bisa melihat Beliau hidup di dalam kasih sayang.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.55)
Beberapa ayat Alkitab yang dikutip di bab ini sangatlah mengejutkan; bahkan orang-orang Kristen menemukan ayat Alkitab itu menggelisahkan hati. Ketika kita menunjukkan ayat-ayat tersebut kepada mereka, mereka akan berkata bahwa ayat-ayat tersebut kebanyakan berasal dari Perjanjian Lama dan tidaklah menggambarkan Tuhan yang sebenarnya, akan tetapi ayat tersebut adalah apa yang penulis kitab-kitab itu kira tentang Tuhan. Sangatlah membingungkan untuk membahas Alkitab dengan orang-orang Kristen! Pada satu saat, Perjanjian Lama adalah firman Allah yang abadi, dan pada saat yang lain, Perjanjian Lama bukanlah firman Allah. Ketika orang-orang Kristen mengutip ayat-ayat dari Perjanjian Lama untuk membuktikan ajaran agamanya, Perjanjian Lama menjadi sumber injil yang mutlak. Ketika kita umat Buddha yang mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengejutkan itu, mereka berkata ayat tersebut hanyalah cermin dari pengertian manusia yang terbatas tentang Tuhan.
Tuhan Atau Buddha, Siapa Yang Paling Tinggi?
Orang-orang Kristen memandang Tuhan sebagai pencipta dan penguasa. Sedangkan umat Buddha memandang Buddha sebagai panutan dan teladan untuk dicontoh. Meskipun umat Kristen belum pernah melihat Tuhan, mereka mengklaim bahwa mereka mengenal Tuhan melalui percakapan mereka dengan Tuhan lewat doa dan lewat perasaan bahwa Tuhan itu hadir. Umat Kristen juga mengklaim mereka bisa mengetahui kehendak Tuhan dengan membaca firman-firmanNya yang tercantum di Alkitab.
Orang Buddhis tidak berdoa kepada ataupun mengakui adanya Tuhan. Satu-satunya cara orang Buddhis mendengar faham ketuhanan adalah melalui Alkitab. Akan tetapi kalau orang-orang Buddhis membaca Alkitab tentang Tuhan, mereka seringkali terkejut. Mengapa terkejut? Karena Tuhan yang tercantum di Alkitab sangat berbeda dengan Tuhan yang disebut-sebut oleh orang Kristen.
Umat Buddha menolak faham ketuhanan yang ditawarkan oleh orang Kristen karena faham itu tidak masuk akal dan tidak bisa ada buktinya. Faham itu ditolak oleh umat Buddhis juga karena Tuhan yang mereka baca melalui Alkitab dan yang mereka dengar melalu orang Kristen itu terlihat lebih rendah daripada panutan dan teladan mereka, Sang Buddha. Kita akan membuktikan secara tuntas Tuhan yang tercantum di dalam Alkitab, dan membandingkan Tuhan orang Kristen dengan apa yang dicantumkan oleh Tipitaka (Kitab suci umat Buddha) tentang Sang Buddha. Pembuktian ini akan menunjukkan secara nyata dan jelas, tanpa keragu-raguan, superioritas moral Sang Buddha.
Perbandingan Rupa
Tuhan itu rupanya seperti apa? Dalam Alkitab tertulis bahwa Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan rupa Tuhan (Kejadian 1:26) oleh karena itu kita bisa mengasumsi bahwa rupa Tuhan adalah seperti manusia. Tertulis pula di Alkitab bahwa Tuhan mempunyai tangan (Keluaran 15:12), lengan (Ulangan 11:2), jari (Mazmur 8:4) dan wajah (Ulangan 13:17). Dia tidak suka manusia melihat wajahNya, akan tetapi dia tidak keberatan jika manusia melihat punggungNya.
“Kemudian Aku akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat belakang-Ku, tetapi wajah-Ku tidak akan kelihatan.” (Keluaran 33:23)
Akan tetapi meskipun Tuhan kelihatannya mempunyai rupa manusia, pada beberapa kesempatan, Tuhan sering terlihat tidak berbeda dengan rupa buruk dari patung-patung yang sering kita lihat di pintu masuk kelenteng Chinese maupun India. Contohnya, api keluar dari badan Tuhan.
“Api menjalar di hadapan-Nya, dan menghaguskan para lawan-Nya sekeliling” (Mazmur 97:3) “Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat.” (Mazmur 50:3)
“Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan TUHAN tentang nasib buruk mereka, dan ketika TUHAN mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api TUHAN di antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan.” (Bilangan11:1)
Ketika Tuhan marah yang mana tampaknya dia seringkali marah, asap dan api keluar dari tubuhNya.
“Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya. Lalu goyang dan guncanglah bumi, dan dasar-dasar gunung gemetar dan goyang, oleh karena menyala-nyala murkanya. Asap membumbung dari hidung-Nya, api menjilat keluar dari mulut-Nya, bara menyala keluar dari pada-Nya.” (Mazmur 18:7-9)
Ketika Nabi Yehezkiel melihat Tuhan yang disertai oleh malaikat disampingNya, dia menggambarkan mereka terlihat seperti yang tertulis di bawah ini (Yehezkiel 1:4-21)
“Lalu aku melihat, sunggu, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam, ditengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat. Dan di tengah-tengah itu juga ada yang menyerupai empat makhluk hidup dan beginilah kelihatannya mereka: mereka menyerupai manusia, tetapi masing-masing mempunyai empat muka dan pada masing-masing ada pula empat sayap. Kaki mereka adalah lurus dan telapak kaki mereka seperti kuku anak lembu; kaki-kaki ini mengkilap seperti tembaga yang baru. Pada keempat sisi mereka di bawah sayap-sayapnya tampak tangan manusia. Mengenai muka dan sayap mereka berempat adalah begini: mereka saling menyentuh dengan sayapnya; mereka tidak berbalik kalau berjalan, masing-masing berjalan lurus ke depan. Muka mereka kelihatan begini: Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang. Sayap-sayap mereka dikembangkan ke atas; mereka saling menyentuh dengan sepasang sayapnya dan sepasang sayap yang lain menutupi badan mereka. Masing-masing berjalan lurus ke depan; ke arah mana roh itu hendak pergi, ke sanalah mereka pergi, mereka tidak berbalik kalau berjalan. Ditengah makhluk-makhluk hidup itu kelihatan seperti bara api yang menyala, seperti suluh, yang bergerak kian kemari di antara makhluk-makhluk hidup itu, dan api itu bersinar sedang dari api itu kilat sabung-menyabung. Makhluk-makhluk hidup itu terbang ke sana ke mari seperti kilat. Aku melihat, sungguh, di atas tanah di samping masing-masing dari keempat makhluk-makhluk hidup itu ada sebuah roda. Rupa roda-roda itu seperti kilauan permata pirus dan keempatnya adalah serupa; buatannya seolah-olah roda yang satu di tengah-tengah yang lain. Kalau mereka berjalan mereka dapat menuju keempat jurusan; mereka tidak berbalik kalau berjalan. Mereka mempunyai lingkar dan aku melihat, bahwa sekeliling lingkar yang empat itu penuh dengan mata. Kalau makhluk-makhluk hidup itu berjalan kalau makhluk-makhluk hidup itu terangkat dari atas tanah, roda-roda itu turut terangkat. Ke arah mana roh itu hendak pergi, ke sanalah mereka pergi, dan roda-rodanya sama-sama terangkat dengan mereka, sebab roh makhluk-makhluk hidup itu berada di dalam roda-rodanya. Kalau makhluk-makhluk hidup itu berjalan, roda-roda itu berjalan; kalau mereka berhenti, roda-roda itu berhenti; dan kalau mereka terangkat dari tanah, roda-roda itu sama-sama terangkat dengan mereka; sebab roh-roh makhluk-makhluk hidup itu berada di dalam roda-rodanya.”
Umat Kristen seringkali melihat rupa dewa-dewa yang berwajah dan bertangan banyak di kelenteng Taois dan pura Hindu, dan mencibir bahwa dewa-dewa itu lebih menyerupai iblis dan setan daripada menyerupai dewa. Tapi ternyata apa yang tertulis di Alkitab tentang rupa Tuhan ternyata mirip dengan rupa dewa-dewa Hindu dan Taois. Lebih lanjut, dewa-dewa atau tuhan-tuhan ajaran Hindu dan Taois membawa senjata, demikian juga halnya Tuhan orang Kristen juga menghunus senjata.
“Pada waktu itu TUHAN akan melaksanakan hukuman dengan pedang-Nya yang keras, besar dan kuat”(Yesaya 27:1)
“Matahari, bulan berhenti di tempat kediamannya, karena cahaya anak-anak panah-Mu yang melayang laju, karena kilauan tombak-Mu yang berkilat. Dalam kegeraman Engkau melangkah melintasi bumi, dalam murka Engkau menggasak bangsa-bangsa” (Habakuk 3:11-12)
“Karena sinar di hadapan-Nya hilanglah awan-awan-Nya bersama hujan es dan bara api. Maka TUHAN mengguntur di langit, Yang Mahatinggi memperdengarkan suara-Nya. Dilepaskan-Nya panah-panah-Nya, sehingga diserakkan-Nya mereka, kilat bertubi-tubi, sehingga dikacaukan-Nya mereka.” (Mazmur 18:13-15)
“Tetapi Allah menembak mereka dengan panah; sekonyong-konyong mereka terluka.” (Mazmur 64:
“TUHAN akan menampakkan diri kepada mereka, dan anak panah-Nya akan melayang keluar seperti kilat. Dan TUHAN Allah akan meniup sangkakala dan akan berjalan maju dalam angin badai dari selatan.” (Zakaria 9:14)
Satu cara yang menarik untuk menyimak rupa Tuhan orang Kristen adalah dengan melihat adanya kemiripan cara Tuhan orang Kristen bergerak dengan cara dewa-dewa non-Kristen berpindah tempat. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cara duduk di atas awan (Yesaya 19:1) atau membonceng di punggung malaikat (Mazmur 18:10). Sangatlah jelas sekali bahwa dari kutipan-kutipan Alkitab bahwa Tuhan mempunyai penampilan yang mengerikan dan ganas.
“Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar” (Mazmur 2:11) “Itulah sebabnya hatiku gemetar menghadapi Dia, kalau semuanya itu kubayangkan, maka aku ketakutan terhadap Dia.” (Ayub 23:15)
Yesus seringkali berkata bahwa kita harus takut akan Tuhan (misalnya yang tercantum di Lk 12:4-5). Alkitab juga telah dengan sangat akurat menunjukkan bahwa dimana ada ketakutan, di situ tidak akan ada cinta dan kasih sayang (1 Yohanes 4:18) dan jadi jika Tuhan menciptakan ketakutan dalam diri semua orang, bagaimana mungkin orang-orang yang ditakuti itu bisa mencintai Tuhan?
Lalu bagaimana dengan rupa Buddha? Menjadi seorang manusia, Sang Buddha memiliki tubuh seorang manusia biasa. Akan tetapi Tipitaka seringkali menunjukkan keindahan wujud Sang Buddha yang luar biasa.
Dia (Sang Buddha) tampan, rupawan, sedap untuk dipandang, memiliki rona wajah yang paling indah, wujud dan air mukaNya seperti wujud dan air muka seorang Brahma, wujudNya sangatlah indah. (Digha Nikaya, Sutta No.4)
Dia tampan, menginspirasikan keyakinan, dengan indera-indera yang kalem dan pikiran yang tenang, sabar, seperti seekor gajah yang dijinakkan secara sempurna (Anguttara Nikaya, Sutta No.36)
Setiap kali orang melihat Sang Buddha, penampilanNya yang kalem dan tenang mengisi hati mereka dengan kedamaian, dan senyuman lembut Sang Buddha meyakinkan kedamaian itu. Seperti yang telah kita ulas dan lihat bersama, suara Tuhan itu keras dan menakutkan seperti petir (Mazmur 68:33) sedangkan suara Buddha itu lembut dan menenangkan hati.
Ketika berada di dalam biara, Sang Buddha mengajarkan Dhamma. Beliau (Sang Buddha) tidak mengagungkan ataupun menghina dewan majelis biara itu. Bahkan, Sang Buddha menerangkan, mengangkat (memajukan pikiran), menginspirasi dan membuat senang dewan majelis dengan pembicaraan Dhamma. Bunyi dari suara Gautama yang baik mempunyai 8 karakteristik; jelas dan dapat dimengerti, manis dan dapat didengar, fasih dan jelas, dalam dan bergema (Majjhima Nikaya, Sutta No. 19)
Tuhan orang Kristen membawa senjata karena dia harus membunuh musuh-musuhNya dan karena dia mengatur tindakan manusia dengan kekerasan dan ancaman. Sang Buddha, di sisi yang lain, tidak menunjukkan permusuhan dan kebencian kepada siapapun. Sang Buddha juga dapat mengatur tindakan orang dengan memberikan paham yang masuk akal. Raja Pasenadi menceritakan kisah tentang Sang Buddha:
Saya (Raja Pasenadi) seorang raja, dapat menghukum mereka yang patut dihukum, mendenda mereka yang patut didenda, atau mengasingkan mereka yang patut diasingkan. Tetapi ketika saya duduk di meja pengadilan orang-orang seringkali mengusik, dan usikan itu bahkan mengganggu saya. Saya tidak bisa mendapatkan kesempatan sekalipun untuk berkata: “Jangan mengusik saya! Tunggu sampai saya selesai berbicara.” Tetapi ketika Tuan sedang mengajarkan Dhamma, tidak ada satu suara batukpun yang keluar dari dewan majelis. Suatu ketika, ketika saya duduk mendengarkan Tuan mengajarkan Dhamma, salah satu murid terbatuk dan salah satu temannya menepuk lututnya dan berkata,”Janganlah ribut, tuan, jangan keluarkan suara. Tuan kita sedang mengajarkan Dhamma”, dan saya berpikir dalam diri saya, memang benar sangatlah memukau, dan hebat murid-murid yang terlatih baik tanpa harus menggunakan tongkat pemukul ataupun pedang. (Majjhima Nikaya, Sutta No.89)
Dapat kita bayangkan bagaimana Tuhan orang Kristen akan bereaksi jika ada seorang yang mengganggu ketika Tuhan sedang berbicara. Kita bisa melihat dari apa yang telah tertulis di atas bahwa rupa dan penampilan Sang Buddha mencerminkan ketenangan dalam hati yang sangat dalam (tenang) dan belas kasihan. Semua orang selalu terinspirasi oleh pancaran damai yang mengelilingi Sang Buddha.
Rancangan Mental
Seringkali kita lihat bahwa orang-orang Buddhis tidak percaya kepada Tuhan karena bagi mereka, ide adanya Tuhan itu tidak masuk akal dan berlawanan dengan kenyataan yang ada. Orang Buddha juga menolak Tuhan orang Kristen karena, kalau Alkitab itu benar adanya, Tuhan Kristen itu sangat tidak sempurna. Semua jenis emosi yang negatif, yang mana orang-orang beradab pada umumnya akan menganggap emosi semacam ini tidak bisa diterima, justru ditemukan di dalam diri Tuhan. Marilah kita perhatikan bagaimana Alkitab menerangkan isi pikiran Tuhan.
Jenis emosi atau perasaan yang paling sering diutarakan melebihi perasaan yang lain adalah kedengkian. Bahkan Tuhan sendiri pun mengakui bahwa dia itu pencemburu.
“Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu” (Ulangan 4:24)
Tidak ada yang membuat Tuhan lebih cemburu daripada melihat orang-orang menyembah tuhan lain, dan Tuhan sendiri berkata bahwa kita bahkan harus membunuh anak kita sendiri jika anak kita menyembah tuhan lain. (Catatan dari penterjemah: Bacalah juga kitab Ulangan 13:6-9. Tampaknya ayat-ayat seperti ini telah mengilhami banyaknya perang di antara umat beragama di Indonesia contohnya: di Ambon).
Di dalam Alkitab juga berisi bahwa Tuhan seringkali kehilangan kesabaranNya.
“Sungguh, hari TUHAN datang dengan kebengisan, dengan gemas dan dengan murka yang menyala-nyala, untuk membuat bumi menjadi sunyi sepi dan untuk memusnahkan daripadanya orang-orang yang berdosa.” (Yesaya 13:9)
“Perisai bagiku adalah Allah, yang menyelamatkan orang yang tulus hati; Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat.” (Mazmur 7:11)
“Dan Tuhan akan memperdengarkan suara-Nya yang mulia, akan memperlihatkan tangan-Nya yang turun menimpa dengan murka yang hebat dan nyala api yang memakan habis, dengan hujan lebat, angin ribut dan hujan batu.” (Yesaya 30:30)
“Sebab Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga ia memunahkan engkau dari muka bumi.” (Ulangan 6:15)
Tuhan menganjurkan kita untuk saling mengasihi akan tetapi dia sendiri digambarkan sebagai pembenci dan penuh dengan kebencian.
“Sebab Engkau bukanlah Allah yang berkenan kepada kefasikan; orang jahat takkan menumpang pada-Mu. Pembual tidak akan tahan di depan mata-Mu; Engkau membenci semua orang yang melakukan kejahatan.” (Mazmur 5:5-6)
Lebih jauh, Tuhan digambarkan sebagai pembenci dari banyak hal yang lain dan juga pembenci manusia. (Lihat Ulangan 16:22, Maleakhi 2:16, Imamat 26:30). Tuhan mempunyai kebencian khusus kepada agama-agama lain, yang mungkin menjelaskan kepada kita mengapa agama Kristen sering dikenal sebagai agama yang tidak toleran. Tuhan juga sering diutarakan mempunyai kebencian khusus terhadap mereka yang tidak memujaNya.
“Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, aku benci melihatnya;semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya.” (Yesaya1:14)
Sang Buddha memiliki belas kasihan kepada mereka yang kejam, memaafkan mereka yang berbuat salah, dan memberikan hormat kepada agama-agama lain. Kita bisa mengharapkan Tuhan, yang bisa merasa dengki dan benci, untuk penuh dengan dendam, dan sangatlah sering Alkitab menjelaskan kedendaman Tuhan.
“Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: “Kuatkan hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!” (Yesaya 35:4)
“Tuhan itu Allah yang cemburu dan pembalas, Tuhan itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya.” (Nahum 1:2)
Kita juga tahu bahwa Tuhan pernah berkata “Sebab kita mengenal Dia yang berkata: “Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.” Dan lagi: “Tuhan akan menghakimi umat-Nya.” Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.” (Ibrani 10:30-31). (Lihat juga Roma 1:18, 2:5-6, 12:19)
Untuk apa orang menyembah Tuhan yang penuh dengan kekotoran bathin, yang mana kita sendiri juga sedang berusaha untuk mengatasi?
Selama empat puluh tahun setelah mencapai penerangan sempurna, Buddha menganjurkan orang untuk menghindari rasa marah, iri hati dan sifat tidak toleran. Sang Buddha mempraktekan secara sempurna apa yang beliau ajaran kepada orang lain.
“Sang Guru bertindak sesuai dengan apa yang beliau ucapkan, dan mengucapkan sesuai dengan apa yang dia lakukan. Kita tidak menemukan guru lain selain Sang Buddha, yang bisa secara konsisten seperti beliau, meskipun telah kita cari di (catatan penterjemah: guru-guru) dari masa lampau maupun masa sekarang.” (Digha Nikaya, Sutta No.19)
Di dalam seluruh isi Tipitaka, tidak pernah ada satu pun yang tertera Buddha mengeluarkan amarah, kebencian, kedengkian, dsb, karena dengan kesempurnaan beliau, beliau telah terbebas dari perasaan-perasaan negatif.
Sikap Terhadap Perang
Injil (Alkitab) memberitahu kita bahwa ada waktu untuk membenci, ada waktu untuk perang (Keluaran 13:. Pada jaman sekarangpun, telah terbukti bahwa kejahatan-kejahatan itu (perang dan kebencian) bergantung satu sama lain. Seperti yang telah kita buktikan, Tuhan bisa membenci dan janganlah terkejut bila ternyata Tuhan sering terlibat dalam perperangan.
“TUHAN itu pahlawan perang; TUHAN, itulah nama-Nya” (Keluaran 15:3)
“TUHAN Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai” (Zefanya 3:17)
“TUHAN keluar berperang seperti pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitakan semangat-Nya untuk bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia membuktikan kepahlawanan-Nya.” (Yesaya 42:13)
“Apabila Aku mengasah pedang-Ku yang berkilat-kilat, dan tangan-Ku memegang penghukuman, maka Aku membalas dendam kepada lawan-Ku, dan mengadakan pembalasan kepada yang membenci Aku. Aku akan memabukkan anak panah-Ku dengan darah, dan pedang-Ku akan memakan daging: darah orang-orang yang mati tertikam dan orang-orang yang tertawan, dari kepala-kepala musuh yang berambut panjang.” (Ulangan 32:41-42)
Selama beberapa abad orang-orang Kristen telah terilhami oleh ayat-ayat Alkitab di atas, yang mendukung dan memuliakan perang, menggunakan kekerasan untuk menyebarkan agama mereka. Bahkan sampai hari inipun, banyak kita temui unsur-unsur militer di dalam agama Kristen. Organisasi Salvation Army (Laskar Keselamatan) memakai semboyan “Darah dan Api”; hymne yang mengumandangkan “Majulah laskar Kristen berjalan menuju perang”; ucapan seperti “Pujilah Tuhan dan serahkan amunisi (senjata)” dan lain-lain. Di dalam Alkitab juga berisi lusinan contoh di mana Tuhan membantu pengikutNya untuk menguasai kota-kota, membunuh penduduk dan mengalahkan laskar perang (misalnya Bilangan 21:1-3, Bilangan 31:1-2, Ulangan 3:3-7, Yosua 11:6-11, dll). (Catatan dari penterjemah: Kembali lagi kita diingatkan bahwa ayat-ayat di atas telah menggerakkan kekerasan. Bisa kita lihat sendiri dengan situasi kerusuhan di berbagai tempat di dunia, dan di negeri kita sendiri. Ambon adalah salah satu contoh paling nyata dan paling baru yang kita lihat sendiri.)
Mengenai tawanan perang, Tuhan berkata: “Dan TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan mereka kepadamu, sehingga engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali. Janganlah engkau mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau mengasihani mereka.” (Ulangan 7:2)
“Engkau harus melenyapkan segala bangsa yang diserahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu; janganlah engkau merasa sayang kepada mereka dan janganlah beribadah kepada allah mereka, sebab hal itu akan menjadi jerat bagimu.” (Ulangan 7:16)
Bahkan orang Kristen sering terkejut ketika mereka membaca ayat-ayat tersebut. Orang-orang Buddha justru merasa bahwa ayat-ayat tersebut mengukuhkan penolakan mereka terhadap Tuhan Kristen, dan keyakinan mereka dalam ajaran Sang Buddha.
Apa sikap Sang Buddha terhadap perang? Tidak ada satu contohpun di mana Sang Buddha menyetujui peperangan, mendukung peperangan, atau bahkan ikut berperang. Justru sebaliknya, Sang Buddha mengajak semua untuk hidup dalam kedamaian dan kerukunan, seperti yang diutarakan di pernyataan berikut:
“Sang Buddha adalah seorang pemersatu bagi mereka yang bermusuhan dan pendukung mereka yang telah bersatu, turut bergembira dalam damai, mencintai perdamaian, menyukai perdamaian, beliau adalah seorang yang memuji perdamaian” (Digha Nikaya, Sutta No.1)
Sang Buddha Menjadi Contoh Perdamaian
“Meninggalkan pembunuhan, bhikkhu Gautama hidup menghindari diri dari membunuh, beliau tidak menggunakan tongkat ataupun pedang, beliau hidup dengan penuh perhatian, belas kasihan dan simpati kepada yang lain“ (Digha Nikaya, Sutta No.1)
“Sang Buddha tidak hanya puas (Catatan dari penterjemah: puas dalam arti: Buddha lebih suka) Buddha dengan omongan dan ucapan tentang perdamaian. Buddha juga tidak puas kalau hanya diriNya yang hidup dalam damai. Beliau secara aktif mendukung kedamaian dengan berusaha menghentikan peperangan. Ketika saudara-saudaraNya hendak pergi perang untuk merebut bagian air sungai Rohini, Sang Buddha tidak memihak siapapun. Sang Buddha tidak mendukung saudara-saudaraNya untuk ikut perang, tidak membantu dalam taktik peperangan, atau tidak menyuruh saudara-saudaraNya untuk tidak memberi ampun kepada musuh,- berbeda dengan apa yang akan dilakukan Tuhan. Akan tetapi, Sang Buddha berdiri di antara kedua pihak dan berkata,”Mana yang lebih berharga? Darah atau air?” Para tentara menjawab,”Darah lebih berharga, Tuan.” Lalu Sang Buddha berkata,”Lalu bukankah sangat tidak masuk akal untuk mengorbankan darah demi air?” Kedua belah pihak akhirnya meletakkan senjata dan tercapailah perdamaian.” (Dhammapada Atthakata Book 15,1)
Sang Buddha telah menyingkirkan kebencian dan mengisi pikiranNya dengan cinta dan belas kasihan. Menyetujui peperangan adalah hal yang mustahil bagi Sang Buddha.
Ide Tentang Keadilan
Keadilan adalah qualitas (catatan penterjemah: kemampuan) untuk menjadi adil, dan seorang yang adil bertindak secara adil dan sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Akan tetapi ide-ide tentang keadilan dan kebenaran berbeda dari jaman yang satu ke jaman yang lain, juga berbeda dari sudut perorangan. Orang Kristen menyatakan bahwa Tuhan itu Maha Adil, maka dengan meneliti tindakan-tindakan Tuhan, kita akan bisa tau konsep keadilan bagi Tuhan.
Tuhan memberi tahu kita bahwa semua orang yang tidak patuh kepadanya akan dihukum “tujuh kali lebih berat” (Imamat 26:18), yang berarti satu kali berbuat dosa dihukum tujuh kali. Tuhan tentunya menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sangat adil dan sepadan. Dia juga memberitau kepada kita bahwa dia akan menghukum anak-anak tak berdosa, cucu-cucu, dan cicit-cicit dari mereka yang berdosa.
“Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku.” (Ulangan 5:9)
Ini juga dikenal sebagai menghukum sekaligus banyak; menghukum seluruh anggota keluarga atau kelompok atas kesalahan yang dilakukan oleh salah satu dari anggota keluarga atau kelompok tersebut. Menghukum sekaligus banyak justru dikecam di jaman sekarang karena menghukum sekaligus banyak itu tidak adil dan tidak sepadan. Akan tetapi Tuhan ternyata menganggap hukuman itu cukup adil.
Tuhan juga memberitahu kita bahwa bahkan kesalahan yang sangat kecil sekalipun haruslah dihukum mati. Contohnya, mereka yang bekerja pada hari Minggu harus dilempari batu sampai mati. Pernah sekali seorang ditemukan mengumpulkan kayu bakar pada hari Minggu, dan Tuhan berkata kepada Musa dan orang-orang yang menangkap orang itu:
“Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. Lalu orang-orang yang mendapati dia sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan.” Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa.” (Bilangan 15:32-36)
Hukuman yang adil seharusnya setimpal dengan kejahatan yang diperbuat. Ide Tuhan tentang keadilan tidaklah menjunjung tinggi ide di atas. Kita diberitahu bahwa semua yang tidak mencintai Tuhan akan menderita hukuman abadi di neraka. Banyak orang di dunia ini yang baik hati, jujur dan bermurah hati yang tidak percaya kepada Tuhan, dan menurut Tuhan mereka akan ke neraka. Apakah ini adil? Menurut Tuhan, iya ini adil.
Apakah Buddha adil? Sang Buddha telah mencapai kebebasan dan penerangan sempurna, dan dia mengajarkan kepada orang banyak untuk mencapai kebebasan itu. Tidak seperti Tuhan, Sang Buddha bukanlah pencipta hukum, bukanlah seorang hakim atau seorang pemberi hukuman. Beliau adalah seorang guru. Dalam berhubungan dengan banyak orang, beliau sangatlah adil, lembut dan penuh maaf dan menganjurkan pengikut-pengikutNya untuk mengikuti jejak tingkah laku beliau. Kalau seorang berbuat salah, dia berkata orang lain tidak perlu menghukum orang yang berbuat salah itu.
“Ketika kita hidup bersama di dalam kerukunan, seorang rekan Bhikkhu mungkin akan melakukan kesalahan, sebuah pelanggaran. Akan tetapi janganlah kamu secara berbondong-bondong mengutuk dia, kesalahan itu haruslah diteliti secara seksama terlebih dahulu.” (Majjhima Nikaya, Sutta No. 103)
Sebagai tambahan, ketika seorang sedang diusut, orang lain hendaknya tidak terpengaruh oleh prasangka atau berpihak pada pihak tertentu, dan perlu melihat kedua sisi dari kasus tersebut. “Bukan dengan memberi keputusan yang berburu-buru seseorang menjadi adil. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang menyelidiki kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak membuat keputusan secara sewenang-wenang, tetapi menyampaikan keputusan secara tidak memihak dan sesuai dengan kenyataan yang ada, orang itulah yang menjadi pelindung hukum, dan bisa kau sebut adil.” (Dhammapada 256-257) (Catatan dari penterjemah: Bukanlah seorang adil, ia yang membuat keputusan tergesa-gesa (terpengaruh oleh keinginan, kebencian, ketakutan dan kebodohan)).
Sedangkan dalam hal hukuman, Sang Buddha tentunya akan berpendapat bahwa melempari batu seseorang sampai mati atau segala jenis hukuman mati sebagai sesuatu yang kejam. Beliau sendiri selalu bersedia memaafkan. Pernah sekali seorang yang bernama Nigrodha bertindak jahat kepada Sang Buddha, tetapi kemudian menyadari kesalahannya dan menyadari kesalahannya kepada Sang Buddha. Dengan penuh kasih dan maaf Sang Buddha berkata:
“Tentu saja, Nigrodha, pelanggaran telah kau perbuat, ketika melalui kebodohan, ketidaktahuan, dan kejahatan engkau berkata seperti itu kepadaku. Tapi engkau telah mengetahui pelanggaran yang kau lakukan dan menebus kesalahanmu dengan kebenaran, saya terima pengakuan salahmu” (Digha Nikaya, Sutta No.25)
Sang Buddha memaafkan semua tanpa peduli apakah mereka menerima ajaranNya atau tidak, dan bahkan jika Nigrodha menolak untuk meminta maaf kepada Sang Buddha, Sang Buddha tidak akan mengancam untuk menghukum Nigrodha. Bagi Sang Buddha, tanggapan yang layak kepada kejahatan atau kesalahan adalah untuk tidak mengancam untuk menghukum. Menurut Sang Buddha, tanggapan yang layak kepada kejahatan atau kesalahan adalah pendidikan dan sifat memaafkan. Seperti yang Beliau utarakan:
“Oleh tiga macam hal seorang bijaksana bisa dikenal. Apakah tiga macam hal itu? Dia melihat kesalahanya sendiri apa adanya. Ketika dia melihat kesalahan itu apa adanya dia memperbaiki kesalahan tersebut dan ketika orang lain mengakui kesalahan, orang bijaksana selayaknya memaafkan kesalahan yang diakui itu.” (Anguttara Nikaya, Book of Threes, Sutta No.10)
Sikap Terhadap Penyakit
Penyakit, kesakitan dan wabah penyakit telah menjadi momok manusi selama berabad-abad, menyebabkan penderitaan dan kesedihan yang tidak bisa dijelaskan. Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan selalu menganggap penyakit sebagai cara yang berguna untuk menyampaikan kemarahanNya dan menyampaikan balas dendamNya. Ketika raja-raja Firaun menolak untuk melepaskan kaum Yahudi (Catatan dari penterjemah: Raja-raja Firaun yang berkeras hati itu ternyata adalah atas kehendak Tuhan. Simaklah Keluaran 9:12), Tuhan menimbulkan nanah busuk ke seluruh orang Mesir (Keluaran 9:8-12). Tuhan menggunakan penderitaan semacam itu untuk menghukum pria, wanita, anak-anak dan bayi-bayi atas dosa yang dilakukan oleh satu orang. Selanjutnya Tuhan membuat semua anak laki-laki pertama di dalam keluarga untuk mati. Dia berkata:
“Maka tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir akan mati, dari anak sulung Firaun yang duduk di takhtanya sampai kepada anak sulung budak perempuan yang menghadapi batu kilangan, juga segala anak sulung hewan. Dan seruan yang hebat akan terjadi di seluruh tanah Mesir, seperti yang belum pernah terjadi dan seperti yang tidak akan ada lagi.” (Keluaran 11:5-6) (Catatan dari penterjemah: Ini juga membuktikan hal lain yang mungkin tidak diulas oleh A L De Silva tentang ayat di atas. Di dalam ayat tersebut, Tuhan tampaknya begitu sayang kepada orang Yahudi, sehingga orang-orang Mesir harus menderita ketika orang Yahudi menjadi tawanan. Seperti yang kita ketahui orang-orang Mesir adalah ciptaan Tuhan juga, lalu mengapa Tuhan pilih kasih? Ini membuktikan bahwa Tuhan tidak sempurna, penuh kemarahan, penuh dendam, pilih kasih, tidak adil. Bagi semua yang membaca, setelah membaca ayat-ayat yang mengerikan itu, janganlah takut, karena jelas tidak mungkin hukuman yang mengerikan itu jatuh kepada Anda.)
Masih ada contoh jelas yang menjelaskan ide Tuhan tentang keadilan dan kasih sayang. Ribuan pria, anak laki-laki, dan bayi-bayi tak berdosa yang tak terhitung jumlahnya dibunuh oleh Tuhan hanya karena raja Firaun tidak mau mengikuti perintah Tuhan. Di beberapa tempat yang tertera di dalam Alkitab, Tuhan menjanjikan bahwa dia akan menimbulkan penyakit yang menyeramkan kepada semua yang tidak mengikuti hukum-hukum tauratNya.
“TUHAN akan mendatangkan penyakit sampar kepadamu, sampai dihabiskannya engkau dari tanah, ke mana engkau pergi untuk mendudukinya. Tuhan akan menghajar engkau dengan batuk kering, demam, demam kepialu, sakit radang, kekeringan, hama dan penyakit gandum; semuanya itu akan memburu engkau sampai engkau binasa.” (Ulangan 28:21-22)
“TUHAN akan menghajar engkau dengan barah Mesir, dengan borok, dengan kedal dan kudis, yang dari padanya engkau tidak dapat sembuh.” (Ulangan 28:27)
“maka TUHAN akan menimpakan pukulan-pukulan yang ajaib kepadamu, dan kepada keturunanmu, yakni pukulan-pukulan yang keras lagi lama dan penyakit-penyakit yang jahat lagi lama. Ia akan mendatangkan pula segala wabah Mesir yang kautakuti itu kepadamu, sehingga semuanya itu melekat kepadamu. Juga berbagai-bagai penyakit dan pukulan, yang tidak tertulis dalam kitab Taurat ini, akan ditimbulkan TUHAN menimpa engkau, sampai engkau punah.” (Ulangan 28:59-61)
Terkadang Tuhan bahkan menimbulkan wabah penyakit yang ganas kepada orang hanya untuk menguji iman orang tersebut. Untuk menguji Ayub, Tuhan membiarkan semua anak Ayub untuk mati (Ayub1:18-19) dan Ayub sendiri dikenai penyakit yang parah (Ayub 2:6-. Begitu dalamnya penderitaan Ayub, Ayub sendiri bahkan berharap dia tidak pernah di lahirkan (Ayub 3:1-26)
Tuhan bahkan membuat orang menjadi buta dan membiarkan mereka hidup mengemis dan meraba-raba dalam kegelapan, supaya Tuhan bisa menyembuhkan mereka dan memamerkan keajaiban akan kekuatan Tuhan (Yohanes 9:1-4). Tentunya Tuhan melihat bahwa membuat orang sakit, menciptakan penyakit adalah cara yang berguna untuk menghukum orang dan menunjukkan kekuasaanNya.
Sekarang marilah kita lihat sikap Sang Buddha kepada penyakit. Sang Buddha melihat penyakit dan kesakitan sebagai bagian dari penderitaan, yang mana beliau ajarkan cara-cara untuk terbebas dari penderitaan itu. Beliau juga disebut sebagai “dokter yang penuh kasih sayang”. Tidak pernah ada contoh di mana Sang Buddha menyebabkan penderitaan untuk menghukum orang-orang atau karena Sang Buddha marah kepada mereka. Sang Buddha sangat mengerti bahwa selama kita mempunyai tubuh, kita akan bisa terkena penyakit. Beliau mengajak kita untuk mencapai Nibbana dan terbebas dari penderitaan selamanya. Di saat beliau mencoba untuk memecahkan masalah sampai ke akar-akarnya, beliau juga melakukan hal-hal yang nyata untuk menyembuhkan orang sakit supaya sembuh kembali. Tidak seperti Tuhan yang justru menimbulkan penyakit, Sang Buddha memberikan nasihat-nasihat yang berguna untuk membantu dan meringankan penderitaan si sakit. (Catatan dari penterjemah: Paragraf di atas justru menjadi inti pertama dan utama dari ajaran Sang Buddha yang sering di sebut Empat Kesunyataan Mulia atau dalam bahasa Inggrisnya The Four Noble Truths. Keempat itu adalah: Dukkha (penderitaan), Dukkha Samudaya (sumber penderitaan), Dukkha Nirodha (terhentinya Dukkha atau pencapaian Nibbana), dan Magga (jalan menuju terhentinya Dukkha))
“Dengan lima unsur seseorang bisa merawat si sakit. Lima Unsur apa? Pertama adalah menyiapkan pengobatan yang benar; seorang yang tahu apa yang baik untuk si pasien dan menyediakannya, apa yang tidak baik, tidak disediakan; seseorang merawat dengan penuh kasih dan tanpa ada keinginan dibalik perawatannya itu; seseorang yang tidak jijik terhadap pengeluaran yang keluar dari tubuh pasien, air kencing, muntahan dan air ludah; dan dari waktu ke waktu dapat mengarahkan, membangkitkan semangat, membuat ceria dan memuaskan si sakit dengan pembabaran Dhamma” (Anguttara Nikaya, Book of Fives, Sutta No.124)
Beliau tidak hanya mengajarkan hal di atas, tapi juga mempraktekkannya sesuai apa yang diajarkan oleh beliau sendiri. Ketika sekali waktu, beliau menemukan seorang bhikkhu yang sakit, terlantar dan berbaring di atas kotoran sendiri, Sang Buddha memandikannya, menenangkannya dan memanggil bhikkhu yang lain dan berkata kepada mereka, “Kalau kamu bersedia merawat saya, rawatlah juga mereka yang sakit.” (Vinaya, Mahavagga . Ketika Tuhan marah, dia akan menimbulkan penyakit-penyakit kepada orang dan melihat mereka menderita. Ketika Sang Buddha melihat orang yang sakit, dengan penuh kasih sayang, beliau melakukan semua yang bisa beliau lakukan untuk merawat mereka sampai sembuh.
Menciptakan Kejahatan
Tuhan menciptakan semua yang baik, tetapi karena Tuhan menciptakan segalanya, dia juga menciptakan yang jahat. Tuhan sendiri yang berkata:
“yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yangmembuat semuanya ini.” (Yesaya 45:7- (Lihat juga Roma 11:32)
Ketika kita merenungkan tentang alam, kita ingat bahwa Tuhan telah menciptakan segalanya, berarti kita sudah harus tau maksud dari kata-kata di atas. Kuman lepra menyebabkan penderitaan yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata, dan kuman lepra itu diciptakan oleh Tuhan. Kuman penyakit paru-paru (TBC) membunuh dan membuat menderita jutaan manusia setiap tahun, dan kuman itu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan bakteri penyebab wabah, kutu dan serangga, tikus-tikus beserta penyakit pes yang mana selama beratus-ratus tahun telah membunuh ratusan juga nyawa. Di tahun 1665, 68 ribu orang mati oleh karena wabah di London. Tak diragukan lagi, contoh-contoh di atas adalah arti yang dimaksud oleh Tuhan ketika Tuhan bilang dia menciptakan kegelapan dan kejahatan. Tetapi Tuhan juga menciptakan kejahatan yang lain. Tuhan sendiri berkata: “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya? (Amos 3:6)
(Catatan dari penterjemah: Terlintas begitu banyak malapetaka yang melanda manusia di segala penjuru dunia, dan juga peristiwa 14 Mei 1998 di Jakarta yang mana menelan banyak korban pembunuhan, pemerkosaan, dan kejahatan-kejahatan lain.)
Tentu saja ayat di atas menuju kepada bencana alam seperti gempa bumi, kebakaran, perselisihan di dalam masyarakat, peperangan dan segala macam bentuk kejahatan yang telah begitu sering melanda kota-kota yang dibangun oleh manusia. Kita juga membaca di Alkitab bahwa bahkan roh-roh kejahatan berasal dari Tuhan. Di 1 Samuel 16:14-16, kita diberitahu bahwa roh kejahatan yang berasal dari Tuhan meyiksa Saul.
Apakah Sang Buddha menciptakan kejahatan? Buddha bukanlah pencipta seperti konsep Tuhan orang Kristen, maka Buddha tidak mungkin bisa dituduh bertanggungjawab atas “kegelapan dan kejahatan”. Satu-satunya hal yang beliau “ciptakan” adalah Dhamma yang beliau temukan dan sebarkan ke seluruh dunia. Dan Dhamma yang diajarkan itu telah membawa cahaya kebaikan, kelembutan di manapun Dhamma di babarkan.
Pengorbanan-Pengorbanan
Di dalam Kitab Perjanjian Lama ketika orang-orang melanggar hukum Taurat Tuhan, Tuhan akan menjadi sangat marah dan satu-satunya cara bagi pelanggar hukum Taurat untuk bertobat dan meredakan murka Tuhan adalah dengan mempersembahkan kurban binatang. Tuhan sendiri yang memberitahu bagaimana cara-cara untuk membunuh dan memotong binatang itu.
“Jikalau persembahannya kepada TUHAN merupakan korban bakaran dari burung, maka haruslah ia mempersembahkan korbannya itu dari burung tekukur atau dari anak burung merpati. Imama harus membawanya ke mezbah, lalu memulas kepalanya dan emmbakarnya di atas mezbah. Darahnya harus ditekan ke luar dari dinding mezbah. Temboloknya serta dengan bulunya haruslah disisihkan dan dibuang ke samping mezbah sebelah timur, ke tempat abu. Dan ia harus mencabik burung itu pada pangkal sayapnya, tetapi tidak sampai terpisah; lalu imam harus membakarnya di atas mezbah, di atas kayu yang sedang terbakar; itulah korban bakaran, suatu korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN.” (Imamat 1:14-17)
Tuhan bilang ketika daging, lemak, kulit dan tulang dari kurban binatang itu dilemparkan ke dalam api dan terbakar, dia menyukai aromanya. (Imamat 1:9, 1:17). Tapi tidak semua kurban yang Tuhan minta adalah binatang; terkadang Tuhan juga meminta kurban manusia. Tuhan pernah berkata kepada Abraham: “Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” (Kejadian 22:2)
Abraham membawa anaknya ke tempat yang telah ditujukan oleh Tuhan, membangun altar, membaringkan anaknya di atas altar tersebut dan mengangkat pisaunya tinggi-tinggi. Persis sebelum Abraham menyayat leher anaknya sendiri, Abraham dihentikan oleh seroang malaikat. (Kejadian 22:12). Barangkali, Abraham adalah pengikut yang setia karena telah dengan buta dan tanpa menyanggah rela melakukan apa saja yang diperintahkan Tuhan, bahkan sampai sejauh mempersiapkan untuk memotong anaknya sebagai kurban kepada Tuhan.
Beberapa abad berikutnya, dosa manusia menjadi begitu buruk sehingga kurban binatang juga sudah tidak cukup untuk memenuhi tuntutan kemurkaan Tuhan. Tuhan meminta kurban yang lebih besar, lebih berharga – anakNya sendiri, Yesus. Sekali lagi darah diperlukan untuk menebus dosa orang berdosa yang mana akan mempersatukan orang berdosa dengan Tuhan. Sehingga orang Kristen jaman sekarang sering berkata, “dosa kita telah dibersihkan oleh darah Yesus.” (Catatan dari penterjemah: Orang Kristen juga akan mengatakan bahwa kasih sayang Tuhan kepada manusia begitu besar sehingga Yesus rela mati untuk menebus dosa manusia. Sekilas pandang, pernyataan ini sangat menyentuh hati. Akan tetapi marilah kita teliti dengan seksama. Seperti yang telah di ulas, Tuhan sendiri yang berkata bahwa dia sudah memilih siapa yang akan masuk surga bersamaNya bahkan sebelum alam semesta ini diciptakan. Lalu untuk apa lagi mengorbankan anakNya, Yesus, untuk menebus dosa manusia? Sangat tidak masuk akal.)
(Catatan dari penterjemah: Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah, orang yang mengurbankan kurban binatang ataupun manusia adalah orang yang berdosa kepada Tuhan. Lalu kepada siapa Tuhan mengorbankan anakNya sendiri? Tampaknya Tuhan juga telah berdosa kepada “mahluk yang lebih tinggi” sehingga perlu menyerahkan kurban untuk memuaskan mahluk yang lebih tinggi itu, seperti yang dia minta dari manusia.)
Apa pendapat Sang Buddha tentang kurban binatang atau manusia? Pada jaman Sang Buddha masih hidup, dewa-dewa Hindu dipersembahkan kurban binatang seperti Tuhan Kristen, sehingga Buddha sangatlah sadar akan adanya praktek kurban ini. Tetapi Sang Buddha menganggap kurban ini sebagai tindakan yang kasar, kejam dan tidak berguna.
“Pengurbanan kuda atau orang, Upacara Pembuangan, Minuman Pengurbanan, Upacara Kemenangan, upacara Penarikan Petir (para dewa), semua jenis upacara tidaklah sepadan dengan seperenambelas dari hati yang penuh dengan cinta, seperti pancaran bulan yang mengalahkan sinar-sinar bintang” (Anguttara Nikaya, Book of Eights, Sutta No.1)
Orang Kristen percaya bahwa kurban darah Yesus bisa membersihkan dosa-dosa mereka seperti orang Hindu yang percaya bahwa dosa-dosa mereka bisa dibersihkan dengan mandi di sungai-sungai yang dianggap suci. Sang Buddha mengkritik ide Hindu, sama halnya Sang Buddha akan mengkritik ide Kristen tersebut, kalau Sang Buddha tau tentang pengurbanan Kristen. Mempercayai bahwa darah, air atau semua unsur-unsur dari luar bisa menyucikan hati, yang mana adalah unsur dari dalam, tentu saja merupakan hal yang bodoh.
“Di Sungai Bahuka, di Adhikakka, bagian dari Gaya, bagian dari Sundrika, para Sarassati, para Payaga atau Bahumati, si orang bodoh itu bisa membasuh diri berkali-kali tetapi tidak bisa membersihkan kelakuan-kelakuan buruk yang diperbuatnya. Apa yang bisa dilakukan oleh sungai-sungai Sundrika, Payaga atau Bahumati lakukan? Sungai-sungai itu tidak bisa membersihkan amarah, kelakuan-kelakuan orang jahat. Bagi yang berhati suci, setiap hari adalah hari yang beruntung. Bagi yang berhati suci, setiap hari adalah hari yang suci.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.7)
Dengan bermandikan darah atau mandi di sungai suci adalah pengganti yang tidak sebanding dengan menyucikan diri sendiri dengan berbuat hal-hal yang suci. Satu-satunya pengorbanan yang Buddha minta dari kita adalah bagi kita untuk mengorbankan keegoisan (mementingkan diri sendiri) dan mengganti keegoisan itu dengan cinta kasih, kebijaksanaan dan belas kasihan.
Cinta Kasih
Kita diberitahu bahwa Tuhan itu penuh cinta kasih dan Alkitab seringkali menyebutkan bahwa cinta kasih adalah salah satu kualitas dari Tuhan. Akan tetapi, ada beberapa macam cinta kasih. Seseorang bisa saja mencintai anaknya sendiri akan tetapi membenci anak tetangga. Seseorang mungkin punya cinta yang besar kepada negerinya sendiri, tetapi mempunyai kebencian yang membara terhadap negara lain. Meskipun kita bisa mencintai seseorang secara mendalam, kita bisa saja, lewat perubahan situasi, sehingga timbul perbedaan dan bahkan timbul kebencian kepada orang yang tadinya kita cintai. Cinta yang disebut di atas adalah jenis cinta tingkat rendah, yang kurang mantap, jenis cinta yang dirasakan oleh orang-orang biasa. Tentu saja ada jenis cinta yang lebih mulia, lebih menyeluruh. Jenis cinta yang lebih tinggi inilah yang sangat sering dijelaskan di dalam tulisan-tulisan Buddhis dan juga di dalam Alkitab. Di kitab Korintus kita bisa membaca:
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.” 1 Korintus 13:4-5
Apakah Tuhan menunjukkan jenis cinta yang lebih tinggi ini? Marilah kita teliti. Kita seringkali diberitahu bahwa cinta itu penuh kesabaran. Kesabaran diterangkan sebagai kemampuan untuk menunggu dengan tenang untuk jangka waktu yang lama, untuk mengontrol diri sendiri ketika marah, khususnya kemarahan terhadap kebodohan dan keterlambatan. Kita ltelah melihat bahwa Tuhan marah setiap hari (Mazmur 7:12) dan dia sangat cepat marah (Mazmur 2:11-12). Tentunya Tuhan mempunyai sedikit sekali kesabaran.
Seringkali juga kita dengar bahwa cinta itu lemah lembut. Apakah Tuhan lemah lembut? Bacalah Ulangan 28:15-68 dimana Tuhan menjelaskan dalam kata-katanya sendiri sekejam apa dia bisa berbuat. Bacaan-bacaan yang mengejutkan ini membuktikan kita dengan tanpa ragu-ragu lagi bahwa Tuhan sangat mampu berbuat kekejaman yang mengerikan. Tentu saja bisa kita simpulkan bahwa Tuhan tidaklah selalu lemah lembut. Juga kita dengar bahwa cinta itu tidaklah iri terhadap yang lain. Iri hati, tentunya, sangat mirip dengan kedengkian dan Tuhan sering sekali mengaku bahwa diriNya sangatlah dengki. Dia mengatakan: “Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu.” (Ulangan 4:24)
Kita juga diberitahu bahwa cinta itu tidak sombong dan tidaklah angkuh. Apakah Tuhan tidak sombong dan tidak angkuh? Terlihat jelas sekali bahwa Alkitab tidaklah memberikan pengertian kepada kita bahwa Tuhan itu rendah hati dan tidak sombong. Tuhan seringkali berkata kepada Ayub betapa hebatnya diriNya. (Ayub 40:4) dan pada akhirnya menyombongkan dirinya: “Orang yang nekatpun takkan berani membangkitkan marahnya. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Aku? Siapakah yang menghadapi Akuy, yang Kubiarkan tetap slamat? Apa yang ada di seluruh kolong langit, adalah kepunyaan-Ku.” (Ayub 41:1-2)
Berikutnya kita juga diberitahu bahwa cinta itu tidaklah mudah marah. Telah kita buktikan bahwa Tuhan itu cepat sekali marah.
“Supaya Ia jangan murka dan kamu binasa di jalan, sebab mudah sekali murka-Nya menyala.” (Mazmur 2:11)
Akhirnya, kita diberitahu bahwa cinta itu tidaklah menghitung kesalahan yang diperbuat, cinta itu memaafkan dan melupakan kesalahan. Apakah Tuhan menghitung kesalahan yang diperbuat? Tuhan berkata bahwa dia akan menghukum anak-anak, cucu-cucu dan cicit-cicit dari mereka yang berbuat salah. (Ulangan 5:9). Untuk bisa menghukum semua keturunan dari orang bersalah, Tuhan tentunya mencatat dosa-dosa ynag diperbuat dan mengingat kesalahan-kesalahan tersebut. Yesus berkata bahwa Tuhan tidak akan pernah memaafkan mereka yang menghina Roh Kudus (Lukas 12:10).
Kita juga diberitahu bahwa Tuhan memasukkan para pendosa dan mereka yang tidak percaya ke dalam neraka abadi. Dalam kata lain, tuhan menolak untuk memaafkan mereka. Secara singkat bisa disimpulkan bahwa Tuhan mencatat dan menghitung dosa manusia untuk selama-lamanya. Sangatlah jelas sekali lagi bahwa Tuhan tidak menunjukkan kualitas cinta tingkat tinggi.
Bagaimana dengan Buddha? Apakah Beliau menunjukkan jenis cinta yang tertinggi? Ciri-ciri pertama dari cinta tertinggi adalah kesabaran, dan tidak pernah sekalipun tercatat di dalam Tipitaka bahwa Buddha tidak sabar. Bahkan ketika Beliau dimaki dan dihina, Beliau tetaplah tenang dan sabar. Semua tingkah laku Sang Buddha menunjukkan ketenangan, dan kesabaran yang luar biasa. Ketika Asurinda mengutuk dan mencaci-maki Sang Buddha, Beliau dengan kalem menjawab:
“Barangsiapa yang mencaci-maki orang yang mencaci-maki dia adalah orang yang dua kali lebih buruk. Untuk menahan diri dari pembalasan adalah untuk memenangkan pertempuran yang sulit dimenangkan. Jika seseorang tahu bahwa seorang yang lain sedang marah tapi dia sendiri menahan diri dari kemarah, orang yang menahan kemarahan itu telah berbuat yang terbaik untuk dirinya sendiri dan untuk orang yang marah itu. Orang tersebut adalah penyembuh dari kedua belah pihak.” (Samyutta Nikaya, Chapter Seven, Sutta No.3) (Catatan dari penterjemah: Dalam paragraf di atas, perlu kita ketahui bahwa pertempuran yang disebut oleh Sang Buddha adalah pertempuran melawan diri sendiri, pertempuran melawan diri sendiri untuk tidak marah dan menahan kesabaran tidaklah mudah. Bukan pertempuran yang saling membunuh.)
Sang Buddha yang selalu sabar, adalah juga Sang Buddha yang terbebas dari kemarahan. Bahkan ketika sepupu Sang Buddha mencoba untuk membunuhNya, Sang Buddha menunjukkan rasa kasihan dan pengertian.
Kita juga sering diberitahu bahwa cinta itu lemah lembut. Apakah Buddha lemah lembut? Sekali lagi, tidak pernah sekalipun Sang Buddha menjadi tidak lemah lembut. Sang Buddha selalu lemah lembut dan penuh cinta kasih – bukan hanya kepada orang yang menerima ajaranNya, akan tetapi juga kepada pengikut-pengikut semua aliran kepercayaan, bukan hanya kepada orang yang baik, tapi juga kepada orang yang jahat, bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada binatang. Beliau berkata: “Siapapun hendaknya tidak berbuat hal yang tidak mengasihi, hal tidak mengasihi yang orang bijaksana akan mengutuk. Dan dia hendaknya berpikir,”Semoga semua mahluk hidup aman dan berbahagia. Mahluk apapun yang ada, yang bergerak atau yang tidak, tinggi, sedang atau pendek, besar atau kecil, terlihat atau tidak terlihat, yang tinggalnya jauh ataupun dekat, yang sedang ada, atau yang belum ada, semoga mereka semua berbahagia.”
Dia hendaknya tidak menyakiti yang lain atau memandang hina siapapun juga dengan alasan apapun juga. Hendaknya tidaklah mengharapkan kesakitan atas orang lain yang disebabkan oleh kemarahan atau kedengkian. Seperti halnya seorang ibu yang akan melindungi anak satu-satunya meskipun harus mempertaruhkan nyawanya sendiri, demikian pula, dia hendaknya menumbuhkan cinta yang tak terbatas kepada semua mahluk di dunia.” (Sutta Nipata, Verses 145-149)
Sang Buddha tidak hanya mengajarkan, tetapi Beliau juga melaksanakan semua yang Beliau ajarkan. Tuhan mengatakan bahwa Dia pencemburu dan dengan ucapan ini, Dia cemburu kepada tuhan-tuhan lain dan agama-agama lain. Dia mau semua orang untuk menyembah dan memuja Dia. Begitu cemburunya Dia, Dia berkata pengikut-pengikutnya harus membunuh bahkan anak mereka sendiri kalau anak mereka memuja tuhan lain. (Ulangan 13:6) dan Tuhan benci kepada pengikut-pengikut agama lain.
“Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia” (Mazmur 31:7)
“Aku beroleh pengertian dari titah-titahMu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta.” (Mazmur 119:104)
Apakah Buddha cemburu kepada kepercayaan lain? Tentu saja tidak! Seorang yang bernama Upali dulunya adalah pengikut agama Jain. Sang Buddha menjelaskan Dhamma kepada Upali dan sesudahnya Upali memutuskan untuk menjadi seorang Buddhis. Sang Buddha tidak merasa diagungka, beliau juga tidak berambisi untuk menarik Upali. Malahan Sang Buddha menasehati Upali untuk memikirkan secara matang sebelum membuat keputusan yang demikian pentingnya:
“Lakukan penyelidikan yang seksama terlebih dahulu, Upali. Penyelidikan yang seksama ada baiknya untuk orang yang terkenal seperti Anda.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.56) (Catatan dari penterjemah: Mungkin ada dari kita yang masih tidak yakin akan ajaran Sang Buddha. Mungkin juga orang-orang Kristen yang setelah membaca buku ini, ingin tau lebih banyak tentang ajaran Sang Buddha. Untuk mengetahui dan menyelidiki lebih banyak. Tema-tema seperti Empat Kesunyataan Mulia (Four Noble Thruths), Pancasila Buddhis, Delapan Jalan Kebenaran (Noble Eightfold Paths), Empat Keadaan Yang Gilang Gemilang (Brahma-Vihara: Metta, Karuna, Mudita, Upekkha) adalah tema inti yang sekaligus juga tema awal bagi semua orang yang memulai penyelidikan terhadap ajaran Sang Buddha. Tema-tema tersebut juga berguna untuk mengingatkan kita dari berbagai tingkat pengetahuan Buddhis, supaya tetap kita amalkan daripada hafalkan. Bab 7 dari buku ini juga membahas beberapa dari tema di atas dengan cukup mendasar dan mudah dimengerti.)
Sang Buddha kemudian menyarankan Upali untuk tetap menawarkan derma kepada agama Jain. Beliau mengatakan karena Beliau bisa melihat kebaikan di semua agama, dan karena beliau telah terbebas dari kedengkian dan iri hati.
Vacchagotta berkata kepada Sang Buddha, “Saya telah mendengar yang dikatakan orang bahwa Kamu pernah berkata bahwa derma baik hendaknya hanya diberikan kepada Kamu dan murid-muridMu, bukan kepada guru-guru dan murid-murid ajaran lain.” Kemudian Sang Buddha berkata,”Mereka yang berkata hal seperti itu tidaklah menyebarkan ucapan-ucapan Saya, mereka tidak mewakili Saya dan berbohong. Sebenarnya, siapapun yang menghasut orang untuk tidak berbuat kebaikan, menghalangi dalam tiga cara. Dia telah menghalangi si pemberi untuk berbuat kebaikan, dia telah menghalangi si penerima untuk bisa terbantu, dan dia menghalangi dirinya melalui kekejiannya.” (Anguttara Nikaya, Book of Threes, Sutta No.57)
Bahkan sampai jaman sekarangpun, para Kristen karismatik dan penyebar injil yang fundamental akan menolak untuk berhubungan dengan orang non-Kristen. Kalau sampai menolak untuk berhubungan dengan orang non-Kristen, tentu saja mereka tidak juga mau membantu orang non-Kristen.
Sang Buddha tidaklah sombong ataupun tinggi hati, Beliau tidak kasar ataupun pamer diri, Dia penyabar dan tidak mencatat kesalahan-kesalahan yang diperbuat kepadaNya. Dari hari pertama Beliau mencapai penerangan sempurna, semua pikiranNya, ucapanNya, dan perbuatanNya adalah penuh dengan kasih sayang dan belas kasihan. Salah satu orang yang hidup pada masa Sang Buddha berkata:
“Saya pernah mendengar pepatah ini,”Untuk hidup di dalam kasih sayang adalah sangat mulia” dan Sang Buddha adalah bukti dari ucapan tersebut karena kita bisa melihat Beliau hidup di dalam kasih sayang.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.55)
Beberapa ayat Alkitab yang dikutip di bab ini sangatlah mengejutkan; bahkan orang-orang Kristen menemukan ayat Alkitab itu menggelisahkan hati. Ketika kita menunjukkan ayat-ayat tersebut kepada mereka, mereka akan berkata bahwa ayat-ayat tersebut kebanyakan berasal dari Perjanjian Lama dan tidaklah menggambarkan Tuhan yang sebenarnya, akan tetapi ayat tersebut adalah apa yang penulis kitab-kitab itu kira tentang Tuhan. Sangatlah membingungkan untuk membahas Alkitab dengan orang-orang Kristen! Pada satu saat, Perjanjian Lama adalah firman Allah yang abadi, dan pada saat yang lain, Perjanjian Lama bukanlah firman Allah. Ketika orang-orang Kristen mengutip ayat-ayat dari Perjanjian Lama untuk membuktikan ajaran agamanya, Perjanjian Lama menjadi sumber injil yang mutlak. Ketika kita umat Buddha yang mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengejutkan itu, mereka berkata ayat tersebut hanyalah cermin dari pengertian manusia yang terbatas tentang Tuhan.
Gravelord- BLUE MEMBERS
-
Number of posts : 263
Age : 40
Location : Sungai Guntung
Job/hobbies : Freelancer / reading
Humor : anything will do
Reputation : 18
Points : 5113
Registration date : 2011-09-24
Re: Beyond Belief bab 4
monggo mampir yo
Gravelord- BLUE MEMBERS
-
Number of posts : 263
Age : 40
Location : Sungai Guntung
Job/hobbies : Freelancer / reading
Humor : anything will do
Reputation : 18
Points : 5113
Registration date : 2011-09-24
Re: Beyond Belief bab 4
Gravelord wrote:monggo mampir yo
pengertian dan pemahaman yg keliru mmg akan membawa pada kesesatan ,takut akan Tuhan yaitu mematuhi perintah dan menjauhi laranganNya ,takdir adalah mutlak dan tidak bisa dirubah ,lahir (kita tidak dpt menentukan sendiri lahir di keluarga kaya atau miskin ini contohnya), sedari awal cerita masa adam pun kita sudah mengetahuinya kalau sesungguhnya manusia telah diberikan segala kuasa untuk melakukan pilihan antara baik dan jahat .
cerita-cerita dan isi dalam alkitab adalah sesuatu yg dapat menjadikan manusia itu dan bertujuan baik sebagai pembelajaran bahwa pantas atau tidaknya seseorang itu dihukum jika sudah terlampau menyimpang dari suatu aturan yg telah dibuat oleh Tuhan.
bebas dalam menentukan pilihan tp kita sebagai manusia memang tidak sepatutnya mengomentari atau mencela perbuatan yg bakalan di lakukan dan dikerjakan oleh Tuhan .
pilihan jika melakukan perbuatan baik dan benar yg diperintah Tuhan akan mendapatkan berkat .
tetapi bagi yg memilih perbuatan jahat dan tidak benar akan mendapat kutuk.
sewaktu menjalani hidup kita seringkali tak terlepas dari perbuatan salah dan keliru tp jika itu telah disadari baik secara langsung atau mmg atas kehendak dari Tuhan ini mmglah adl misteri,jadi bersyukurlah jika sewaktu kita masih hidup ini seringkali diberikan hukuman ataupun situasi yg menyulitkan ,bagi yg menyadarinya dan tetap bersikap baik dan taat pastilah Tuhan tak akan mengingkari janjiNya ...yt kekal di surga .
jadi bukan plah patokan kehidupan di dunia ini sesungguhnya yg menjadi penilaian kalo orang tersebut kaya berarti sudah beroleh berkat . pencobaan itu bermacam2 ada yg dicobai karna dia kaya, ada yg dicobai karna dia miskin , ada yg dicobai karna suatu sakit atau alami musibah dan lain-lain asalkan kita tetap percaya pada Tuhan dan selalu menaruh pengharapan semua itu tidak akan menjadikan kita terbebani koq ...percayalah selalu akan Tuhan dan janjiNya karna mmg tuntutan Tuhan adalah ingin menjadikan manusia itu juga sempurna di hadapanNya , baik dan benar , selalu ingin mendekati dan dekat padaNya dan memuliakan Nya selalu .bukan malahan kita semakin menjauh daripadaNya (kalo ini sih setan /iblis yg menghendaki kita utk smakin menjauh , menyangkal, perbuat jahat) , iblispun tahu apa yg dapat dan diingini oleh manusia dan berbagai macam godaan-godaan yg bisa membuat manusia itu jangan sampai baik dan benar dihadapan Tuhan sama seperti dirinya(iblis)
siapa yg lolos akan hal ini akan menerima kemuliaan dan mendapat tempat di surga .(tak terlepas dengan menaruh pengharapan selalu lewat berdoa dan percaya akan Yesus(sbg panutan dan teladan jg pengorbananNya).
jika anda temui org2 kristen yg tidak baik dan benar atau melihat oknumnya anda bakalan kecewa mmg (Yesus pun juga bakal sedih melihat hal itu) karna org2 tersebut hanya akan membuat nama Tuhan dan kemulianNya menjadi tercemar saja. ok bro...semoga kita-kita selalu hidup berdampingan dan berdamai untuk sesuatu hal yg baik dan benar .
s4n7i- SILVER MEMBERS
- Number of posts : 1658
Reputation : 8
Points : 6437
Registration date : 2011-12-29
Re: Beyond Belief bab 4
LALU UTUK APA PATUNG BUDHA..DI BUAT BESAR2.......Gravelord wrote:Bab IV
Tuhan Atau Buddha, Siapa Yang Paling Tinggi?
Orang-orang Kristen memandang Tuhan sebagai pencipta dan penguasa. Sedangkan umat Buddha memandang Buddha sebagai panutan dan teladan untuk dicontoh. Meskipun umat Kristen belum pernah melihat Tuhan, mereka mengklaim bahwa mereka mengenal Tuhan melalui percakapan mereka dengan Tuhan lewat doa dan lewat perasaan bahwa Tuhan itu hadir. Umat Kristen juga mengklaim mereka bisa mengetahui kehendak Tuhan dengan membaca firman-firmanNya yang tercantum di Alkitab.
Orang Buddhis tidak berdoa kepada ataupun mengakui adanya Tuhan. Satu-satunya cara orang Buddhis mendengar faham ketuhanan adalah melalui Alkitab. Akan tetapi kalau orang-orang Buddhis membaca Alkitab tentang Tuhan, mereka seringkali terkejut. Mengapa terkejut? Karena Tuhan yang tercantum di Alkitab sangat berbeda dengan Tuhan yang disebut-sebut oleh orang Kristen.
Umat Buddha menolak faham ketuhanan yang ditawarkan oleh orang Kristen karena faham itu tidak masuk akal dan tidak bisa ada buktinya. Faham itu ditolak oleh umat Buddhis juga karena Tuhan yang mereka baca melalui Alkitab dan yang mereka dengar melalu orang Kristen itu terlihat lebih rendah daripada panutan dan teladan mereka, Sang Buddha. Kita akan membuktikan secara tuntas Tuhan yang tercantum di dalam Alkitab, dan membandingkan Tuhan orang Kristen dengan apa yang dicantumkan oleh Tipitaka (Kitab suci umat Buddha) tentang Sang Buddha. Pembuktian ini akan menunjukkan secara nyata dan jelas, tanpa keragu-raguan, superioritas moral Sang Buddha.
Perbandingan Rupa
Tuhan itu rupanya seperti apa? Dalam Alkitab tertulis bahwa Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan rupa Tuhan (Kejadian 1:26) oleh karena itu kita bisa mengasumsi bahwa rupa Tuhan adalah seperti manusia. Tertulis pula di Alkitab bahwa Tuhan mempunyai tangan (Keluaran 15:12), lengan (Ulangan 11:2), jari (Mazmur 8:4) dan wajah (Ulangan 13:17). Dia tidak suka manusia melihat wajahNya, akan tetapi dia tidak keberatan jika manusia melihat punggungNya.
“Kemudian Aku akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat belakang-Ku, tetapi wajah-Ku tidak akan kelihatan.” (Keluaran 33:23)
Akan tetapi meskipun Tuhan kelihatannya mempunyai rupa manusia, pada beberapa kesempatan, Tuhan sering terlihat tidak berbeda dengan rupa buruk dari patung-patung yang sering kita lihat di pintu masuk kelenteng Chinese maupun India. Contohnya, api keluar dari badan Tuhan.
“Api menjalar di hadapan-Nya, dan menghaguskan para lawan-Nya sekeliling” (Mazmur 97:3) “Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat.” (Mazmur 50:3)
“Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan TUHAN tentang nasib buruk mereka, dan ketika TUHAN mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api TUHAN di antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan.” (Bilangan11:1)
Ketika Tuhan marah yang mana tampaknya dia seringkali marah, asap dan api keluar dari tubuhNya.
“Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya. Lalu goyang dan guncanglah bumi, dan dasar-dasar gunung gemetar dan goyang, oleh karena menyala-nyala murkanya. Asap membumbung dari hidung-Nya, api menjilat keluar dari mulut-Nya, bara menyala keluar dari pada-Nya.” (Mazmur 18:7-9)
Ketika Nabi Yehezkiel melihat Tuhan yang disertai oleh malaikat disampingNya, dia menggambarkan mereka terlihat seperti yang tertulis di bawah ini (Yehezkiel 1:4-21)
“Lalu aku melihat, sunggu, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam, ditengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat. Dan di tengah-tengah itu juga ada yang menyerupai empat makhluk hidup dan beginilah kelihatannya mereka: mereka menyerupai manusia, tetapi masing-masing mempunyai empat muka dan pada masing-masing ada pula empat sayap. Kaki mereka adalah lurus dan telapak kaki mereka seperti kuku anak lembu; kaki-kaki ini mengkilap seperti tembaga yang baru. Pada keempat sisi mereka di bawah sayap-sayapnya tampak tangan manusia. Mengenai muka dan sayap mereka berempat adalah begini: mereka saling menyentuh dengan sayapnya; mereka tidak berbalik kalau berjalan, masing-masing berjalan lurus ke depan. Muka mereka kelihatan begini: Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang. Sayap-sayap mereka dikembangkan ke atas; mereka saling menyentuh dengan sepasang sayapnya dan sepasang sayap yang lain menutupi badan mereka. Masing-masing berjalan lurus ke depan; ke arah mana roh itu hendak pergi, ke sanalah mereka pergi, mereka tidak berbalik kalau berjalan. Ditengah makhluk-makhluk hidup itu kelihatan seperti bara api yang menyala, seperti suluh, yang bergerak kian kemari di antara makhluk-makhluk hidup itu, dan api itu bersinar sedang dari api itu kilat sabung-menyabung. Makhluk-makhluk hidup itu terbang ke sana ke mari seperti kilat. Aku melihat, sungguh, di atas tanah di samping masing-masing dari keempat makhluk-makhluk hidup itu ada sebuah roda. Rupa roda-roda itu seperti kilauan permata pirus dan keempatnya adalah serupa; buatannya seolah-olah roda yang satu di tengah-tengah yang lain. Kalau mereka berjalan mereka dapat menuju keempat jurusan; mereka tidak berbalik kalau berjalan. Mereka mempunyai lingkar dan aku melihat, bahwa sekeliling lingkar yang empat itu penuh dengan mata. Kalau makhluk-makhluk hidup itu berjalan kalau makhluk-makhluk hidup itu terangkat dari atas tanah, roda-roda itu turut terangkat. Ke arah mana roh itu hendak pergi, ke sanalah mereka pergi, dan roda-rodanya sama-sama terangkat dengan mereka, sebab roh makhluk-makhluk hidup itu berada di dalam roda-rodanya. Kalau makhluk-makhluk hidup itu berjalan, roda-roda itu berjalan; kalau mereka berhenti, roda-roda itu berhenti; dan kalau mereka terangkat dari tanah, roda-roda itu sama-sama terangkat dengan mereka; sebab roh-roh makhluk-makhluk hidup itu berada di dalam roda-rodanya.”
Umat Kristen seringkali melihat rupa dewa-dewa yang berwajah dan bertangan banyak di kelenteng Taois dan pura Hindu, dan mencibir bahwa dewa-dewa itu lebih menyerupai iblis dan setan daripada menyerupai dewa. Tapi ternyata apa yang tertulis di Alkitab tentang rupa Tuhan ternyata mirip dengan rupa dewa-dewa Hindu dan Taois. Lebih lanjut, dewa-dewa atau tuhan-tuhan ajaran Hindu dan Taois membawa senjata, demikian juga halnya Tuhan orang Kristen juga menghunus senjata.
“Pada waktu itu TUHAN akan melaksanakan hukuman dengan pedang-Nya yang keras, besar dan kuat”(Yesaya 27:1)
“Matahari, bulan berhenti di tempat kediamannya, karena cahaya anak-anak panah-Mu yang melayang laju, karena kilauan tombak-Mu yang berkilat. Dalam kegeraman Engkau melangkah melintasi bumi, dalam murka Engkau menggasak bangsa-bangsa” (Habakuk 3:11-12)
“Karena sinar di hadapan-Nya hilanglah awan-awan-Nya bersama hujan es dan bara api. Maka TUHAN mengguntur di langit, Yang Mahatinggi memperdengarkan suara-Nya. Dilepaskan-Nya panah-panah-Nya, sehingga diserakkan-Nya mereka, kilat bertubi-tubi, sehingga dikacaukan-Nya mereka.” (Mazmur 18:13-15)
“Tetapi Allah menembak mereka dengan panah; sekonyong-konyong mereka terluka.” (Mazmur 64:
“TUHAN akan menampakkan diri kepada mereka, dan anak panah-Nya akan melayang keluar seperti kilat. Dan TUHAN Allah akan meniup sangkakala dan akan berjalan maju dalam angin badai dari selatan.” (Zakaria 9:14)
Satu cara yang menarik untuk menyimak rupa Tuhan orang Kristen adalah dengan melihat adanya kemiripan cara Tuhan orang Kristen bergerak dengan cara dewa-dewa non-Kristen berpindah tempat. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cara duduk di atas awan (Yesaya 19:1) atau membonceng di punggung malaikat (Mazmur 18:10). Sangatlah jelas sekali bahwa dari kutipan-kutipan Alkitab bahwa Tuhan mempunyai penampilan yang mengerikan dan ganas.
“Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar” (Mazmur 2:11) “Itulah sebabnya hatiku gemetar menghadapi Dia, kalau semuanya itu kubayangkan, maka aku ketakutan terhadap Dia.” (Ayub 23:15)
Yesus seringkali berkata bahwa kita harus takut akan Tuhan (misalnya yang tercantum di Lk 12:4-5). Alkitab juga telah dengan sangat akurat menunjukkan bahwa dimana ada ketakutan, di situ tidak akan ada cinta dan kasih sayang (1 Yohanes 4:18) dan jadi jika Tuhan menciptakan ketakutan dalam diri semua orang, bagaimana mungkin orang-orang yang ditakuti itu bisa mencintai Tuhan?
Lalu bagaimana dengan rupa Buddha? Menjadi seorang manusia, Sang Buddha memiliki tubuh seorang manusia biasa. Akan tetapi Tipitaka seringkali menunjukkan keindahan wujud Sang Buddha yang luar biasa.
Dia (Sang Buddha) tampan, rupawan, sedap untuk dipandang, memiliki rona wajah yang paling indah, wujud dan air mukaNya seperti wujud dan air muka seorang Brahma, wujudNya sangatlah indah. (Digha Nikaya, Sutta No.4)
Dia tampan, menginspirasikan keyakinan, dengan indera-indera yang kalem dan pikiran yang tenang, sabar, seperti seekor gajah yang dijinakkan secara sempurna (Anguttara Nikaya, Sutta No.36)
Setiap kali orang melihat Sang Buddha, penampilanNya yang kalem dan tenang mengisi hati mereka dengan kedamaian, dan senyuman lembut Sang Buddha meyakinkan kedamaian itu. Seperti yang telah kita ulas dan lihat bersama, suara Tuhan itu keras dan menakutkan seperti petir (Mazmur 68:33) sedangkan suara Buddha itu lembut dan menenangkan hati.
Ketika berada di dalam biara, Sang Buddha mengajarkan Dhamma. Beliau (Sang Buddha) tidak mengagungkan ataupun menghina dewan majelis biara itu. Bahkan, Sang Buddha menerangkan, mengangkat (memajukan pikiran), menginspirasi dan membuat senang dewan majelis dengan pembicaraan Dhamma. Bunyi dari suara Gautama yang baik mempunyai 8 karakteristik; jelas dan dapat dimengerti, manis dan dapat didengar, fasih dan jelas, dalam dan bergema (Majjhima Nikaya, Sutta No. 19)
Tuhan orang Kristen membawa senjata karena dia harus membunuh musuh-musuhNya dan karena dia mengatur tindakan manusia dengan kekerasan dan ancaman. Sang Buddha, di sisi yang lain, tidak menunjukkan permusuhan dan kebencian kepada siapapun. Sang Buddha juga dapat mengatur tindakan orang dengan memberikan paham yang masuk akal. Raja Pasenadi menceritakan kisah tentang Sang Buddha:
Saya (Raja Pasenadi) seorang raja, dapat menghukum mereka yang patut dihukum, mendenda mereka yang patut didenda, atau mengasingkan mereka yang patut diasingkan. Tetapi ketika saya duduk di meja pengadilan orang-orang seringkali mengusik, dan usikan itu bahkan mengganggu saya. Saya tidak bisa mendapatkan kesempatan sekalipun untuk berkata: “Jangan mengusik saya! Tunggu sampai saya selesai berbicara.” Tetapi ketika Tuan sedang mengajarkan Dhamma, tidak ada satu suara batukpun yang keluar dari dewan majelis. Suatu ketika, ketika saya duduk mendengarkan Tuan mengajarkan Dhamma, salah satu murid terbatuk dan salah satu temannya menepuk lututnya dan berkata,”Janganlah ribut, tuan, jangan keluarkan suara. Tuan kita sedang mengajarkan Dhamma”, dan saya berpikir dalam diri saya, memang benar sangatlah memukau, dan hebat murid-murid yang terlatih baik tanpa harus menggunakan tongkat pemukul ataupun pedang. (Majjhima Nikaya, Sutta No.89)
Dapat kita bayangkan bagaimana Tuhan orang Kristen akan bereaksi jika ada seorang yang mengganggu ketika Tuhan sedang berbicara. Kita bisa melihat dari apa yang telah tertulis di atas bahwa rupa dan penampilan Sang Buddha mencerminkan ketenangan dalam hati yang sangat dalam (tenang) dan belas kasihan. Semua orang selalu terinspirasi oleh pancaran damai yang mengelilingi Sang Buddha.
Rancangan Mental
Seringkali kita lihat bahwa orang-orang Buddhis tidak percaya kepada Tuhan karena bagi mereka, ide adanya Tuhan itu tidak masuk akal dan berlawanan dengan kenyataan yang ada. Orang Buddha juga menolak Tuhan orang Kristen karena, kalau Alkitab itu benar adanya, Tuhan Kristen itu sangat tidak sempurna. Semua jenis emosi yang negatif, yang mana orang-orang beradab pada umumnya akan menganggap emosi semacam ini tidak bisa diterima, justru ditemukan di dalam diri Tuhan. Marilah kita perhatikan bagaimana Alkitab menerangkan isi pikiran Tuhan.
Jenis emosi atau perasaan yang paling sering diutarakan melebihi perasaan yang lain adalah kedengkian. Bahkan Tuhan sendiri pun mengakui bahwa dia itu pencemburu.
“Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu” (Ulangan 4:24)
Tidak ada yang membuat Tuhan lebih cemburu daripada melihat orang-orang menyembah tuhan lain, dan Tuhan sendiri berkata bahwa kita bahkan harus membunuh anak kita sendiri jika anak kita menyembah tuhan lain. (Catatan dari penterjemah: Bacalah juga kitab Ulangan 13:6-9. Tampaknya ayat-ayat seperti ini telah mengilhami banyaknya perang di antara umat beragama di Indonesia contohnya: di Ambon).
Di dalam Alkitab juga berisi bahwa Tuhan seringkali kehilangan kesabaranNya.
“Sungguh, hari TUHAN datang dengan kebengisan, dengan gemas dan dengan murka yang menyala-nyala, untuk membuat bumi menjadi sunyi sepi dan untuk memusnahkan daripadanya orang-orang yang berdosa.” (Yesaya 13:9)
“Perisai bagiku adalah Allah, yang menyelamatkan orang yang tulus hati; Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat.” (Mazmur 7:11)
“Dan Tuhan akan memperdengarkan suara-Nya yang mulia, akan memperlihatkan tangan-Nya yang turun menimpa dengan murka yang hebat dan nyala api yang memakan habis, dengan hujan lebat, angin ribut dan hujan batu.” (Yesaya 30:30)
“Sebab Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga ia memunahkan engkau dari muka bumi.” (Ulangan 6:15)
Tuhan menganjurkan kita untuk saling mengasihi akan tetapi dia sendiri digambarkan sebagai pembenci dan penuh dengan kebencian.
“Sebab Engkau bukanlah Allah yang berkenan kepada kefasikan; orang jahat takkan menumpang pada-Mu. Pembual tidak akan tahan di depan mata-Mu; Engkau membenci semua orang yang melakukan kejahatan.” (Mazmur 5:5-6)
Lebih jauh, Tuhan digambarkan sebagai pembenci dari banyak hal yang lain dan juga pembenci manusia. (Lihat Ulangan 16:22, Maleakhi 2:16, Imamat 26:30). Tuhan mempunyai kebencian khusus kepada agama-agama lain, yang mungkin menjelaskan kepada kita mengapa agama Kristen sering dikenal sebagai agama yang tidak toleran. Tuhan juga sering diutarakan mempunyai kebencian khusus terhadap mereka yang tidak memujaNya.
“Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, aku benci melihatnya;semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya.” (Yesaya1:14)
Sang Buddha memiliki belas kasihan kepada mereka yang kejam, memaafkan mereka yang berbuat salah, dan memberikan hormat kepada agama-agama lain. Kita bisa mengharapkan Tuhan, yang bisa merasa dengki dan benci, untuk penuh dengan dendam, dan sangatlah sering Alkitab menjelaskan kedendaman Tuhan.
“Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: “Kuatkan hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!” (Yesaya 35:4)
“Tuhan itu Allah yang cemburu dan pembalas, Tuhan itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya.” (Nahum 1:2)
Kita juga tahu bahwa Tuhan pernah berkata “Sebab kita mengenal Dia yang berkata: “Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.” Dan lagi: “Tuhan akan menghakimi umat-Nya.” Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.” (Ibrani 10:30-31). (Lihat juga Roma 1:18, 2:5-6, 12:19)
Untuk apa orang menyembah Tuhan yang penuh dengan kekotoran bathin, yang mana kita sendiri juga sedang berusaha untuk mengatasi?
Selama empat puluh tahun setelah mencapai penerangan sempurna, Buddha menganjurkan orang untuk menghindari rasa marah, iri hati dan sifat tidak toleran. Sang Buddha mempraktekan secara sempurna apa yang beliau ajaran kepada orang lain.
“Sang Guru bertindak sesuai dengan apa yang beliau ucapkan, dan mengucapkan sesuai dengan apa yang dia lakukan. Kita tidak menemukan guru lain selain Sang Buddha, yang bisa secara konsisten seperti beliau, meskipun telah kita cari di (catatan penterjemah: guru-guru) dari masa lampau maupun masa sekarang.” (Digha Nikaya, Sutta No.19)
Di dalam seluruh isi Tipitaka, tidak pernah ada satu pun yang tertera Buddha mengeluarkan amarah, kebencian, kedengkian, dsb, karena dengan kesempurnaan beliau, beliau telah terbebas dari perasaan-perasaan negatif.
Sikap Terhadap Perang
Injil (Alkitab) memberitahu kita bahwa ada waktu untuk membenci, ada waktu untuk perang (Keluaran 13:. Pada jaman sekarangpun, telah terbukti bahwa kejahatan-kejahatan itu (perang dan kebencian) bergantung satu sama lain. Seperti yang telah kita buktikan, Tuhan bisa membenci dan janganlah terkejut bila ternyata Tuhan sering terlibat dalam perperangan.
“TUHAN itu pahlawan perang; TUHAN, itulah nama-Nya” (Keluaran 15:3)
“TUHAN Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai” (Zefanya 3:17)
“TUHAN keluar berperang seperti pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitakan semangat-Nya untuk bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia membuktikan kepahlawanan-Nya.” (Yesaya 42:13)
“Apabila Aku mengasah pedang-Ku yang berkilat-kilat, dan tangan-Ku memegang penghukuman, maka Aku membalas dendam kepada lawan-Ku, dan mengadakan pembalasan kepada yang membenci Aku. Aku akan memabukkan anak panah-Ku dengan darah, dan pedang-Ku akan memakan daging: darah orang-orang yang mati tertikam dan orang-orang yang tertawan, dari kepala-kepala musuh yang berambut panjang.” (Ulangan 32:41-42)
Selama beberapa abad orang-orang Kristen telah terilhami oleh ayat-ayat Alkitab di atas, yang mendukung dan memuliakan perang, menggunakan kekerasan untuk menyebarkan agama mereka. Bahkan sampai hari inipun, banyak kita temui unsur-unsur militer di dalam agama Kristen. Organisasi Salvation Army (Laskar Keselamatan) memakai semboyan “Darah dan Api”; hymne yang mengumandangkan “Majulah laskar Kristen berjalan menuju perang”; ucapan seperti “Pujilah Tuhan dan serahkan amunisi (senjata)” dan lain-lain. Di dalam Alkitab juga berisi lusinan contoh di mana Tuhan membantu pengikutNya untuk menguasai kota-kota, membunuh penduduk dan mengalahkan laskar perang (misalnya Bilangan 21:1-3, Bilangan 31:1-2, Ulangan 3:3-7, Yosua 11:6-11, dll). (Catatan dari penterjemah: Kembali lagi kita diingatkan bahwa ayat-ayat di atas telah menggerakkan kekerasan. Bisa kita lihat sendiri dengan situasi kerusuhan di berbagai tempat di dunia, dan di negeri kita sendiri. Ambon adalah salah satu contoh paling nyata dan paling baru yang kita lihat sendiri.)
Mengenai tawanan perang, Tuhan berkata: “Dan TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan mereka kepadamu, sehingga engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali. Janganlah engkau mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau mengasihani mereka.” (Ulangan 7:2)
“Engkau harus melenyapkan segala bangsa yang diserahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu; janganlah engkau merasa sayang kepada mereka dan janganlah beribadah kepada allah mereka, sebab hal itu akan menjadi jerat bagimu.” (Ulangan 7:16)
Bahkan orang Kristen sering terkejut ketika mereka membaca ayat-ayat tersebut. Orang-orang Buddha justru merasa bahwa ayat-ayat tersebut mengukuhkan penolakan mereka terhadap Tuhan Kristen, dan keyakinan mereka dalam ajaran Sang Buddha.
Apa sikap Sang Buddha terhadap perang? Tidak ada satu contohpun di mana Sang Buddha menyetujui peperangan, mendukung peperangan, atau bahkan ikut berperang. Justru sebaliknya, Sang Buddha mengajak semua untuk hidup dalam kedamaian dan kerukunan, seperti yang diutarakan di pernyataan berikut:
“Sang Buddha adalah seorang pemersatu bagi mereka yang bermusuhan dan pendukung mereka yang telah bersatu, turut bergembira dalam damai, mencintai perdamaian, menyukai perdamaian, beliau adalah seorang yang memuji perdamaian” (Digha Nikaya, Sutta No.1)
Sang Buddha Menjadi Contoh Perdamaian
“Meninggalkan pembunuhan, bhikkhu Gautama hidup menghindari diri dari membunuh, beliau tidak menggunakan tongkat ataupun pedang, beliau hidup dengan penuh perhatian, belas kasihan dan simpati kepada yang lain“ (Digha Nikaya, Sutta No.1)
“Sang Buddha tidak hanya puas (Catatan dari penterjemah: puas dalam arti: Buddha lebih suka) Buddha dengan omongan dan ucapan tentang perdamaian. Buddha juga tidak puas kalau hanya diriNya yang hidup dalam damai. Beliau secara aktif mendukung kedamaian dengan berusaha menghentikan peperangan. Ketika saudara-saudaraNya hendak pergi perang untuk merebut bagian air sungai Rohini, Sang Buddha tidak memihak siapapun. Sang Buddha tidak mendukung saudara-saudaraNya untuk ikut perang, tidak membantu dalam taktik peperangan, atau tidak menyuruh saudara-saudaraNya untuk tidak memberi ampun kepada musuh,- berbeda dengan apa yang akan dilakukan Tuhan. Akan tetapi, Sang Buddha berdiri di antara kedua pihak dan berkata,”Mana yang lebih berharga? Darah atau air?” Para tentara menjawab,”Darah lebih berharga, Tuan.” Lalu Sang Buddha berkata,”Lalu bukankah sangat tidak masuk akal untuk mengorbankan darah demi air?” Kedua belah pihak akhirnya meletakkan senjata dan tercapailah perdamaian.” (Dhammapada Atthakata Book 15,1)
Sang Buddha telah menyingkirkan kebencian dan mengisi pikiranNya dengan cinta dan belas kasihan. Menyetujui peperangan adalah hal yang mustahil bagi Sang Buddha.
Ide Tentang Keadilan
Keadilan adalah qualitas (catatan penterjemah: kemampuan) untuk menjadi adil, dan seorang yang adil bertindak secara adil dan sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Akan tetapi ide-ide tentang keadilan dan kebenaran berbeda dari jaman yang satu ke jaman yang lain, juga berbeda dari sudut perorangan. Orang Kristen menyatakan bahwa Tuhan itu Maha Adil, maka dengan meneliti tindakan-tindakan Tuhan, kita akan bisa tau konsep keadilan bagi Tuhan.
Tuhan memberi tahu kita bahwa semua orang yang tidak patuh kepadanya akan dihukum “tujuh kali lebih berat” (Imamat 26:18), yang berarti satu kali berbuat dosa dihukum tujuh kali. Tuhan tentunya menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sangat adil dan sepadan. Dia juga memberitau kepada kita bahwa dia akan menghukum anak-anak tak berdosa, cucu-cucu, dan cicit-cicit dari mereka yang berdosa.
“Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku.” (Ulangan 5:9)
Ini juga dikenal sebagai menghukum sekaligus banyak; menghukum seluruh anggota keluarga atau kelompok atas kesalahan yang dilakukan oleh salah satu dari anggota keluarga atau kelompok tersebut. Menghukum sekaligus banyak justru dikecam di jaman sekarang karena menghukum sekaligus banyak itu tidak adil dan tidak sepadan. Akan tetapi Tuhan ternyata menganggap hukuman itu cukup adil.
Tuhan juga memberitahu kita bahwa bahkan kesalahan yang sangat kecil sekalipun haruslah dihukum mati. Contohnya, mereka yang bekerja pada hari Minggu harus dilempari batu sampai mati. Pernah sekali seorang ditemukan mengumpulkan kayu bakar pada hari Minggu, dan Tuhan berkata kepada Musa dan orang-orang yang menangkap orang itu:
“Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. Lalu orang-orang yang mendapati dia sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan.” Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa.” (Bilangan 15:32-36)
Hukuman yang adil seharusnya setimpal dengan kejahatan yang diperbuat. Ide Tuhan tentang keadilan tidaklah menjunjung tinggi ide di atas. Kita diberitahu bahwa semua yang tidak mencintai Tuhan akan menderita hukuman abadi di neraka. Banyak orang di dunia ini yang baik hati, jujur dan bermurah hati yang tidak percaya kepada Tuhan, dan menurut Tuhan mereka akan ke neraka. Apakah ini adil? Menurut Tuhan, iya ini adil.
Apakah Buddha adil? Sang Buddha telah mencapai kebebasan dan penerangan sempurna, dan dia mengajarkan kepada orang banyak untuk mencapai kebebasan itu. Tidak seperti Tuhan, Sang Buddha bukanlah pencipta hukum, bukanlah seorang hakim atau seorang pemberi hukuman. Beliau adalah seorang guru. Dalam berhubungan dengan banyak orang, beliau sangatlah adil, lembut dan penuh maaf dan menganjurkan pengikut-pengikutNya untuk mengikuti jejak tingkah laku beliau. Kalau seorang berbuat salah, dia berkata orang lain tidak perlu menghukum orang yang berbuat salah itu.
“Ketika kita hidup bersama di dalam kerukunan, seorang rekan Bhikkhu mungkin akan melakukan kesalahan, sebuah pelanggaran. Akan tetapi janganlah kamu secara berbondong-bondong mengutuk dia, kesalahan itu haruslah diteliti secara seksama terlebih dahulu.” (Majjhima Nikaya, Sutta No. 103)
Sebagai tambahan, ketika seorang sedang diusut, orang lain hendaknya tidak terpengaruh oleh prasangka atau berpihak pada pihak tertentu, dan perlu melihat kedua sisi dari kasus tersebut. “Bukan dengan memberi keputusan yang berburu-buru seseorang menjadi adil. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang menyelidiki kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak membuat keputusan secara sewenang-wenang, tetapi menyampaikan keputusan secara tidak memihak dan sesuai dengan kenyataan yang ada, orang itulah yang menjadi pelindung hukum, dan bisa kau sebut adil.” (Dhammapada 256-257) (Catatan dari penterjemah: Bukanlah seorang adil, ia yang membuat keputusan tergesa-gesa (terpengaruh oleh keinginan, kebencian, ketakutan dan kebodohan)).
Sedangkan dalam hal hukuman, Sang Buddha tentunya akan berpendapat bahwa melempari batu seseorang sampai mati atau segala jenis hukuman mati sebagai sesuatu yang kejam. Beliau sendiri selalu bersedia memaafkan. Pernah sekali seorang yang bernama Nigrodha bertindak jahat kepada Sang Buddha, tetapi kemudian menyadari kesalahannya dan menyadari kesalahannya kepada Sang Buddha. Dengan penuh kasih dan maaf Sang Buddha berkata:
“Tentu saja, Nigrodha, pelanggaran telah kau perbuat, ketika melalui kebodohan, ketidaktahuan, dan kejahatan engkau berkata seperti itu kepadaku. Tapi engkau telah mengetahui pelanggaran yang kau lakukan dan menebus kesalahanmu dengan kebenaran, saya terima pengakuan salahmu” (Digha Nikaya, Sutta No.25)
Sang Buddha memaafkan semua tanpa peduli apakah mereka menerima ajaranNya atau tidak, dan bahkan jika Nigrodha menolak untuk meminta maaf kepada Sang Buddha, Sang Buddha tidak akan mengancam untuk menghukum Nigrodha. Bagi Sang Buddha, tanggapan yang layak kepada kejahatan atau kesalahan adalah untuk tidak mengancam untuk menghukum. Menurut Sang Buddha, tanggapan yang layak kepada kejahatan atau kesalahan adalah pendidikan dan sifat memaafkan. Seperti yang Beliau utarakan:
“Oleh tiga macam hal seorang bijaksana bisa dikenal. Apakah tiga macam hal itu? Dia melihat kesalahanya sendiri apa adanya. Ketika dia melihat kesalahan itu apa adanya dia memperbaiki kesalahan tersebut dan ketika orang lain mengakui kesalahan, orang bijaksana selayaknya memaafkan kesalahan yang diakui itu.” (Anguttara Nikaya, Book of Threes, Sutta No.10)
Sikap Terhadap Penyakit
Penyakit, kesakitan dan wabah penyakit telah menjadi momok manusi selama berabad-abad, menyebabkan penderitaan dan kesedihan yang tidak bisa dijelaskan. Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan selalu menganggap penyakit sebagai cara yang berguna untuk menyampaikan kemarahanNya dan menyampaikan balas dendamNya. Ketika raja-raja Firaun menolak untuk melepaskan kaum Yahudi (Catatan dari penterjemah: Raja-raja Firaun yang berkeras hati itu ternyata adalah atas kehendak Tuhan. Simaklah Keluaran 9:12), Tuhan menimbulkan nanah busuk ke seluruh orang Mesir (Keluaran 9:8-12). Tuhan menggunakan penderitaan semacam itu untuk menghukum pria, wanita, anak-anak dan bayi-bayi atas dosa yang dilakukan oleh satu orang. Selanjutnya Tuhan membuat semua anak laki-laki pertama di dalam keluarga untuk mati. Dia berkata:
“Maka tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir akan mati, dari anak sulung Firaun yang duduk di takhtanya sampai kepada anak sulung budak perempuan yang menghadapi batu kilangan, juga segala anak sulung hewan. Dan seruan yang hebat akan terjadi di seluruh tanah Mesir, seperti yang belum pernah terjadi dan seperti yang tidak akan ada lagi.” (Keluaran 11:5-6) (Catatan dari penterjemah: Ini juga membuktikan hal lain yang mungkin tidak diulas oleh A L De Silva tentang ayat di atas. Di dalam ayat tersebut, Tuhan tampaknya begitu sayang kepada orang Yahudi, sehingga orang-orang Mesir harus menderita ketika orang Yahudi menjadi tawanan. Seperti yang kita ketahui orang-orang Mesir adalah ciptaan Tuhan juga, lalu mengapa Tuhan pilih kasih? Ini membuktikan bahwa Tuhan tidak sempurna, penuh kemarahan, penuh dendam, pilih kasih, tidak adil. Bagi semua yang membaca, setelah membaca ayat-ayat yang mengerikan itu, janganlah takut, karena jelas tidak mungkin hukuman yang mengerikan itu jatuh kepada Anda.)
Masih ada contoh jelas yang menjelaskan ide Tuhan tentang keadilan dan kasih sayang. Ribuan pria, anak laki-laki, dan bayi-bayi tak berdosa yang tak terhitung jumlahnya dibunuh oleh Tuhan hanya karena raja Firaun tidak mau mengikuti perintah Tuhan. Di beberapa tempat yang tertera di dalam Alkitab, Tuhan menjanjikan bahwa dia akan menimbulkan penyakit yang menyeramkan kepada semua yang tidak mengikuti hukum-hukum tauratNya.
“TUHAN akan mendatangkan penyakit sampar kepadamu, sampai dihabiskannya engkau dari tanah, ke mana engkau pergi untuk mendudukinya. Tuhan akan menghajar engkau dengan batuk kering, demam, demam kepialu, sakit radang, kekeringan, hama dan penyakit gandum; semuanya itu akan memburu engkau sampai engkau binasa.” (Ulangan 28:21-22)
“TUHAN akan menghajar engkau dengan barah Mesir, dengan borok, dengan kedal dan kudis, yang dari padanya engkau tidak dapat sembuh.” (Ulangan 28:27)
“maka TUHAN akan menimpakan pukulan-pukulan yang ajaib kepadamu, dan kepada keturunanmu, yakni pukulan-pukulan yang keras lagi lama dan penyakit-penyakit yang jahat lagi lama. Ia akan mendatangkan pula segala wabah Mesir yang kautakuti itu kepadamu, sehingga semuanya itu melekat kepadamu. Juga berbagai-bagai penyakit dan pukulan, yang tidak tertulis dalam kitab Taurat ini, akan ditimbulkan TUHAN menimpa engkau, sampai engkau punah.” (Ulangan 28:59-61)
Terkadang Tuhan bahkan menimbulkan wabah penyakit yang ganas kepada orang hanya untuk menguji iman orang tersebut. Untuk menguji Ayub, Tuhan membiarkan semua anak Ayub untuk mati (Ayub1:18-19) dan Ayub sendiri dikenai penyakit yang parah (Ayub 2:6-. Begitu dalamnya penderitaan Ayub, Ayub sendiri bahkan berharap dia tidak pernah di lahirkan (Ayub 3:1-26)
Tuhan bahkan membuat orang menjadi buta dan membiarkan mereka hidup mengemis dan meraba-raba dalam kegelapan, supaya Tuhan bisa menyembuhkan mereka dan memamerkan keajaiban akan kekuatan Tuhan (Yohanes 9:1-4). Tentunya Tuhan melihat bahwa membuat orang sakit, menciptakan penyakit adalah cara yang berguna untuk menghukum orang dan menunjukkan kekuasaanNya.
Sekarang marilah kita lihat sikap Sang Buddha kepada penyakit. Sang Buddha melihat penyakit dan kesakitan sebagai bagian dari penderitaan, yang mana beliau ajarkan cara-cara untuk terbebas dari penderitaan itu. Beliau juga disebut sebagai “dokter yang penuh kasih sayang”. Tidak pernah ada contoh di mana Sang Buddha menyebabkan penderitaan untuk menghukum orang-orang atau karena Sang Buddha marah kepada mereka. Sang Buddha sangat mengerti bahwa selama kita mempunyai tubuh, kita akan bisa terkena penyakit. Beliau mengajak kita untuk mencapai Nibbana dan terbebas dari penderitaan selamanya. Di saat beliau mencoba untuk memecahkan masalah sampai ke akar-akarnya, beliau juga melakukan hal-hal yang nyata untuk menyembuhkan orang sakit supaya sembuh kembali. Tidak seperti Tuhan yang justru menimbulkan penyakit, Sang Buddha memberikan nasihat-nasihat yang berguna untuk membantu dan meringankan penderitaan si sakit. (Catatan dari penterjemah: Paragraf di atas justru menjadi inti pertama dan utama dari ajaran Sang Buddha yang sering di sebut Empat Kesunyataan Mulia atau dalam bahasa Inggrisnya The Four Noble Truths. Keempat itu adalah: Dukkha (penderitaan), Dukkha Samudaya (sumber penderitaan), Dukkha Nirodha (terhentinya Dukkha atau pencapaian Nibbana), dan Magga (jalan menuju terhentinya Dukkha))
“Dengan lima unsur seseorang bisa merawat si sakit. Lima Unsur apa? Pertama adalah menyiapkan pengobatan yang benar; seorang yang tahu apa yang baik untuk si pasien dan menyediakannya, apa yang tidak baik, tidak disediakan; seseorang merawat dengan penuh kasih dan tanpa ada keinginan dibalik perawatannya itu; seseorang yang tidak jijik terhadap pengeluaran yang keluar dari tubuh pasien, air kencing, muntahan dan air ludah; dan dari waktu ke waktu dapat mengarahkan, membangkitkan semangat, membuat ceria dan memuaskan si sakit dengan pembabaran Dhamma” (Anguttara Nikaya, Book of Fives, Sutta No.124)
Beliau tidak hanya mengajarkan hal di atas, tapi juga mempraktekkannya sesuai apa yang diajarkan oleh beliau sendiri. Ketika sekali waktu, beliau menemukan seorang bhikkhu yang sakit, terlantar dan berbaring di atas kotoran sendiri, Sang Buddha memandikannya, menenangkannya dan memanggil bhikkhu yang lain dan berkata kepada mereka, “Kalau kamu bersedia merawat saya, rawatlah juga mereka yang sakit.” (Vinaya, Mahavagga . Ketika Tuhan marah, dia akan menimbulkan penyakit-penyakit kepada orang dan melihat mereka menderita. Ketika Sang Buddha melihat orang yang sakit, dengan penuh kasih sayang, beliau melakukan semua yang bisa beliau lakukan untuk merawat mereka sampai sembuh.
Menciptakan Kejahatan
Tuhan menciptakan semua yang baik, tetapi karena Tuhan menciptakan segalanya, dia juga menciptakan yang jahat. Tuhan sendiri yang berkata:
“yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yangmembuat semuanya ini.” (Yesaya 45:7- (Lihat juga Roma 11:32)
Ketika kita merenungkan tentang alam, kita ingat bahwa Tuhan telah menciptakan segalanya, berarti kita sudah harus tau maksud dari kata-kata di atas. Kuman lepra menyebabkan penderitaan yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata, dan kuman lepra itu diciptakan oleh Tuhan. Kuman penyakit paru-paru (TBC) membunuh dan membuat menderita jutaan manusia setiap tahun, dan kuman itu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan bakteri penyebab wabah, kutu dan serangga, tikus-tikus beserta penyakit pes yang mana selama beratus-ratus tahun telah membunuh ratusan juga nyawa. Di tahun 1665, 68 ribu orang mati oleh karena wabah di London. Tak diragukan lagi, contoh-contoh di atas adalah arti yang dimaksud oleh Tuhan ketika Tuhan bilang dia menciptakan kegelapan dan kejahatan. Tetapi Tuhan juga menciptakan kejahatan yang lain. Tuhan sendiri berkata: “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya? (Amos 3:6)
(Catatan dari penterjemah: Terlintas begitu banyak malapetaka yang melanda manusia di segala penjuru dunia, dan juga peristiwa 14 Mei 1998 di Jakarta yang mana menelan banyak korban pembunuhan, pemerkosaan, dan kejahatan-kejahatan lain.)
Tentu saja ayat di atas menuju kepada bencana alam seperti gempa bumi, kebakaran, perselisihan di dalam masyarakat, peperangan dan segala macam bentuk kejahatan yang telah begitu sering melanda kota-kota yang dibangun oleh manusia. Kita juga membaca di Alkitab bahwa bahkan roh-roh kejahatan berasal dari Tuhan. Di 1 Samuel 16:14-16, kita diberitahu bahwa roh kejahatan yang berasal dari Tuhan meyiksa Saul.
Apakah Sang Buddha menciptakan kejahatan? Buddha bukanlah pencipta seperti konsep Tuhan orang Kristen, maka Buddha tidak mungkin bisa dituduh bertanggungjawab atas “kegelapan dan kejahatan”. Satu-satunya hal yang beliau “ciptakan” adalah Dhamma yang beliau temukan dan sebarkan ke seluruh dunia. Dan Dhamma yang diajarkan itu telah membawa cahaya kebaikan, kelembutan di manapun Dhamma di babarkan.
Pengorbanan-Pengorbanan
Di dalam Kitab Perjanjian Lama ketika orang-orang melanggar hukum Taurat Tuhan, Tuhan akan menjadi sangat marah dan satu-satunya cara bagi pelanggar hukum Taurat untuk bertobat dan meredakan murka Tuhan adalah dengan mempersembahkan kurban binatang. Tuhan sendiri yang memberitahu bagaimana cara-cara untuk membunuh dan memotong binatang itu.
“Jikalau persembahannya kepada TUHAN merupakan korban bakaran dari burung, maka haruslah ia mempersembahkan korbannya itu dari burung tekukur atau dari anak burung merpati. Imama harus membawanya ke mezbah, lalu memulas kepalanya dan emmbakarnya di atas mezbah. Darahnya harus ditekan ke luar dari dinding mezbah. Temboloknya serta dengan bulunya haruslah disisihkan dan dibuang ke samping mezbah sebelah timur, ke tempat abu. Dan ia harus mencabik burung itu pada pangkal sayapnya, tetapi tidak sampai terpisah; lalu imam harus membakarnya di atas mezbah, di atas kayu yang sedang terbakar; itulah korban bakaran, suatu korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN.” (Imamat 1:14-17)
Tuhan bilang ketika daging, lemak, kulit dan tulang dari kurban binatang itu dilemparkan ke dalam api dan terbakar, dia menyukai aromanya. (Imamat 1:9, 1:17). Tapi tidak semua kurban yang Tuhan minta adalah binatang; terkadang Tuhan juga meminta kurban manusia. Tuhan pernah berkata kepada Abraham: “Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” (Kejadian 22:2)
Abraham membawa anaknya ke tempat yang telah ditujukan oleh Tuhan, membangun altar, membaringkan anaknya di atas altar tersebut dan mengangkat pisaunya tinggi-tinggi. Persis sebelum Abraham menyayat leher anaknya sendiri, Abraham dihentikan oleh seroang malaikat. (Kejadian 22:12). Barangkali, Abraham adalah pengikut yang setia karena telah dengan buta dan tanpa menyanggah rela melakukan apa saja yang diperintahkan Tuhan, bahkan sampai sejauh mempersiapkan untuk memotong anaknya sebagai kurban kepada Tuhan.
Beberapa abad berikutnya, dosa manusia menjadi begitu buruk sehingga kurban binatang juga sudah tidak cukup untuk memenuhi tuntutan kemurkaan Tuhan. Tuhan meminta kurban yang lebih besar, lebih berharga – anakNya sendiri, Yesus. Sekali lagi darah diperlukan untuk menebus dosa orang berdosa yang mana akan mempersatukan orang berdosa dengan Tuhan. Sehingga orang Kristen jaman sekarang sering berkata, “dosa kita telah dibersihkan oleh darah Yesus.” (Catatan dari penterjemah: Orang Kristen juga akan mengatakan bahwa kasih sayang Tuhan kepada manusia begitu besar sehingga Yesus rela mati untuk menebus dosa manusia. Sekilas pandang, pernyataan ini sangat menyentuh hati. Akan tetapi marilah kita teliti dengan seksama. Seperti yang telah di ulas, Tuhan sendiri yang berkata bahwa dia sudah memilih siapa yang akan masuk surga bersamaNya bahkan sebelum alam semesta ini diciptakan. Lalu untuk apa lagi mengorbankan anakNya, Yesus, untuk menebus dosa manusia? Sangat tidak masuk akal.)
(Catatan dari penterjemah: Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah, orang yang mengurbankan kurban binatang ataupun manusia adalah orang yang berdosa kepada Tuhan. Lalu kepada siapa Tuhan mengorbankan anakNya sendiri? Tampaknya Tuhan juga telah berdosa kepada “mahluk yang lebih tinggi” sehingga perlu menyerahkan kurban untuk memuaskan mahluk yang lebih tinggi itu, seperti yang dia minta dari manusia.)
Apa pendapat Sang Buddha tentang kurban binatang atau manusia? Pada jaman Sang Buddha masih hidup, dewa-dewa Hindu dipersembahkan kurban binatang seperti Tuhan Kristen, sehingga Buddha sangatlah sadar akan adanya praktek kurban ini. Tetapi Sang Buddha menganggap kurban ini sebagai tindakan yang kasar, kejam dan tidak berguna.
“Pengurbanan kuda atau orang, Upacara Pembuangan, Minuman Pengurbanan, Upacara Kemenangan, upacara Penarikan Petir (para dewa), semua jenis upacara tidaklah sepadan dengan seperenambelas dari hati yang penuh dengan cinta, seperti pancaran bulan yang mengalahkan sinar-sinar bintang” (Anguttara Nikaya, Book of Eights, Sutta No.1)
Orang Kristen percaya bahwa kurban darah Yesus bisa membersihkan dosa-dosa mereka seperti orang Hindu yang percaya bahwa dosa-dosa mereka bisa dibersihkan dengan mandi di sungai-sungai yang dianggap suci. Sang Buddha mengkritik ide Hindu, sama halnya Sang Buddha akan mengkritik ide Kristen tersebut, kalau Sang Buddha tau tentang pengurbanan Kristen. Mempercayai bahwa darah, air atau semua unsur-unsur dari luar bisa menyucikan hati, yang mana adalah unsur dari dalam, tentu saja merupakan hal yang bodoh.
“Di Sungai Bahuka, di Adhikakka, bagian dari Gaya, bagian dari Sundrika, para Sarassati, para Payaga atau Bahumati, si orang bodoh itu bisa membasuh diri berkali-kali tetapi tidak bisa membersihkan kelakuan-kelakuan buruk yang diperbuatnya. Apa yang bisa dilakukan oleh sungai-sungai Sundrika, Payaga atau Bahumati lakukan? Sungai-sungai itu tidak bisa membersihkan amarah, kelakuan-kelakuan orang jahat. Bagi yang berhati suci, setiap hari adalah hari yang beruntung. Bagi yang berhati suci, setiap hari adalah hari yang suci.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.7)
Dengan bermandikan darah atau mandi di sungai suci adalah pengganti yang tidak sebanding dengan menyucikan diri sendiri dengan berbuat hal-hal yang suci. Satu-satunya pengorbanan yang Buddha minta dari kita adalah bagi kita untuk mengorbankan keegoisan (mementingkan diri sendiri) dan mengganti keegoisan itu dengan cinta kasih, kebijaksanaan dan belas kasihan.
Cinta Kasih
Kita diberitahu bahwa Tuhan itu penuh cinta kasih dan Alkitab seringkali menyebutkan bahwa cinta kasih adalah salah satu kualitas dari Tuhan. Akan tetapi, ada beberapa macam cinta kasih. Seseorang bisa saja mencintai anaknya sendiri akan tetapi membenci anak tetangga. Seseorang mungkin punya cinta yang besar kepada negerinya sendiri, tetapi mempunyai kebencian yang membara terhadap negara lain. Meskipun kita bisa mencintai seseorang secara mendalam, kita bisa saja, lewat perubahan situasi, sehingga timbul perbedaan dan bahkan timbul kebencian kepada orang yang tadinya kita cintai. Cinta yang disebut di atas adalah jenis cinta tingkat rendah, yang kurang mantap, jenis cinta yang dirasakan oleh orang-orang biasa. Tentu saja ada jenis cinta yang lebih mulia, lebih menyeluruh. Jenis cinta yang lebih tinggi inilah yang sangat sering dijelaskan di dalam tulisan-tulisan Buddhis dan juga di dalam Alkitab. Di kitab Korintus kita bisa membaca:
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.” 1 Korintus 13:4-5
Apakah Tuhan menunjukkan jenis cinta yang lebih tinggi ini? Marilah kita teliti. Kita seringkali diberitahu bahwa cinta itu penuh kesabaran. Kesabaran diterangkan sebagai kemampuan untuk menunggu dengan tenang untuk jangka waktu yang lama, untuk mengontrol diri sendiri ketika marah, khususnya kemarahan terhadap kebodohan dan keterlambatan. Kita ltelah melihat bahwa Tuhan marah setiap hari (Mazmur 7:12) dan dia sangat cepat marah (Mazmur 2:11-12). Tentunya Tuhan mempunyai sedikit sekali kesabaran.
Seringkali juga kita dengar bahwa cinta itu lemah lembut. Apakah Tuhan lemah lembut? Bacalah Ulangan 28:15-68 dimana Tuhan menjelaskan dalam kata-katanya sendiri sekejam apa dia bisa berbuat. Bacaan-bacaan yang mengejutkan ini membuktikan kita dengan tanpa ragu-ragu lagi bahwa Tuhan sangat mampu berbuat kekejaman yang mengerikan. Tentu saja bisa kita simpulkan bahwa Tuhan tidaklah selalu lemah lembut. Juga kita dengar bahwa cinta itu tidaklah iri terhadap yang lain. Iri hati, tentunya, sangat mirip dengan kedengkian dan Tuhan sering sekali mengaku bahwa diriNya sangatlah dengki. Dia mengatakan: “Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu.” (Ulangan 4:24)
Kita juga diberitahu bahwa cinta itu tidak sombong dan tidaklah angkuh. Apakah Tuhan tidak sombong dan tidak angkuh? Terlihat jelas sekali bahwa Alkitab tidaklah memberikan pengertian kepada kita bahwa Tuhan itu rendah hati dan tidak sombong. Tuhan seringkali berkata kepada Ayub betapa hebatnya diriNya. (Ayub 40:4) dan pada akhirnya menyombongkan dirinya: “Orang yang nekatpun takkan berani membangkitkan marahnya. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Aku? Siapakah yang menghadapi Akuy, yang Kubiarkan tetap slamat? Apa yang ada di seluruh kolong langit, adalah kepunyaan-Ku.” (Ayub 41:1-2)
Berikutnya kita juga diberitahu bahwa cinta itu tidaklah mudah marah. Telah kita buktikan bahwa Tuhan itu cepat sekali marah.
“Supaya Ia jangan murka dan kamu binasa di jalan, sebab mudah sekali murka-Nya menyala.” (Mazmur 2:11)
Akhirnya, kita diberitahu bahwa cinta itu tidaklah menghitung kesalahan yang diperbuat, cinta itu memaafkan dan melupakan kesalahan. Apakah Tuhan menghitung kesalahan yang diperbuat? Tuhan berkata bahwa dia akan menghukum anak-anak, cucu-cucu dan cicit-cicit dari mereka yang berbuat salah. (Ulangan 5:9). Untuk bisa menghukum semua keturunan dari orang bersalah, Tuhan tentunya mencatat dosa-dosa ynag diperbuat dan mengingat kesalahan-kesalahan tersebut. Yesus berkata bahwa Tuhan tidak akan pernah memaafkan mereka yang menghina Roh Kudus (Lukas 12:10).
Kita juga diberitahu bahwa Tuhan memasukkan para pendosa dan mereka yang tidak percaya ke dalam neraka abadi. Dalam kata lain, tuhan menolak untuk memaafkan mereka. Secara singkat bisa disimpulkan bahwa Tuhan mencatat dan menghitung dosa manusia untuk selama-lamanya. Sangatlah jelas sekali lagi bahwa Tuhan tidak menunjukkan kualitas cinta tingkat tinggi.
Bagaimana dengan Buddha? Apakah Beliau menunjukkan jenis cinta yang tertinggi? Ciri-ciri pertama dari cinta tertinggi adalah kesabaran, dan tidak pernah sekalipun tercatat di dalam Tipitaka bahwa Buddha tidak sabar. Bahkan ketika Beliau dimaki dan dihina, Beliau tetaplah tenang dan sabar. Semua tingkah laku Sang Buddha menunjukkan ketenangan, dan kesabaran yang luar biasa. Ketika Asurinda mengutuk dan mencaci-maki Sang Buddha, Beliau dengan kalem menjawab:
“Barangsiapa yang mencaci-maki orang yang mencaci-maki dia adalah orang yang dua kali lebih buruk. Untuk menahan diri dari pembalasan adalah untuk memenangkan pertempuran yang sulit dimenangkan. Jika seseorang tahu bahwa seorang yang lain sedang marah tapi dia sendiri menahan diri dari kemarah, orang yang menahan kemarahan itu telah berbuat yang terbaik untuk dirinya sendiri dan untuk orang yang marah itu. Orang tersebut adalah penyembuh dari kedua belah pihak.” (Samyutta Nikaya, Chapter Seven, Sutta No.3) (Catatan dari penterjemah: Dalam paragraf di atas, perlu kita ketahui bahwa pertempuran yang disebut oleh Sang Buddha adalah pertempuran melawan diri sendiri, pertempuran melawan diri sendiri untuk tidak marah dan menahan kesabaran tidaklah mudah. Bukan pertempuran yang saling membunuh.)
Sang Buddha yang selalu sabar, adalah juga Sang Buddha yang terbebas dari kemarahan. Bahkan ketika sepupu Sang Buddha mencoba untuk membunuhNya, Sang Buddha menunjukkan rasa kasihan dan pengertian.
Kita juga sering diberitahu bahwa cinta itu lemah lembut. Apakah Buddha lemah lembut? Sekali lagi, tidak pernah sekalipun Sang Buddha menjadi tidak lemah lembut. Sang Buddha selalu lemah lembut dan penuh cinta kasih – bukan hanya kepada orang yang menerima ajaranNya, akan tetapi juga kepada pengikut-pengikut semua aliran kepercayaan, bukan hanya kepada orang yang baik, tapi juga kepada orang yang jahat, bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada binatang. Beliau berkata: “Siapapun hendaknya tidak berbuat hal yang tidak mengasihi, hal tidak mengasihi yang orang bijaksana akan mengutuk. Dan dia hendaknya berpikir,”Semoga semua mahluk hidup aman dan berbahagia. Mahluk apapun yang ada, yang bergerak atau yang tidak, tinggi, sedang atau pendek, besar atau kecil, terlihat atau tidak terlihat, yang tinggalnya jauh ataupun dekat, yang sedang ada, atau yang belum ada, semoga mereka semua berbahagia.”
Dia hendaknya tidak menyakiti yang lain atau memandang hina siapapun juga dengan alasan apapun juga. Hendaknya tidaklah mengharapkan kesakitan atas orang lain yang disebabkan oleh kemarahan atau kedengkian. Seperti halnya seorang ibu yang akan melindungi anak satu-satunya meskipun harus mempertaruhkan nyawanya sendiri, demikian pula, dia hendaknya menumbuhkan cinta yang tak terbatas kepada semua mahluk di dunia.” (Sutta Nipata, Verses 145-149)
Sang Buddha tidak hanya mengajarkan, tetapi Beliau juga melaksanakan semua yang Beliau ajarkan. Tuhan mengatakan bahwa Dia pencemburu dan dengan ucapan ini, Dia cemburu kepada tuhan-tuhan lain dan agama-agama lain. Dia mau semua orang untuk menyembah dan memuja Dia. Begitu cemburunya Dia, Dia berkata pengikut-pengikutnya harus membunuh bahkan anak mereka sendiri kalau anak mereka memuja tuhan lain. (Ulangan 13:6) dan Tuhan benci kepada pengikut-pengikut agama lain.
“Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia” (Mazmur 31:7)
“Aku beroleh pengertian dari titah-titahMu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta.” (Mazmur 119:104)
Apakah Buddha cemburu kepada kepercayaan lain? Tentu saja tidak! Seorang yang bernama Upali dulunya adalah pengikut agama Jain. Sang Buddha menjelaskan Dhamma kepada Upali dan sesudahnya Upali memutuskan untuk menjadi seorang Buddhis. Sang Buddha tidak merasa diagungka, beliau juga tidak berambisi untuk menarik Upali. Malahan Sang Buddha menasehati Upali untuk memikirkan secara matang sebelum membuat keputusan yang demikian pentingnya:
“Lakukan penyelidikan yang seksama terlebih dahulu, Upali. Penyelidikan yang seksama ada baiknya untuk orang yang terkenal seperti Anda.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.56) (Catatan dari penterjemah: Mungkin ada dari kita yang masih tidak yakin akan ajaran Sang Buddha. Mungkin juga orang-orang Kristen yang setelah membaca buku ini, ingin tau lebih banyak tentang ajaran Sang Buddha. Untuk mengetahui dan menyelidiki lebih banyak. Tema-tema seperti Empat Kesunyataan Mulia (Four Noble Thruths), Pancasila Buddhis, Delapan Jalan Kebenaran (Noble Eightfold Paths), Empat Keadaan Yang Gilang Gemilang (Brahma-Vihara: Metta, Karuna, Mudita, Upekkha) adalah tema inti yang sekaligus juga tema awal bagi semua orang yang memulai penyelidikan terhadap ajaran Sang Buddha. Tema-tema tersebut juga berguna untuk mengingatkan kita dari berbagai tingkat pengetahuan Buddhis, supaya tetap kita amalkan daripada hafalkan. Bab 7 dari buku ini juga membahas beberapa dari tema di atas dengan cukup mendasar dan mudah dimengerti.)
Sang Buddha kemudian menyarankan Upali untuk tetap menawarkan derma kepada agama Jain. Beliau mengatakan karena Beliau bisa melihat kebaikan di semua agama, dan karena beliau telah terbebas dari kedengkian dan iri hati.
Vacchagotta berkata kepada Sang Buddha, “Saya telah mendengar yang dikatakan orang bahwa Kamu pernah berkata bahwa derma baik hendaknya hanya diberikan kepada Kamu dan murid-muridMu, bukan kepada guru-guru dan murid-murid ajaran lain.” Kemudian Sang Buddha berkata,”Mereka yang berkata hal seperti itu tidaklah menyebarkan ucapan-ucapan Saya, mereka tidak mewakili Saya dan berbohong. Sebenarnya, siapapun yang menghasut orang untuk tidak berbuat kebaikan, menghalangi dalam tiga cara. Dia telah menghalangi si pemberi untuk berbuat kebaikan, dia telah menghalangi si penerima untuk bisa terbantu, dan dia menghalangi dirinya melalui kekejiannya.” (Anguttara Nikaya, Book of Threes, Sutta No.57)
Bahkan sampai jaman sekarangpun, para Kristen karismatik dan penyebar injil yang fundamental akan menolak untuk berhubungan dengan orang non-Kristen. Kalau sampai menolak untuk berhubungan dengan orang non-Kristen, tentu saja mereka tidak juga mau membantu orang non-Kristen.
Sang Buddha tidaklah sombong ataupun tinggi hati, Beliau tidak kasar ataupun pamer diri, Dia penyabar dan tidak mencatat kesalahan-kesalahan yang diperbuat kepadaNya. Dari hari pertama Beliau mencapai penerangan sempurna, semua pikiranNya, ucapanNya, dan perbuatanNya adalah penuh dengan kasih sayang dan belas kasihan. Salah satu orang yang hidup pada masa Sang Buddha berkata:
“Saya pernah mendengar pepatah ini,”Untuk hidup di dalam kasih sayang adalah sangat mulia” dan Sang Buddha adalah bukti dari ucapan tersebut karena kita bisa melihat Beliau hidup di dalam kasih sayang.” (Majjhima Nikaya, Sutta No.55)
Beberapa ayat Alkitab yang dikutip di bab ini sangatlah mengejutkan; bahkan orang-orang Kristen menemukan ayat Alkitab itu menggelisahkan hati. Ketika kita menunjukkan ayat-ayat tersebut kepada mereka, mereka akan berkata bahwa ayat-ayat tersebut kebanyakan berasal dari Perjanjian Lama dan tidaklah menggambarkan Tuhan yang sebenarnya, akan tetapi ayat tersebut adalah apa yang penulis kitab-kitab itu kira tentang Tuhan. Sangatlah membingungkan untuk membahas Alkitab dengan orang-orang Kristen! Pada satu saat, Perjanjian Lama adalah firman Allah yang abadi, dan pada saat yang lain, Perjanjian Lama bukanlah firman Allah. Ketika orang-orang Kristen mengutip ayat-ayat dari Perjanjian Lama untuk membuktikan ajaran agamanya, Perjanjian Lama menjadi sumber injil yang mutlak. Ketika kita umat Buddha yang mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengejutkan itu, mereka berkata ayat tersebut hanyalah cermin dari pengertian manusia yang terbatas tentang Tuhan.
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Sat 20 Jul 2024, 3:43 pm by darwinToo
» Kenapa Muhammad & muslim ngamuk kalo Islam dikritik?
Sat 20 Jul 2024, 3:41 pm by darwinToo
» Penistaan "Agama"...==> Agama sama seperti cewek/cowok.
Sat 20 Jul 2024, 3:40 pm by darwinToo
» kenapa muhammad suka makan babi????
Sat 20 Jul 2024, 3:39 pm by darwinToo
» Yeremia 23 & Ulangan 13 mengisyaratkan Muhammad nabi palsu
Fri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam
» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Fri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya
» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Tue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar
» Moon Split or Islamic Hoax?
Wed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin
» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Wed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin