Kristen Nikah sesama Jenis HALAL(SILAKAN)

Pendeta Homo Akan Nikahi Model Pria Nigeria

Pendeta homoseksual Inggris mengumumkan rencananya untuk menikahi pacar prianya seorang model dari Nigeria, yang usianya 40 tahun lebih muda.

Pendeta Colin COward (64), seorang pendeta di gereja Baptis St John, di Devizes, Wilts, akan melenggang di catatan sipil dengan pasangan prianya Bobby Egbele (25).

Pernikahan ini menyebabkan kontroversi di antara kalangan pemeluk Kristen karena keduanya berencana untuk meminta layanan pemberkatan di gereja setelah menikah.

Coward yang tinggal bersama kekasihnya di Marston, dekat Devizes, mengatakan bahwa dia berharap perserikatannya untuk melihat "contoh nyata" bagi homoseksual lainnya di dalam gereja.

"Tujuan saya adalah membuat semua di gereja merasa nyaman dengan situasi ini, karena untuk saat ini kebanyakan para homoseksual menikah secara diam-diam," ujarnya seperti dilansir Telegraph, Selasa (24/8/2010).

Sementara itu Uskup Ramsbury, Pendeta Stephen David Conway, meminta Coward untuk tetap hidup membujang, permintaan yang jelas-jelas ditolak oleh Coward.

Di bawah undang-undang pernikahan Gereja Inggris hanya memperkenankan pernikahan pasangan yang beda jenis, sedangkan pasangan dengan jenis sama tidak dianggap pernikahan.

Coward mengatakan bahwa Egbele saat ini hanya memiliki visa berkunjung hingga Juli tahun depan.
Rencananya pasangan tersebut akan mengajukan hak kewarganegaraan pasangan, dengan demikian Egbele memiliki hak menjadi warga.(rhs)
SUMBER okezone

Pernikahan Gay Pertama di AS Mendapat Pengawalan Ketat Polisi

Tiga pasangan gay untuk pertama kali menikah di Amerika Serikat. Pernikahan gay tersebut dikawal ketat polisi setempat.

Seperti dikutip dari AFP, Rabu (10/3/2010), pernikahan itu berlangsung di Ibu kota Amerika Serikat, Washington DC. Nampak penjagaan polisi di luar gedung Kampanye Hak Asasi Manusia, tempat 3 pasangan itu menikah. Sementara, sebuah helikopter melayang-layang di atasnya.

Angelisa Young dan Townsend Sinjoyla menjadi pasangan gay pertama yang menikah di Washington. Keduanya bertukar sumpah di depan seorang Pendeta bernama David North.

"Kau adalah temanku, rekan saya, kasih saya. Aku mencintaimu hari ini, aku mencintaimu besok, aku mencintaimu selamanya,"kata Young kepada pasangannya.

Beberapa menit kemudian pasangan yang lain mengikuti. Mereka yakni Reggie Stanley dan Rocky Galloway. "Kita berada di sini hari ini untuk menyatukan dua jiwa yang sudah
terbiasa dengan satu sama lain," kata Sylvia Sumter.

Terbukanya jalan pernikahan ini dimulai sejak minggu lalu, ketika Mahkamah Agung ASmenolak permohonan untuk mengadakan referendum pada pernikahan gay. Beberapa jam setelah keputusan Mahkamah Agung, pasangan gay berbondong-bondong ke sebuah gedung pengadilan di Washington untuk mengajukan permohonan lisensi pernikahan dan kemudian harus menunggu setidaknya tiga hari kerja sampai mereka bisa menikah.
SUMBER detikNews

Pendeta Amerika Gelar Kawin Massal Kaum Lesbi

Legalisasi pernikahan sesama jenis di Amerika, langsung disambut sukacita oleh kaum gay di Washington. Pendeta David North memulai dengan memimpin dan memberkati pernikahan sesama jenis beberapa pasang lesbian.

Sepasang gay, Angelisa Young dan Sinjoyla Townsend, tak kuasa menahan haru dan bahagia saat bisa menikah secara resmi dan terdaftar pada catatan sipil setempat.Apa yang dirasakan itu bisa dimaklumi. Pasalnya, merekatelah menunggu selama 12 tahun untuk bisa diakui di mata hukum dan negara.Pernikahan ini merupakan yang pertama kali, menyusul diizinkannya pernikahan sesama jenis di Washington, Amerika Serikat, Rabu 9 Maret waktu setempat.

Seperti dikutip dari AFP, Rabu (10/3/2010), dipimpin oleh Pendeta David North, mereka mengucap janji setia seumur hidup. Markas gay, Human Rights Campaign (HRC), menjadi
saksi bisu perhelatan tersebut.

...Pernikahan sesama lesbi ini merupakan yang pertama kali, dipimpin
oleh Pendeta David North. Mereka mengucap janji setia seumur hidup...

Sesaat kemudian, pasangan lesbi Reggie Stanley (50) dan Rocky Galloway (50), juga melangsungkan pernikahan. Dua anak perempuan mereka pun ikut menyaksikan pernikahan yang dipimpin oleh Pendeta Sylvia Sumter.

Selanjutnya, Darlene Garner (61) dan Candy Lorilyn Holmes (53), menjadi pasangan ketiga dalam ajang nikah bareng yang kontroversial tersebut. Sejumlah pasangan gay lainnya pun turut serta meresmikan pernikahan.Legalisasi pernikahan gay di Ibukota
Amerika Serikat itu, dinilai sebagai gebrakan baru dalam sejarah Negeri Paman Sam. "Ini kemajuan yang besar untuk kesetaraan," kata salah satu wali kota di Washington, Adrian Fenty.

"Sekarang, di Washington, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menikah, tidak peduli apa yang pilihan seksual mereka," kata Fenty.

Pihak kepolisian setempat pun mengamankan acara tersebut. Mobil polisi parkir di jalan
menuju ke HRC. Sejumlah polisi juga berjaga di setiap persimpangan.

"Kami pastikan tidak ada pengunjuk rasa mencoba terlalu dekat," kata salah
seorang Polisi mengatakan kepada AFP, sambil menambahkan bahwa tidak ada
tanda-tanda aktivis antigay.

Para pasangan bahagia itu berharap, suatu saat pernikahan gay bisa diberlakukan di berbagai tempat, begitu juga dengan perkawinan antarras. Mereka juga berharap pernikahan sesama jenis tidak mendapat pertentangan dari keluarga ataupun aktivis.

"Mudah-mudahan anak-anakku akan tumbuh dan melihat kembali pada hari ini dan bertanya-tanya ada kesepakatan besar," kata Terrance Heath, setelah menikahi Rick Imirowicz.
SUMBER voiceofal-islam

Pernikahan Gay akan dilegalkan, Uskup Buka Suara

USKUP Katolik Roma di New Jersey mendorong jemaat mereka untuk berdoa terhadap perkawinan sesama jenis. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan ada suara legislatif di negara
bagian yang ingin mengesahkan pernikahan gay sebelum pertengahan Januari 2010 atau Gubernur NJ dari partai Demokrat Jon Corzine bersiap meninggalkan kantor dinasnya. Dia akan digantikan oleh Chris Christie dari partai Republik, seorang politisi AS yang menentang pernikahan gay.

Sekarang ini, para pendeta di gereja-gereja Amerika Serikat menempatkan isu rencana pelegalan pernikahan sesama jenis ketika mereka naik ke atas mimbar.

"Jika mereka meluluskan peraturan pernikahan gay, keluarga akan hancur," kata salah seorang pendeta.

"Sangat sering, orang akan menandai hal ini sebagai politik, tetapi kita melihat ini lebih sebagai implikasi moral," kata Paul Bochicchio dari Gereja Keluarga Kudus di New Jersey.

Uskup Katolik telah mengirim surat mengingatkan anggota jemaat mereka bahwa Alkitab menuliskan bahwa perkawinan hanya dapat terjadi antara seorang pria dan seorang wanita.

Pernikahan sesama jenis harus ditolak sampai kapan pun di dunia ini. Hal ini dilakukan bukan untuk mendiskriminasi orang-orang yang dalam kelompok tersebut, melainkan karena Tuhan telah melarangnya. Manusia diciptakan Allah hanya dalam dua jenis kelamin dan Dia hanya
memperbolehkan pernikahan itu terjadi antara pria dengan wanita. Hal itu tidak bisa ditawar-tawar lagi karena itu adalah kebenaran.
SUMBER perisainet

Pernikahan Gay Pertama di Parlemen

LONDON-Pernikahan gay memang sudah banyak terjadi di berbagai negara. Tapi, kalau pernikahan sesama jenis itu dihelat di gedung parlemen, itu baru pertama terjadi di dunia. Sejarah itu dicatat pasangan Chris Bryant dan Jared Cranney Sabtu lalu (27/3). Bryant adalah legislator sekaligus menteri urusan Eropa di kabinet Perdana Menteri Gordon Brown.
Politikus Partai Buruh yang dulu pendeta itu bertemu Cranney yang berprofesi sebagai sekretaris perusahaan di kampanye pemilihannya sebagai anggota parlemen April tahun lalu.

Pengucapan sumpah pernikahan berlangsung di ruang makan anggota dewan. Setelah itu, pasangan pengantin baru tersebut mcnghelat pesta kecil-kecilan di ruangan ketua dewan. Semua itu terlaksana berkat izin Ketua Parlemen Inggris Harriet Harman. "Karena itu. kami sangat berterima kasih kepada beliau (Harman) sehingga . impian kami menikah di gedung parlemen terlaksana," kata Bryant seperti dikutip Daily Mail.

Pernikahan sesama jenis legal di Inggris sejak disahkannya The CivilPartnership Act 2004. Undang-undang itu memungkinkan pasangan gay dan lesbian yang menikah mendapatkan status yang setara dengan pasangan heteroseksual. Pasangan gay pertama yang memanfaatkan penerapan undang-undang tersebut adalah Ben Bradshaw, juga seorang anggota parlemen. Dia menikahi pasangannya, seorang jumalis BBC. Neal Dalglish.
pada 2006. (war/c2/ttg)
SUMBER bataviase

Pasangan Gay Nikah Massal

Sepasang gay, Angelisa Young dan Sinjoyla Townsend, tak kuasa menahan haru dan bahagia saat bisa menikah secara resmi dan terdaftar pada catatan sipil setempat. Apa yang dirasakan itu bisa dimaklumi. Pasalnya, mereka telah menunggu selama 12 tahun untuk bisa diakui di mata hukum dan negara.

Pernikahan ini merupakan yang pertama kali, menyusul diizinkannya pernikahan sesama jenis di Washington, Amerika Serikat, Rabu 9 Maret waktu setempat.

Seperti dikutip dari AFP, Rabu (10/3/2010), dipimpin oleh Pendeta David North, mereka mengucap janji setia seumur hidup. Markas gay, Human Rights Campaign (HRC), menjadi saksi bisu perhelatan tersebut.

Sesaat kemudian, pasangan Reggie Stanley (50) dan Rocky Galloway (50), juga melangsungkan pernikahan. Dua anak perempuan mereka pun ikut menyaksikan pernikahan
yang dipimpin oleh Pendeta Sylvia Sumter.

Selanjutnya, Darlene Garner (61) dan Candy Lorilyn Holmes (53), menjadi pasangan ketiga dalam ajang nikah bareng yang kontroversial tersebut. Sejumlah pasangan gay lainnya pun turut serta meresmikan pernikahan.

Legalisasi pernikahan gay di Ibukota Amerika Serikat itu, dinilai sebagai gebrakan baru dalam sejarah Negeri Paman Sam. "Ini kemajuan yang besar untuk kesetaraan," kata salah satu wali kota di Washington, Adrian Fenty.

"Sekarang,
di Washington, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menikah, tidak peduli apa yang pilihan seksual mereka," kata Fenty.

Pihak kepolisian setempat pun mengamankan acara tersebut. Mobil polisi parkir di jalan menuju ke HRC. Sejumlah polisi juga berjaga di setiap persimpangan.

"Kami pastikan tidak ada pengunjuk rasa mencoba terlalu dekat," kata salah seorang Polisi mengatakan kepada AFP, sambil menambahkan bahwa tidak ada tanda-tanda aktivis antigay.

Para pasangan bahagia itu berharap, suatu saat pernikahan gay bisa diberlakukan di berbagai tempat, begitu juga dengan perkawinan antarras. Mereka juga berharap pernikahan sesama jenis tidak mendapat pertentangan dari keluarga ataupun aktivis.

"Mudah-mudahan anak-anakku akan tumbuh dan melihat kembali pada hari ini dan bertanya-tanya ada kesepakatan besar," kata Terrance Heath, setelah menikahi Rick Imirowicz.(rhs)
SUMBER okezone

HOMOSEXUALITY IS NOT TREATED AS A PROBLEM


For all that, the number of priests dead of AIDS has forced everyone, even gay clergy themselves, to admit that something is not right. Here too, however, the nature of the crisis as well as its solution has been brought to the public attention by the secular media and presented solely in its secular aspects. What is disappointing, if not surprising, is the extent to which bishops and religious superiors have adopted the secular mindset and washed their hands of their moral responsibilities, in effect allowing the poachers to appoint themselves gamekeepers. A parade example is the case of Father Michael Peterson, founder of the Saint Luke Institute, which specializes in therapy for priests with sexual disorders. Peterson himself died of AIDS in 1987--a circumstance which not only failed to destroy the credibility of his motives or to delegitimize his therapeutic techniques, but which earned him almost unanimous port-mortem accolades even from bishops. Examples can be
multiplied from the Kansas City Star articles: In 1986, [Father Dennis] Rausch moved to South Florida and eventually became Catholic chaplain at Florida International University in North Miami. It was there that he began counseling and ministering to people with HIV and AIDS. In February 1989, Rausch decided he should get an HIV test himself. He waited nearly three weeks for the devastating results. "The first year was really difficult," said Rausch, 47. "I went through anger at myself for being so stupid. You wonder, 'Am I going to get sick and die? How long am I going to be around? What if the bishop finds out? Is he going to ship me off?'" Father Rausch's worries were unfounded. In January of 2000 he was doing neither penance not jail time but running an AIDS ministry program for the Archdiocese of Miami. No one familiar with the conduct of Catholic gay/lesbian ministry in the United States will contest the claim that many, perhaps most, of the ministers are sexually active gays. It is a slight exaggeration, if it is an exaggeration at all, to contend that the only disqualifying factor for gay/lesbian or AIDS ministry is moral disapproval of the gay lifestyle. The situation is not much different in the field of vocation direction and of priestly formation.

The Rev. Thomas Crangle, a Franciscan priest in the Capuchin order in Passaic, NJ, knows what a positive AIDS test can do to a seminarian. When he was vocation director for his province, Crangle said, a man applied for his order, which didn't require testing, and another order that had mandatory testing. "He came out positive," Crangle said. "He came to me and he said, 'That just blows all my dreams.' I said, 'It doesn't blow your dreams. You had a vocation before this, and this does not make you who you are.’" In assessing the likelihood of remedying the crisis, the importance of the poacher-turned-gamekeeper phenomenon cannot be stressed enough. Not only does it ensure that the current wisdom regarding seminary recruitment will be maintained for the foreseeable future, but that the problem deemed to be in need of fixing will be the problem of traditional Catholic morality and asceticism. The official and expert responses to priests who die of AIDS are remarkable for what they omit and for what they include. Mention is seldom, if ever, made of the moral failing on the part of the priest. Sodomy is a mortal sin, and this sin is compounded on the part of the priest because it involves a further violation of his promises of chastity, in addition to the hypocrisy implicit in his acting against his role of moral teacher and helper of souls. Silence on this subject on the part of bishops and religious superiors is baffling to lay Catholics, who naturally wonder whether there is double standard in operation that censures laypeople but excuses clergy, that censures heterosexual but excuses homosexual
vice. Even rarer than discussion of the moral delinquency of the priest with AIDS is candid acknowledgment of the part played by sexual perversion in contracting the disease, the psychological disorder of the man locked into a compulsive homosexual libido which is marked by an adolescent selfishness and hunger for gratification and an adolescent
irresponsibility and lack of control. Men entrusted with institutional authority who are enfeebled by deviant compulsive sexuality cannot help but damage the institution, not only by sexual mischief, but in ways unrelated to sex in which their immaturity, hostility, and
irresponsibility lead them to sacrifice the common good to their own agenda. Yet the gamekeepers and their partisans keep alive the pretense that a priest can make the "mistakes" that lead to his death by AIDS while still serving the Church with moral and doctrinal and pastoral integrity, as if the inclination to sodomy were an isolable affliction
like measles or a weakness for chocolate.

A case in point concerns Father Thom Savage, S.J., who last year became the first president of an American university, religious or secular, to die of AIDS. Most of the faithful who learned of it winced at the shame that it should be a Catholic, and still more a priest, that earned this distinction. One might have expected official responses similar to those
offered when a priest is found dead in a brothel: a low-key statement of regret for the scandal caused, a brief reaffirmation of the priestly duty of chastity, a reminder to pray that God deal mercifully with the departed. Father Edward Kinerk, SJ, is a former superior of the Missouri Province of the Society of Jesus and Savage's successor as president of
Rockhurst College. This is how he chose to speak to the issue: As a Jesuit, I cannot feel anything but pride and gratitude for a meteor that burned itself out in the service of others. On May 10, 1999, God took the gift back. Thom is with God. As Jesuits, we rejoice. He has done what God sent him to do. Many Catholics simply shook their heads in disbelief after reading this encomium. Embezzlers are not commended for their generous service to the banking industry, yet gay priests who break their vows are routinely praised for their ministry. Why then does the laity so seldom protest? By a curious irony, it is often the more than ordinarily God-fearing people who find themselves reduced to silence on this issue. This is because the spontaneous disgust that sodomy arouses in normal persons simultaneously evokes, in the Christian, compassion for those wretched enough to be afflicted with such disordered appetites. We shudder to learn of the existence of men with a morbid attraction to vomit or to corpses, yet our natural horror is almost always a horror mixed with pity. In the same way, even though most Catholics in their heart of hearts reject the stigmatization of their healthy reactions as "homophobia", an uneasy sense of "there but for the grace of God go I" tempers their revulsion and sometimes inhibits them from giving voice to the moral concern they rightly intuit. Gays have not been slow to exploit this reticence to their own political advantage, and indeed have done so with outstanding success.
SUMBER CatholicCultur

Gay Pastor Confession May Draw More Compassion

Congregants of the megachurch Grace Chapel are broken yet standing firm after their lead pastor confessed to homosexual struggles. Much like evangelical pastor Ted Haggard, the Rev. Paul Barnes will be led through counseling, which had failed him in earlier attempts.

In a videotape, Barnes had made his confession to the church in a tear-stained message on Sunday, saying he had been struggling with homosexuality since he was 5, according to The Denver Post. The megachurch pastor resigned and plans to stay in Denver.

As the 2,100-member nondenominational church discusses succession and a severance package, Barnes and his wife, Char, will get professional counseling from a secular practice and a Christian counseling ministry, reported the local Post.

Coming out just one month after prominent evangelical leader Ted Haggard resigned as head of the National Association of Evangelicals amid allegations that he had paid a former
male prostitute for sex, Barnes has sparked discussions over the
Church's attitude toward homosexuals.

"We (evangelicals) may have talked about the evils of homosexuality in attempts to justify our position and not been as evenhanded or fair in representing the homosexual community as we should have been," Craig Willford, president of Denver Seminary, told the Post. "At times, we have probably over-generalized the lifestyle and made villains out of people who live in homosexuality."

The Rev. Leith Anderson, interim president of the National Association of Evangelicals and pastor of Wooddale Church in Eden Prairie, Minn., was more moderate in his reaction.

“I honestly don’t think there is significant rethinking on evangelical positions on homosexuality, but I think there may be greater compassion," he said, according to The New York Times.
After Barnes' video message was played, reaction from the congregation was
said to largely be of concern for the pastor and his wife, Char.
In a sermon just days after news spread about Haggard's drugs and gay sex scandal early November, Barnes had brought attention to the plight of homosexuality. He indicated that some people view it as a grave sin but "gloss over" the sins of adultery or idolatry.
“Those who don’t have homosexual inclinations can be judgmental towards those that do,” Anderson added. “When you discover people you know and respect are struggling with homosexuality, suddenly you’re more compassionate because they are real people who are around you, members of your church and community, and the compassion level rises. It should.”Evangelicals still hold steadfast to their belief that Scripture condemns homosexuality Still, Barnes had urged grace and mercy for all sinners during his Nov. 5 sermon.
"Sometimes,we wear masks because we want to be appear more perfect than we are,"
said Barnes. "But the reality of it is, all of us are so very imperfect."In the wake of the recent homosexual scandals, more masks may come off. Willford predicted confessions by additional pastors could be made. "When one person gets caught or confesses, it's almost like others get a new courage to face this dark side of their private lives." Barnes, 54, started Grace Chapel 28 years ago in his basement as he carried homosexual feelings, which he described as "my thorn in the flesh." He was in counseling three times before he made his public confession.
SUMBER christianpost

Gay pastor gets job after all

The Bishop of Oslo, who's maintained a conservative stand against gay pastors in the state church, has backed down, and now will grant a ministry to a pastor who's living in a gay partnership.
Bishop Ole Christian Kvarme's decision earlier this month to deny a pastor's position to Svein G Josefsen sparked wide debate when it became known last week.
It even sparked what newspaper Aftenposten called "a royal dilemma" because both Crown Prince Haakon and Crown Princess Mette-Marit are active supporters of gay rights. As bishop, Kvarme is the royal family's official pastor, but royal protocol doesn't
allow them to publicly criticize him.
A professor at the University of Oslo noted that the royals regularly promote a society that includes all aspects of the population. "It's therefore a dilemma when the royal family’s official pastor has a completely view than they do," said Professor Knut Lundby.
Kvarme was also a controversial choice to be bishop of Oslo, because of his conservative views. Pressure has been building on him, though, and he'd promised on Monday to take
legal responsibility for Josefsen.
That opened the door for Josefsen, who'd applied for a job as acting pastor of Bryn Church in Bærum, just west of the city. Norwegian law forbids employment discrimination on the basis of sexual preference.
After a meeting of a state church council Monday night, both Kvarme and the council itself apologized for the "unease and despair" that the issue had caused, and announced that Josefsen would get the job he'd earlier been denied.
"I was very glad to hear that," Josefsen told Norwegian Broadcasting (NRK). "It's a great joy for me, and for my partner, and for the many others who have expressed their support for me and for us."
SUMBER Aftenposten

Pesta Pendeta Gay

Gereja Katholik
di Italia kembali diterpa kabar tak sedap. Pasalnya, sejumlah pendeta
Katholik di Itali "tertangkap kamera sedang berada di klub gay dan
melakukan aktifitas seksual" pada Jumat (23/7) pekan lalu. Majalah
berita mingguan "Panorama" milik Perdana Menteri Italia, Silvio
Berlusconi, menampilkan serangkaian foto tentang tiga orang pendeta yang
diduga homoseksual, menghadiri klub malam para gay dan melakukan
aktifitas seksual.

Seperti dikutip dari Daily Telegraph, akhir pekan lalu, Skandal itu
terungkap ketika seorang wartawan Panorama melakukan investigasi dengan
menggunakan kamera tersembunyi untuk mewawancarai tiga pendeta gay.
Karena kelihaian sang wartawan dalam melakukan investigasi, dia berhasil
masuk ke dalam klub khusus gay setelah dikenalkan oleh pendeta penyuka
sejenis yang memang sudah sering mengunjungi klub malam tersebut.

Berkat kelihaian wartawan panorama pula, aktifitas seksual para pendeta
Katholik itu terekam kamera, termasuk yang terjadi di gereja. Salah
seorang pendeta asal , seorang pria Prancis,yang dikenal dengan nama
Paul, menghandiri Misa pada pagi hari sebelum mengantar dua pengawal
-yang ia disewa untuk menghadiri pesta malam sebelumnya- ke bandara,
sebut Panorama .

Menanggapi tulisan Panorama, gereja Katolik Italia yang masih belum
pulih dari skandal kasus pedofilia langsung meminta para pendeta
homoseksual tersebut untuk segera meninggalkan kependetaan. Dalam
pernyataan yang dibuat Jumat (23/7) lalu, keuskupan Roma bersikeras
bahwa sebagian besar dari 1.300 pendeta Roma, bersikap tulus dengan
pengabdiannya dan menjadi contoh baik tentang moralitas untuk semua.

Namun pihak Vatikan tidak berkomentar mengenai liputan investigasi
Panorama itu. Hanya saja seorang sumber senior Vatikan menuding tulisan
Panorama hanya untuk menarik pembaca. "Ini adalah sampah konyol yang
biasa digunakan untuk menarik pembaca di tengah-tengah bulan-bulan musim
panas yang tenang. Tidak ada bukti bahwa orang-orang yang terlibat
merupakan pendeta," sebut sumber itu.

Namun pihak Panorama tetap pada keyakinannya tentang hasil investigasi
yang menjadi tulisan utama itu. Editor di Panorama, Giorgio Mule,
mengatakan, tulisan tentang aktifitas pendeta gay itu merupakan hasil
liputan investigasi selama dua minggu. "Dan tidak ditujukan untuk
menciptakan skandal, tetapi menunjukkan bahwa bagian tertentu dari
kependetaan berperilaku sangat berbeda," belanya.

Sebuah tinjauan dari artikel yang diturunkan Panorama menyebutkan: "Pada
siang hari, mereka adalah pendeta biasa, lengkap dengan kerahnya.
Tetapi di malam hari, mereka menanggalkan jubah pendeta dan dan
bergabung dengan dunia gay ibukota Italia."

Panorama menyebut tulisan hasil investigasi itu sebagai sesuatu yang
"sangat mengganggu". Betapa tidak, dalam artikel Panorama juga
dirincikan tentang empat pendeta-dua orang Italia dan dua pria Prancis -
dengan gembira mengambil bagian dalam acara-acara gay dan seks bebas.

Gereja Katolik menekankan hidup selibat untuk pendeta dan menempatkan
homoseksualitas sebagai dosa. Pada tahun 2008, Vatikan mengeluarkan
peraturan yang menyatakan bahwa setiap calon pendeta dilarang bergabung
jika mereka memiliki kecenderungan homoseksual kuat.
SUMBER JPNN

mistik6666 wrote:kirim ambulan saja deh..

numenonearth wrote:.........
Disamping cerita Lot itu, eksploitasi seksual lelaki hetero juga dihindari karena para pemilik budak jaman Nabi Yusuf “abstain darinya” (SURAT 12. YUSUF 20 : “dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”).

.......................

numenonearth wrote:aneh ya yang diperdebatkan kelakuan manusia, bukannya ajaran, apa ada ajaran seperti itu di Alkitab yang membolehkan pernikahan sesama jenis,

numenonearth wrote:kalo di amerika tidak beragama juga tidak masalah, nikah dengan hewan juga tidak masalah belum tentu amerika itu kristen, dan kristen juga belum tentu mengikuti Alkitab, disana meskipun yang mengaku kristen tetapi tidak mengikuti Alkitab tidak bisa dilarang,

numenonearth wrote:kebebasan sangat di jamin selama tidak mengganggu orang lain, tidak seperti di Indonesia, kasus Ahmadiyah, karena dianggap sesat halal di bunuh.

yang ini jangan ngeles ya tak kejar sampean

dalam memahami agama kita lihat kitabnya, kita buka. kalo yang di cari pelaku atau orangnya, agama apa sih yang tidak ada homonya,

!?
mo ngeles? ah basi bete dengernya

numenonearth wrote:tapi bagaimana bila ada ajaran yang memperbolehkan hal tersebut, misalkan melalui ayat kitabnya.

numenonearth wrote:Ayat Al'quran yang membolehkan sex sesama jenis (banyak homo yang murtad, adalah suatu tanda bahwa homo itu adanya di Islam pindah agama ke kristen atau agama lainnya)

numenonearth wrote:AKTIVITAS HOMOSEKSUAL OLEH LELAKI HETEROSEKSUAL

Aktivitas homoseksual oleh gay/eunuch tidak dibahas dalam Al-Quran, yang hanya menyebut pemerkosaan homoseksual yang tidak sah oleh lelaki heteroseksual terhadap lelaki heteroseksual lainnya. Disamping cerita Lot itu, eksploitasi seksual lelaki hetero juga dihindari karena para pemilik budak jaman Nabi Yusuf “abstain darinya” (SURAT 12. YUSUF 20 : “dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”).

21.

di jual sebagai budak lalu diangkat menjadi anak!!!
kok malah diarahkan ke sex???????

numenonearth wrote:Namun Al-Quran dan Hadis menunjuk tanda-tanda yang mengijinkan nafsu homoseksual oleh lelaki hetero. Bahkan ada Hadis Sahih Bukhari, yang memberikan pendapat Abu Jafar, yang mengatakan bahwa seorang pedopilia dilarang mengawini ibu pacarnya (bocah lelakinya) jika terjadi penetrasi :

Sahih Bukhari, LXII, 25
Bagi siapapun yang bermain dengan bocah lelaki; jika ia mengakibatkannya memasukinya, maka ia tidak boleh menikahi ibunya.


(Aturan ini dibarengi dengan larangan terhadap lelaki
yang ingin menikahi baik seorang ibu maupun puterinya.) Nampaknya
menurut Hadis ini, penetrasi seksual bocah lelaki tidak dianggap sodomi.
Karena kalau dianggap sodomi, maka jelas si pelaku sodomi itu tidak
hanya perlu memusingkan apakah ia akan menikahi ibu pacaranya itu.

Perbedaan antara pederasty (seks dengan anak-anak) dan sodomi (penetrasi
‘lelaki’) dianggap normal dalam dunia kuno, dan memang masih
berlangsung selama sejarah Islam sampai paling tidak abad ke 19

numenonearth wrote:
sumber :
http://muhammad-zainab.blogspot.com/2010/05/islam-mempromosikan-pelecehan.html

https://murtadinkafirun.forumotion.com/t6253-bukti-tasyahubungan-pacaran-islami-dengan-kawin-paksa-dan-kaum-homo?highlight=homo

https://murtadinkafirun.forumotion.com/t10769-muslim-diperdaya-muhammad-melalui-sugesti-hipnotis?highlight=muhammad

bayo_lubis wrote:Benar, kl ga ada larangan dlm Alkitab, ya, blh dong.
'Bknkah merayakan Natal tgl 25 Des itu boleh krn ga ada larangan dlm Alkitab?' (ini adalah pernyataan netter Kristen di forum ini)

mistik6666 wrote:

numenonearth wrote:.........
Disamping cerita Lot itu, eksploitasi seksual lelaki hetero juga dihindari karena para pemilik budak jaman Nabi Yusuf “abstain darinya” (SURAT 12. YUSUF 20 : “dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”).

.......................

perasaan ayat yang sampeyan kutip itu bicara tentang yusuf yang dijual murah...kok tinggal separo gitu...?? kenapa yusuf dijual murah padahal yusuf adalah pemuda yang sehat, dan ganteng lagi..: alasannya, karena para penimba air itu tahu kalau yusuf orang merdeka. nah, kalau ndak cepet-cepet dijual ntar keburu ketahuan orang kalau mereka jual orang merdeka.

frasa "dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf" tentunya tidak seperti yang sampeyan sangka. gampangnya, bayangkan kalau menjual budak (tapi sebenarnya bukan budak).. perasaan yang timbul (bagi orang waras) adalah rasa kasihan. nah, mungkin saja mereka adalah orang-orang yang kepepet dan kurang waras, jadi rasa kasihan mereka sudah ndak ada lagi..


entah sampeyan dapet iklan darimana, tapi sepertinya sampeyan terlalu membabi-buta dan memaksakan diri untuk menulis. ada baiknya ketika akan menulis dicek dulu sumber, referensi, latar belakang, dan juga dipikir-pikir dulu apa kamsudnya..

semoga jawaban semar sedikit menghibur..

DOMBA BERTARING SERIGALA wrote:

bayo_lubis wrote:Benar, kl ga ada larangan dlm Alkitab, ya, blh dong.
'Bknkah merayakan Natal tgl 25 Des itu boleh krn ga ada larangan dlm Alkitab?' (ini adalah pernyataan netter Kristen di forum ini)

Ya jelas boleh dunk lae..!

Kan sudah digenapi...

Jangan Ngaco wrote:Di Buatnya Alkitab Kaum Homoseksual

Kelihatanya bahwa ungkapan dunia sudah tua dan semakin gila saja ada benarnya, pasalnya eperti yang satu ini. Seorang pembuat film independent saat ini mengumumkan sebuah proyek independent pembuatan Alkitab yang sedang dibuatnya berjudul "The Princess Diana Bible" yang didalam "Tuhan" yang menakdirkan bahwa homoseksual adalah sebuah gaya
hidup yang lebih baik.




"Saat ini ada banyak versi Alkitab; Tidak ada salahnya kami memiliki sebuah versi sendiri bukan," tulis Mac Mitchell dalam statemennya di website.

"Alkitab Homoseksual " ini diproduksi olah Revision Studio, yang mengajarkan bahwa "Tuhan" menganggap lebih baik menjadi homoseksual.

Selain itu Michell juga meluncurkan sebuah film yang mengangkat tentang "homoseksual" yang berjudul "Horror in the Wind." Film ini adalah olok-olok yang ditujukan kepada Pat Robertson dan James Dobson, yang pelayanannya sangat berpengaruh di Amerika bahkan seluruh dunia.

"Alkitab" ini diberi nama "The Princess Diana Bible" dengan alasan putri Diana "melakukan banyak perbuatan baik."

Lucunya pada kitab Kejadian di Alkitab Homoseksual ini, diceritakan Tuhan menciptakan Aida dan Eve (Hawa), dan kedua-duanya adalah perempuan.

Sebuah websiter pro-homosexsual, apa yang dilakukan Mitchell digambarkan sebagai sebuah pekerjaan yang sangat inspirasional.

"Yesus adalah seorang gay. Di Alkitab, homoseksual adalah sesuatu yang biasa," demikian tulis website tersebut.

Namun website Belieftnet mengatakan hal yang sebaliknya. "Tidak setiap karya seni yang dibuat lalu bisa disebut sebagai sebuah kebenaran, saya ingin kita menggarisbawahi hal ini."

"Buku ini (The Princess Diana Bible - Red) di inspirasi oleh agenda politik dan keinginan manusia yang mencerminkan cara pandangnya sendiri. Jadi, jika orang ini menjadikan
dirinya sendiri sebagai penulis "Alkitab" ini, maka ini hanyalah sebuah buku, bukan Alkitab." Demikian tulis komentator.

Dalam 2 Timotius 3:16 dikatakan bahwa "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." Alkitab bukanlah rekayasa manusia. Tuhan yang mengilhamkan semua itu, dan apa yang dituliskan tidak untuk menguntungkan atau mendukung suatu pendapat atau cara pandang dari seseorang. Alkitab hanya mendukung pendapat dari satu pribadi, yaitu Allah sendiri.



Untuk itu, mari perhatikan setiap pengajaran yang ada pada akhir zaman ini. Bukan berarti ketika sudah berbicara tentang Alkitab dan Tuhan lalu hal itu sesuatu yang benar. Namun mari kita perhatikan peringatan yang di tuliskan di 2 Petrus 2:1, "Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada
guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka."

Ada-ada saja ulah para kaum homo tersebut agar keberadaan mereka dapat diakui dan di benarkan.

Jangan Ngaco wrote:

Pendeta Homo Akan Nikahi Model Pria Nigeria

Pendeta homoseksual Inggris mengumumkan rencananya untuk menikahi pacar prianya seorang model dari Nigeria, yang usianya 40 tahun lebih muda.

Pendeta Colin COward (64), seorang pendeta di gereja Baptis St John, di Devizes, Wilts, akan melenggang di catatan sipil dengan pasangan prianya Bobby Egbele (25).

Pernikahan ini menyebabkan kontroversi di antara kalangan pemeluk Kristen karena keduanya berencana untuk meminta layanan pemberkatan di gereja setelah menikah.

Coward yang tinggal bersama kekasihnya di Marston, dekat Devizes, mengatakan bahwa dia berharap perserikatannya untuk melihat "contoh nyata" bagi homoseksual lainnya di dalam gereja.

"Tujuan saya adalah membuat semua di gereja merasa nyaman dengan situasi ini, karena untuk saat ini kebanyakan para homoseksual menikah secara diam-diam," ujarnya seperti dilansir Telegraph, Selasa (24/8/2010).

Sementara itu Uskup Ramsbury, Pendeta Stephen David Conway, meminta Coward untuk tetap hidup membujang, permintaan yang jelas-jelas ditolak oleh Coward.

Di bawah undang-undang pernikahan Gereja Inggris hanya memperkenankan pernikahan pasangan yang beda jenis, sedangkan pasangan dengan jenis sama tidak dianggap pernikahan.

Coward mengatakan bahwa Egbele saat ini hanya memiliki visa berkunjung hingga Juli tahun depan.
Rencananya pasangan tersebut akan mengajukan hak kewarganegaraan pasangan, dengan demikian Egbele memiliki hak menjadi warga.(rhs)
SUMBER okezone

Pernikahan Gay Pertama di AS Mendapat Pengawalan Ketat Polisi

Tiga pasangan gay untuk pertama kali menikah di Amerika Serikat. Pernikahan gay tersebut dikawal ketat polisi setempat.

Seperti dikutip dari AFP, Rabu (10/3/2010), pernikahan itu berlangsung di Ibu kota Amerika Serikat, Washington DC. Nampak penjagaan polisi di luar gedung Kampanye Hak Asasi Manusia, tempat 3 pasangan itu menikah. Sementara, sebuah helikopter melayang-layang di atasnya.

Angelisa Young dan Townsend Sinjoyla menjadi pasangan gay pertama yang menikah di Washington. Keduanya bertukar sumpah di depan seorang Pendeta bernama David North.

"Kau adalah temanku, rekan saya, kasih saya. Aku mencintaimu hari ini, aku mencintaimu besok, aku mencintaimu selamanya,"kata Young kepada pasangannya.

Beberapa menit kemudian pasangan yang lain mengikuti. Mereka yakni Reggie Stanley dan Rocky Galloway. "Kita berada di sini hari ini untuk menyatukan dua jiwa yang sudah
terbiasa dengan satu sama lain," kata Sylvia Sumter.

Terbukanya jalan pernikahan ini dimulai sejak minggu lalu, ketika Mahkamah Agung ASmenolak permohonan untuk mengadakan referendum pada pernikahan gay. Beberapa jam setelah keputusan Mahkamah Agung, pasangan gay berbondong-bondong ke sebuah gedung pengadilan di Washington untuk mengajukan permohonan lisensi pernikahan dan kemudian harus menunggu setidaknya tiga hari kerja sampai mereka bisa menikah.
SUMBER detikNews

Pendeta Amerika Gelar Kawin Massal Kaum Lesbi

Legalisasi pernikahan sesama jenis di Amerika, langsung disambut sukacita oleh kaum gay di Washington. Pendeta David North memulai dengan memimpin dan memberkati pernikahan sesama jenis beberapa pasang lesbian.

Sepasang gay, Angelisa Young dan Sinjoyla Townsend, tak kuasa menahan haru dan bahagia saat bisa menikah secara resmi dan terdaftar pada catatan sipil setempat.Apa yang dirasakan itu bisa dimaklumi. Pasalnya, merekatelah menunggu selama 12 tahun untuk bisa diakui di mata hukum dan negara.Pernikahan ini merupakan yang pertama kali, menyusul diizinkannya pernikahan sesama jenis di Washington, Amerika Serikat, Rabu 9 Maret waktu setempat.

Seperti dikutip dari AFP, Rabu (10/3/2010), dipimpin oleh Pendeta David North, mereka mengucap janji setia seumur hidup. Markas gay, Human Rights Campaign (HRC), menjadi
saksi bisu perhelatan tersebut.

...Pernikahan sesama lesbi ini merupakan yang pertama kali, dipimpin
oleh Pendeta David North. Mereka mengucap janji setia seumur hidup...

Sesaat kemudian, pasangan lesbi Reggie Stanley (50) dan Rocky Galloway (50), juga melangsungkan pernikahan. Dua anak perempuan mereka pun ikut menyaksikan pernikahan yang dipimpin oleh Pendeta Sylvia Sumter.

Selanjutnya, Darlene Garner (61) dan Candy Lorilyn Holmes (53), menjadi pasangan ketiga dalam ajang nikah bareng yang kontroversial tersebut. Sejumlah pasangan gay lainnya pun turut serta meresmikan pernikahan.Legalisasi pernikahan gay di Ibukota
Amerika Serikat itu, dinilai sebagai gebrakan baru dalam sejarah Negeri Paman Sam. "Ini kemajuan yang besar untuk kesetaraan," kata salah satu wali kota di Washington, Adrian Fenty.

"Sekarang, di Washington, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menikah, tidak peduli apa yang pilihan seksual mereka," kata Fenty.

Pihak kepolisian setempat pun mengamankan acara tersebut. Mobil polisi parkir di jalan
menuju ke HRC. Sejumlah polisi juga berjaga di setiap persimpangan.

"Kami pastikan tidak ada pengunjuk rasa mencoba terlalu dekat," kata salah
seorang Polisi mengatakan kepada AFP, sambil menambahkan bahwa tidak ada
tanda-tanda aktivis antigay.

Para pasangan bahagia itu berharap, suatu saat pernikahan gay bisa diberlakukan di berbagai tempat, begitu juga dengan perkawinan antarras. Mereka juga berharap pernikahan sesama jenis tidak mendapat pertentangan dari keluarga ataupun aktivis.

"Mudah-mudahan anak-anakku akan tumbuh dan melihat kembali pada hari ini dan bertanya-tanya ada kesepakatan besar," kata Terrance Heath, setelah menikahi Rick Imirowicz.
SUMBER voiceofal-islam

Pernikahan Gay akan dilegalkan, Uskup Buka Suara

USKUP Katolik Roma di New Jersey mendorong jemaat mereka untuk berdoa terhadap perkawinan sesama jenis. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan ada suara legislatif di negara
bagian yang ingin mengesahkan pernikahan gay sebelum pertengahan Januari 2010 atau Gubernur NJ dari partai Demokrat Jon Corzine bersiap meninggalkan kantor dinasnya. Dia akan digantikan oleh Chris Christie dari partai Republik, seorang politisi AS yang menentang pernikahan gay.

Sekarang ini, para pendeta di gereja-gereja Amerika Serikat menempatkan isu rencana pelegalan pernikahan sesama jenis ketika mereka naik ke atas mimbar.

"Jika mereka meluluskan peraturan pernikahan gay, keluarga akan hancur," kata salah seorang pendeta.

"Sangat sering, orang akan menandai hal ini sebagai politik, tetapi kita melihat ini lebih sebagai implikasi moral," kata Paul Bochicchio dari Gereja Keluarga Kudus di New Jersey.

Uskup Katolik telah mengirim surat mengingatkan anggota jemaat mereka bahwa Alkitab menuliskan bahwa perkawinan hanya dapat terjadi antara seorang pria dan seorang wanita.

Pernikahan sesama jenis harus ditolak sampai kapan pun di dunia ini. Hal ini dilakukan bukan untuk mendiskriminasi orang-orang yang dalam kelompok tersebut, melainkan karena Tuhan telah melarangnya. Manusia diciptakan Allah hanya dalam dua jenis kelamin dan Dia hanya
memperbolehkan pernikahan itu terjadi antara pria dengan wanita. Hal itu tidak bisa ditawar-tawar lagi karena itu adalah kebenaran.
SUMBER perisainet

Pernikahan Gay Pertama di Parlemen

LONDON-Pernikahan gay memang sudah banyak terjadi di berbagai negara. Tapi, kalau pernikahan sesama jenis itu dihelat di gedung parlemen, itu baru pertama terjadi di dunia. Sejarah itu dicatat pasangan Chris Bryant dan Jared Cranney Sabtu lalu (27/3). Bryant adalah legislator sekaligus menteri urusan Eropa di kabinet Perdana Menteri Gordon Brown.
Politikus Partai Buruh yang dulu pendeta itu bertemu Cranney yang berprofesi sebagai sekretaris perusahaan di kampanye pemilihannya sebagai anggota parlemen April tahun lalu.

Pengucapan sumpah pernikahan berlangsung di ruang makan anggota dewan. Setelah itu, pasangan pengantin baru tersebut mcnghelat pesta kecil-kecilan di ruangan ketua dewan. Semua itu terlaksana berkat izin Ketua Parlemen Inggris Harriet Harman. "Karena itu. kami sangat berterima kasih kepada beliau (Harman) sehingga . impian kami menikah di gedung parlemen terlaksana," kata Bryant seperti dikutip Daily Mail.

Pernikahan sesama jenis legal di Inggris sejak disahkannya The CivilPartnership Act 2004. Undang-undang itu memungkinkan pasangan gay dan lesbian yang menikah mendapatkan status yang setara dengan pasangan heteroseksual. Pasangan gay pertama yang memanfaatkan penerapan undang-undang tersebut adalah Ben Bradshaw, juga seorang anggota parlemen. Dia menikahi pasangannya, seorang jumalis BBC. Neal Dalglish.
pada 2006. (war/c2/ttg)
SUMBER bataviase

Pasangan Gay Nikah Massal

Sepasang gay, Angelisa Young dan Sinjoyla Townsend, tak kuasa menahan haru dan bahagia saat bisa menikah secara resmi dan terdaftar pada catatan sipil setempat. Apa yang dirasakan itu bisa dimaklumi. Pasalnya, mereka telah menunggu selama 12 tahun untuk bisa diakui di mata hukum dan negara.

Pernikahan ini merupakan yang pertama kali, menyusul diizinkannya pernikahan sesama jenis di Washington, Amerika Serikat, Rabu 9 Maret waktu setempat.

Seperti dikutip dari AFP, Rabu (10/3/2010), dipimpin oleh Pendeta David North, mereka mengucap janji setia seumur hidup. Markas gay, Human Rights Campaign (HRC), menjadi saksi bisu perhelatan tersebut.

Sesaat kemudian, pasangan Reggie Stanley (50) dan Rocky Galloway (50), juga melangsungkan pernikahan. Dua anak perempuan mereka pun ikut menyaksikan pernikahan
yang dipimpin oleh Pendeta Sylvia Sumter.

Selanjutnya, Darlene Garner (61) dan Candy Lorilyn Holmes (53), menjadi pasangan ketiga dalam ajang nikah bareng yang kontroversial tersebut. Sejumlah pasangan gay lainnya pun turut serta meresmikan pernikahan.

Legalisasi pernikahan gay di Ibukota Amerika Serikat itu, dinilai sebagai gebrakan baru dalam sejarah Negeri Paman Sam. "Ini kemajuan yang besar untuk kesetaraan," kata salah satu wali kota di Washington, Adrian Fenty.

"Sekarang,
di Washington, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menikah, tidak peduli apa yang pilihan seksual mereka," kata Fenty.

Pihak kepolisian setempat pun mengamankan acara tersebut. Mobil polisi parkir di jalan menuju ke HRC. Sejumlah polisi juga berjaga di setiap persimpangan.

"Kami pastikan tidak ada pengunjuk rasa mencoba terlalu dekat," kata salah seorang Polisi mengatakan kepada AFP, sambil menambahkan bahwa tidak ada tanda-tanda aktivis antigay.

Para pasangan bahagia itu berharap, suatu saat pernikahan gay bisa diberlakukan di berbagai tempat, begitu juga dengan perkawinan antarras. Mereka juga berharap pernikahan sesama jenis tidak mendapat pertentangan dari keluarga ataupun aktivis.

"Mudah-mudahan anak-anakku akan tumbuh dan melihat kembali pada hari ini dan bertanya-tanya ada kesepakatan besar," kata Terrance Heath, setelah menikahi Rick Imirowicz.(rhs)
SUMBER okezone

HOMOSEXUALITY IS NOT TREATED AS A PROBLEM


For all that, the number of priests dead of AIDS has forced everyone, even gay clergy themselves, to admit that something is not right. Here too, however, the nature of the crisis as well as its solution has been brought to the public attention by the secular media and presented solely in its secular aspects. What is disappointing, if not surprising, is the extent to which bishops and religious superiors have adopted the secular mindset and washed their hands of their moral responsibilities, in effect allowing the poachers to appoint themselves gamekeepers. A parade example is the case of Father Michael Peterson, founder of the Saint Luke Institute, which specializes in therapy for priests with sexual disorders. Peterson himself died of AIDS in 1987--a circumstance which not only failed to destroy the credibility of his motives or to delegitimize his therapeutic techniques, but which earned him almost unanimous port-mortem accolades even from bishops. Examples can be
multiplied from the Kansas City Star articles: In 1986, [Father Dennis] Rausch moved to South Florida and eventually became Catholic chaplain at Florida International University in North Miami. It was there that he began counseling and ministering to people with HIV and AIDS. In February 1989, Rausch decided he should get an HIV test himself. He waited nearly three weeks for the devastating results. "The first year was really difficult," said Rausch, 47. "I went through anger at myself for being so stupid. You wonder, 'Am I going to get sick and die? How long am I going to be around? What if the bishop finds out? Is he going to ship me off?'" Father Rausch's worries were unfounded. In January of 2000 he was doing neither penance not jail time but running an AIDS ministry program for the Archdiocese of Miami. No one familiar with the conduct of Catholic gay/lesbian ministry in the United States will contest the claim that many, perhaps most, of the ministers are sexually active gays. It is a slight exaggeration, if it is an exaggeration at all, to contend that the only disqualifying factor for gay/lesbian or AIDS ministry is moral disapproval of the gay lifestyle. The situation is not much different in the field of vocation direction and of priestly formation.

The Rev. Thomas Crangle, a Franciscan priest in the Capuchin order in Passaic, NJ, knows what a positive AIDS test can do to a seminarian. When he was vocation director for his province, Crangle said, a man applied for his order, which didn't require testing, and another order that had mandatory testing. "He came out positive," Crangle said. "He came to me and he said, 'That just blows all my dreams.' I said, 'It doesn't blow your dreams. You had a vocation before this, and this does not make you who you are.’" In assessing the likelihood of remedying the crisis, the importance of the poacher-turned-gamekeeper phenomenon cannot be stressed enough. Not only does it ensure that the current wisdom regarding seminary recruitment will be maintained for the foreseeable future, but that the problem deemed to be in need of fixing will be the problem of traditional Catholic morality and asceticism. The official and expert responses to priests who die of AIDS are remarkable for what they omit and for what they include. Mention is seldom, if ever, made of the moral failing on the part of the priest. Sodomy is a mortal sin, and this sin is compounded on the part of the priest because it involves a further violation of his promises of chastity, in addition to the hypocrisy implicit in his acting against his role of moral teacher and helper of souls. Silence on this subject on the part of bishops and religious superiors is baffling to lay Catholics, who naturally wonder whether there is double standard in operation that censures laypeople but excuses clergy, that censures heterosexual but excuses homosexual
vice. Even rarer than discussion of the moral delinquency of the priest with AIDS is candid acknowledgment of the part played by sexual perversion in contracting the disease, the psychological disorder of the man locked into a compulsive homosexual libido which is marked by an adolescent selfishness and hunger for gratification and an adolescent
irresponsibility and lack of control. Men entrusted with institutional authority who are enfeebled by deviant compulsive sexuality cannot help but damage the institution, not only by sexual mischief, but in ways unrelated to sex in which their immaturity, hostility, and
irresponsibility lead them to sacrifice the common good to their own agenda. Yet the gamekeepers and their partisans keep alive the pretense that a priest can make the "mistakes" that lead to his death by AIDS while still serving the Church with moral and doctrinal and pastoral integrity, as if the inclination to sodomy were an isolable affliction
like measles or a weakness for chocolate.

A case in point concerns Father Thom Savage, S.J., who last year became the first president of an American university, religious or secular, to die of AIDS. Most of the faithful who learned of it winced at the shame that it should be a Catholic, and still more a priest, that earned this distinction. One might have expected official responses similar to those
offered when a priest is found dead in a brothel: a low-key statement of regret for the scandal caused, a brief reaffirmation of the priestly duty of chastity, a reminder to pray that God deal mercifully with the departed. Father Edward Kinerk, SJ, is a former superior of the Missouri Province of the Society of Jesus and Savage's successor as president of
Rockhurst College. This is how he chose to speak to the issue: As a Jesuit, I cannot feel anything but pride and gratitude for a meteor that burned itself out in the service of others. On May 10, 1999, God took the gift back. Thom is with God. As Jesuits, we rejoice. He has done what God sent him to do. Many Catholics simply shook their heads in disbelief after reading this encomium. Embezzlers are not commended for their generous service to the banking industry, yet gay priests who break their vows are routinely praised for their ministry. Why then does the laity so seldom protest? By a curious irony, it is often the more than ordinarily God-fearing people who find themselves reduced to silence on this issue. This is because the spontaneous disgust that sodomy arouses in normal persons simultaneously evokes, in the Christian, compassion for those wretched enough to be afflicted with such disordered appetites. We shudder to learn of the existence of men with a morbid attraction to vomit or to corpses, yet our natural horror is almost always a horror mixed with pity. In the same way, even though most Catholics in their heart of hearts reject the stigmatization of their healthy reactions as "homophobia", an uneasy sense of "there but for the grace of God go I" tempers their revulsion and sometimes inhibits them from giving voice to the moral concern they rightly intuit. Gays have not been slow to exploit this reticence to their own political advantage, and indeed have done so with outstanding success.
SUMBER CatholicCultur

Gay Pastor Confession May Draw More Compassion

Congregants of the megachurch Grace Chapel are broken yet standing firm after their lead pastor confessed to homosexual struggles. Much like evangelical pastor Ted Haggard, the Rev. Paul Barnes will be led through counseling, which had failed him in earlier attempts.

In a videotape, Barnes had made his confession to the church in a tear-stained message on Sunday, saying he had been struggling with homosexuality since he was 5, according to The Denver Post. The megachurch pastor resigned and plans to stay in Denver.

As the 2,100-member nondenominational church discusses succession and a severance package, Barnes and his wife, Char, will get professional counseling from a secular practice and a Christian counseling ministry, reported the local Post.

Coming out just one month after prominent evangelical leader Ted Haggard resigned as head of the National Association of Evangelicals amid allegations that he had paid a former
male prostitute for sex, Barnes has sparked discussions over the
Church's attitude toward homosexuals.

"We (evangelicals) may have talked about the evils of homosexuality in attempts to justify our position and not been as evenhanded or fair in representing the homosexual community as we should have been," Craig Willford, president of Denver Seminary, told the Post. "At times, we have probably over-generalized the lifestyle and made villains out of people who live in homosexuality."

The Rev. Leith Anderson, interim president of the National Association of Evangelicals and pastor of Wooddale Church in Eden Prairie, Minn., was more moderate in his reaction.

“I honestly don’t think there is significant rethinking on evangelical positions on homosexuality, but I think there may be greater compassion," he said, according to The New York Times.
After Barnes' video message was played, reaction from the congregation was
said to largely be of concern for the pastor and his wife, Char.
In a sermon just days after news spread about Haggard's drugs and gay sex scandal early November, Barnes had brought attention to the plight of homosexuality. He indicated that some people view it as a grave sin but "gloss over" the sins of adultery or idolatry.
“Those who don’t have homosexual inclinations can be judgmental towards those that do,” Anderson added. “When you discover people you know and respect are struggling with homosexuality, suddenly you’re more compassionate because they are real people who are around you, members of your church and community, and the compassion level rises. It should.”Evangelicals still hold steadfast to their belief that Scripture condemns homosexuality Still, Barnes had urged grace and mercy for all sinners during his Nov. 5 sermon.
"Sometimes,we wear masks because we want to be appear more perfect than we are,"
said Barnes. "But the reality of it is, all of us are so very imperfect."In the wake of the recent homosexual scandals, more masks may come off. Willford predicted confessions by additional pastors could be made. "When one person gets caught or confesses, it's almost like others get a new courage to face this dark side of their private lives." Barnes, 54, started Grace Chapel 28 years ago in his basement as he carried homosexual feelings, which he described as "my thorn in the flesh." He was in counseling three times before he made his public confession.
SUMBER christianpost

Gay pastor gets job after all

The Bishop of Oslo, who's maintained a conservative stand against gay pastors in the state church, has backed down, and now will grant a ministry to a pastor who's living in a gay partnership.
Bishop Ole Christian Kvarme's decision earlier this month to deny a pastor's position to Svein G Josefsen sparked wide debate when it became known last week.
It even sparked what newspaper Aftenposten called "a royal dilemma" because both Crown Prince Haakon and Crown Princess Mette-Marit are active supporters of gay rights. As bishop, Kvarme is the royal family's official pastor, but royal protocol doesn't
allow them to publicly criticize him.
A professor at the University of Oslo noted that the royals regularly promote a society that includes all aspects of the population. "It's therefore a dilemma when the royal family’s official pastor has a completely view than they do," said Professor Knut Lundby.
Kvarme was also a controversial choice to be bishop of Oslo, because of his conservative views. Pressure has been building on him, though, and he'd promised on Monday to take
legal responsibility for Josefsen.
That opened the door for Josefsen, who'd applied for a job as acting pastor of Bryn Church in Bærum, just west of the city. Norwegian law forbids employment discrimination on the basis of sexual preference.
After a meeting of a state church council Monday night, both Kvarme and the council itself apologized for the "unease and despair" that the issue had caused, and announced that Josefsen would get the job he'd earlier been denied.
"I was very glad to hear that," Josefsen told Norwegian Broadcasting (NRK). "It's a great joy for me, and for my partner, and for the many others who have expressed their support for me and for us."
SUMBER Aftenposten