Similar topics
Latest topics
Most Viewed Topics
Most active topic starters
kuku bima | ||||
admin | ||||
kermit katak lucu | ||||
hamba tuhan | ||||
feifei_fairy | ||||
paulusjancok | ||||
agus | ||||
gusti_bara | ||||
Muslim binti Muskitawati | ||||
Bejat |
Most active topics
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia Menyongsong Punahnya Islam
Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
Who is online?
In total there are 61 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 61 Guests :: 1 BotNone
Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
Social bookmarking
Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website
bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
3 posters
Page 1 of 1
bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
Judul : Mairil, Sepenggal Kisah Biru di Pesantren
Penulis : Syarifuddin
Penerbit : P_Idea, Jogjakarta
Cetakan 1 : 2005
Tebal : viii + 254
Igama – Selama ini dunia pesantren dikenal sangat lekat dengan nuansa agama. Setiap pagi, siang, sore hingga malam hari kegiatan-kegiatan yang diajarkan di pesantren selalu berkaitan dengan (pendalaman) agama. Ngaji, tadarus, shalat berjamaah adalah beberapa kegiatan rutin di dalamnya.
Namun, siapa yang mengira di balik kentalnya nuansa agama yang ada di pesantren ternyata menyimpan cerita-cerita miris yang sangat bertentangan dengan (doktrin) agama? Buku dengan judul Mairil, Sepenggal Kisah Biru di Pesantren yang ditulis oleh Syarifuddin ini mengungkap secara transparan perilaku-perilaku menyimpang di dunia pesantren, terutama yang berkaitan dengan penyimpangan seksual santri.
Ibarat lokalisasi, pesantren sering dijadikan tempat untuk menyalurkan hasrat libido santri pada santri lain. Bedanya, kalau di lokalisasi berlaku hukum pasar, yaitu terjadi transaksi antara penjual dan pembeli. Di pesantren kegiatan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan umumnya dilakukan di tengah malam ketika “korban” sedang tertidur lelap.
Yang lebih mencengangkan, praktik seperti ini dilakukan antarsesama jenis kelamin (laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan). Seks antarsesama jenis kelamin inilah yang menjadi titik tekan buku ini. Di pesantren budaya ini bukanlah hal yang tabu, bahkan sudah mentradisi secara turun-temurun hingga kini. Sehingga sukar menghilangkan budaya itu karena sang pelaku dalam menjalankan aksinya sangat rapi, di luar pengetahuan orang lain.
Jangankan orang lain, kadang yang menjadi korban sendiri tidak menyadari kalau dirinya pernah dijadikan pelampiasan nafsu seks orang lain. Biasanya korban baru menyadari kalau dirinya telah menjadi pelampiasan seksual orang lain ketika bangun tidur. Karena hubungan seks ala pesantren bukan didasarkan suka sama suka tetapi secara sembunyi-sembunyi, ketika korban sudah terlelap.
Budaya itu kemudian dikenal dengan istilah nyempet dan mairil. Menurut penulis, nyempet merupakan jenis atau aktivitas pelampiasan seksual dengan kelamin sejenis yang dilakukan seseorang ketika hasrat seksualnya sedang memuncak, sedangkan mairil merupakan perilaku kasih sayang kepada seseorang yang sejenis (hlm. 25).
Perilaku nyempet terjadi secara insidental dan sesaat, sedangkan mairil relatif stabil dan intensitasnya panjang. Namun dalam banyak hal antara nyempet dan mairil mengandung konotasi negatif, yaitu sama-sama terlibat dalam hubungan seksual satu jenis kelamin.
Kondisi sosiologis dunia pesantren dengan pembinaan moral dan akhlak secara otomatis interaksi antara santri putra dan putri begitu ketat. Keseharian santri dalam komunitas sejenis, mulai bangun tidur, belajar, hingga tidur kembali. Santri bisa bertemu dengan orang lain jenis ketika sedang mendapat tamu. Itu pun jika masih ada hubungan keluarga.
Praktis, ketika ada di pesantren –terutama pesantren salaf (tradisional)– tidak ada kesempatan untuk bertemu dan bertutur sapa dengan santri beda kelamin.
Di samping tempat asrama putra dan putri berbeda, hukuman yang harus dijalankan begitu berat, bisa-bisa dikeluarkan dari pesantren, jika ada santri putra dan putri ketahuan bersama. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan perilaku nyempet di kalangan santri di pesantren begitu marak (hlm. 31).
Perilaku nyempet dan mairil biasnya dilakukan oleh santri tua (senior), tidak jarang pula para pengurus atau guru muda yang belum menikah. Dari hasil penelitian penulis, kegiatan nyempet hanya terjadi ketika masih menetap di pesantren tetapi ketika sudah lulus dari pesantren budaya seperti itu ditinggalkan.
Terbukti, kehidupan mereka normal dan tidak ditemukan kasus mereka menjadi homo atau lesbi. Mereka semua berkeluarga dan mempunyai anak. Karena orang yang melakukan itu hanya iseng bukan tergolong homoseksual (bagi kaum laki-laki) atau lesbian (bagi kaum wanita). Mereka melakukan penyimpangan seks itu sekadar menyalurkan libido seksualnya yang memuncak.
Umumnya yang menjadi korban nyempet dan mairil adalah santri yang memiliki wajah ganteng, tampan, imut, dan baby face. Hampir pasti santri (baru) yang memiliki wajah baby face selalu menjadi incaran dan rebutan santri-santri senior. Bahkan tidak jarang antara santri yang satu dan santri yang lain terlibat saling jotos, adu mulut, bertengkar (konflik) untuk mendapatkannya.
Di pesantren berlaku hukum tidak tertulis yang harus dijalankan bagi orang yang memiliki mairil. Misalnya jika si A sudah menjadi mairil orang, maka si mairil tersebut akan dimanja, diperhatikan, diberi uang jajan, uang makan, dicucikan pakainnya, dan sebagainya; layaknya sepasang kekasih (pacaran). Jika si mairil dekat dengan orang lain pasti orang yang merasa memiliki si mairil tersebut akan cemburu berat.
Kelebihan buku ini adalah penulis mampu menceritakan pelaku nyempet dan mairil dalam suasana santai, kocak, tetapi serius. Gaya penulisanya bertutur hampir menyerupai novel. Misalnya ketika penulis menceritakan tentang santri bernama Subadar yang akan nyempet santri lain.
Di beranda joglo masjid tanpa penerangan lampu, Subadar sambil berpura-pura tidur, terus merangsek mendekati santri yang masih kecil yang beberapa hari terakhir menjadi incarannya. “Harus bisa,” gumam Subadar dalam hati.
Namun naas nasibnya kali ini, baru saja mulai angkat sarung korban, tiba-tiba lampu beranda joglo dinyalakan petugas piket yang seketika itu membuat Subadar terkejut bukan kepalang…
Penulis buku ini tentu paham betul tentang budaya nyempet dan mairil yang ada di pesantren. Karena dia juga pernah mengenyam pendidikan di pesantren Wonorejo dan Jombang, Jawa Timur.
Boleh dikatakan buku ini adalah hasil temuannya langsung saat dia hidup di dunia pesantren selama kurang lebih enam tahun lamanya. Membaca buku ini kita akan terkejut dan mengernyitkan dahi, “Ah yang bener aja.”
Meski peristiwa yang diceritakan dalam buku ini lebih mengandalkan inprovisasi penulis, pembaca bisa melacak sendiri bahwa peristiwa seperti ini dalam dunia pesantren, terutama saat malam menjelang, benar adanya. Atau boleh jadi mereka yang pernah dibesarkan di pesantren akan tersenyum kecut atau mengakui dan menyangkal peristiwa kebenaran cerita ini. (Ditulis oleh Zamaahsari A. Ramzah, mahasiswa FISIPOL, Universitas Muhammdiyah Yogyakarta, alumnus Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo)
Judul : Mairil, Sepenggal Kisah Biru di Pesantren
Penulis : Syarifuddin
Penerbit : P_Idea, Jogjakarta
Cetakan 1 : 2005
Tebal : viii + 254
Igama – Selama ini dunia pesantren dikenal sangat lekat dengan nuansa agama. Setiap pagi, siang, sore hingga malam hari kegiatan-kegiatan yang diajarkan di pesantren selalu berkaitan dengan (pendalaman) agama. Ngaji, tadarus, shalat berjamaah adalah beberapa kegiatan rutin di dalamnya.
Namun, siapa yang mengira di balik kentalnya nuansa agama yang ada di pesantren ternyata menyimpan cerita-cerita miris yang sangat bertentangan dengan (doktrin) agama? Buku dengan judul Mairil, Sepenggal Kisah Biru di Pesantren yang ditulis oleh Syarifuddin ini mengungkap secara transparan perilaku-perilaku menyimpang di dunia pesantren, terutama yang berkaitan dengan penyimpangan seksual santri.
Ibarat lokalisasi, pesantren sering dijadikan tempat untuk menyalurkan hasrat libido santri pada santri lain. Bedanya, kalau di lokalisasi berlaku hukum pasar, yaitu terjadi transaksi antara penjual dan pembeli. Di pesantren kegiatan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan umumnya dilakukan di tengah malam ketika “korban” sedang tertidur lelap.
Yang lebih mencengangkan, praktik seperti ini dilakukan antarsesama jenis kelamin (laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan). Seks antarsesama jenis kelamin inilah yang menjadi titik tekan buku ini. Di pesantren budaya ini bukanlah hal yang tabu, bahkan sudah mentradisi secara turun-temurun hingga kini. Sehingga sukar menghilangkan budaya itu karena sang pelaku dalam menjalankan aksinya sangat rapi, di luar pengetahuan orang lain.
Jangankan orang lain, kadang yang menjadi korban sendiri tidak menyadari kalau dirinya pernah dijadikan pelampiasan nafsu seks orang lain. Biasanya korban baru menyadari kalau dirinya telah menjadi pelampiasan seksual orang lain ketika bangun tidur. Karena hubungan seks ala pesantren bukan didasarkan suka sama suka tetapi secara sembunyi-sembunyi, ketika korban sudah terlelap.
Budaya itu kemudian dikenal dengan istilah nyempet dan mairil. Menurut penulis, nyempet merupakan jenis atau aktivitas pelampiasan seksual dengan kelamin sejenis yang dilakukan seseorang ketika hasrat seksualnya sedang memuncak, sedangkan mairil merupakan perilaku kasih sayang kepada seseorang yang sejenis (hlm. 25).
Perilaku nyempet terjadi secara insidental dan sesaat, sedangkan mairil relatif stabil dan intensitasnya panjang. Namun dalam banyak hal antara nyempet dan mairil mengandung konotasi negatif, yaitu sama-sama terlibat dalam hubungan seksual satu jenis kelamin.
Kondisi sosiologis dunia pesantren dengan pembinaan moral dan akhlak secara otomatis interaksi antara santri putra dan putri begitu ketat. Keseharian santri dalam komunitas sejenis, mulai bangun tidur, belajar, hingga tidur kembali. Santri bisa bertemu dengan orang lain jenis ketika sedang mendapat tamu. Itu pun jika masih ada hubungan keluarga.
Praktis, ketika ada di pesantren –terutama pesantren salaf (tradisional)– tidak ada kesempatan untuk bertemu dan bertutur sapa dengan santri beda kelamin.
Di samping tempat asrama putra dan putri berbeda, hukuman yang harus dijalankan begitu berat, bisa-bisa dikeluarkan dari pesantren, jika ada santri putra dan putri ketahuan bersama. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan perilaku nyempet di kalangan santri di pesantren begitu marak (hlm. 31).
Perilaku nyempet dan mairil biasnya dilakukan oleh santri tua (senior), tidak jarang pula para pengurus atau guru muda yang belum menikah. Dari hasil penelitian penulis, kegiatan nyempet hanya terjadi ketika masih menetap di pesantren tetapi ketika sudah lulus dari pesantren budaya seperti itu ditinggalkan.
Terbukti, kehidupan mereka normal dan tidak ditemukan kasus mereka menjadi homo atau lesbi. Mereka semua berkeluarga dan mempunyai anak. Karena orang yang melakukan itu hanya iseng bukan tergolong homoseksual (bagi kaum laki-laki) atau lesbian (bagi kaum wanita). Mereka melakukan penyimpangan seks itu sekadar menyalurkan libido seksualnya yang memuncak.
Umumnya yang menjadi korban nyempet dan mairil adalah santri yang memiliki wajah ganteng, tampan, imut, dan baby face. Hampir pasti santri (baru) yang memiliki wajah baby face selalu menjadi incaran dan rebutan santri-santri senior. Bahkan tidak jarang antara santri yang satu dan santri yang lain terlibat saling jotos, adu mulut, bertengkar (konflik) untuk mendapatkannya.
Di pesantren berlaku hukum tidak tertulis yang harus dijalankan bagi orang yang memiliki mairil. Misalnya jika si A sudah menjadi mairil orang, maka si mairil tersebut akan dimanja, diperhatikan, diberi uang jajan, uang makan, dicucikan pakainnya, dan sebagainya; layaknya sepasang kekasih (pacaran). Jika si mairil dekat dengan orang lain pasti orang yang merasa memiliki si mairil tersebut akan cemburu berat.
Kelebihan buku ini adalah penulis mampu menceritakan pelaku nyempet dan mairil dalam suasana santai, kocak, tetapi serius. Gaya penulisanya bertutur hampir menyerupai novel. Misalnya ketika penulis menceritakan tentang santri bernama Subadar yang akan nyempet santri lain.
Di beranda joglo masjid tanpa penerangan lampu, Subadar sambil berpura-pura tidur, terus merangsek mendekati santri yang masih kecil yang beberapa hari terakhir menjadi incarannya. “Harus bisa,” gumam Subadar dalam hati.
Namun naas nasibnya kali ini, baru saja mulai angkat sarung korban, tiba-tiba lampu beranda joglo dinyalakan petugas piket yang seketika itu membuat Subadar terkejut bukan kepalang…
Penulis buku ini tentu paham betul tentang budaya nyempet dan mairil yang ada di pesantren. Karena dia juga pernah mengenyam pendidikan di pesantren Wonorejo dan Jombang, Jawa Timur.
Boleh dikatakan buku ini adalah hasil temuannya langsung saat dia hidup di dunia pesantren selama kurang lebih enam tahun lamanya. Membaca buku ini kita akan terkejut dan mengernyitkan dahi, “Ah yang bener aja.”
Meski peristiwa yang diceritakan dalam buku ini lebih mengandalkan inprovisasi penulis, pembaca bisa melacak sendiri bahwa peristiwa seperti ini dalam dunia pesantren, terutama saat malam menjelang, benar adanya. Atau boleh jadi mereka yang pernah dibesarkan di pesantren akan tersenyum kecut atau mengakui dan menyangkal peristiwa kebenaran cerita ini. (Ditulis oleh Zamaahsari A. Ramzah, mahasiswa FISIPOL, Universitas Muhammdiyah Yogyakarta, alumnus Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo)
kermit katak lucu- SILVER MEMBERS
- Number of posts : 3551
Job/hobbies : memuji muji islam
Reputation : 11
Points : 9516
Registration date : 2011-06-17
kermit katak lucu- SILVER MEMBERS
- Number of posts : 3551
Job/hobbies : memuji muji islam
Reputation : 11
Points : 9516
Registration date : 2011-06-17
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
Gw seeh ga nyalahin yang nulis buku tersebut, sah sah aja kok nulis buku, tp yang salah yang baca buku tersebut kalo percaya mentah-mentah, biar kelakuan gw kaga bener tp gw jg pernah jg ngalamin jd santri katagorinya cukup lama 5 tahun , tp ga ada tuh seperti yg diceritakan di buku itu, biasalah orang biar terkenal cari sensasi.....
japra- RED MEMBERS
- Number of posts : 39
Reputation : 0
Points : 4290
Registration date : 2012-09-28
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
Apa kau yakin di pesantren laen ndak ada???japra wrote:Gw seeh ga nyalahin yang nulis buku tersebut, sah sah aja kok nulis buku, tp yang salah yang baca buku tersebut kalo percaya mentah-mentah, biar kelakuan gw kaga bener tp gw jg pernah jg ngalamin jd santri katagorinya cukup lama 5 tahun , tp ga ada tuh seperti yg diceritakan di buku itu, biasalah orang biar terkenal cari sensasi.....
Dasar muslim tolol !!!
F-22- SILVER MEMBERS
- Number of posts : 1644
Reputation : 19
Points : 6698
Registration date : 2011-09-30
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
F-22 wrote:Apa kau yakin di pesantren laen ndak ada???japra wrote:Gw seeh ga nyalahin yang nulis buku tersebut, sah sah aja kok nulis buku, tp yang salah yang baca buku tersebut kalo percaya mentah-mentah, biar kelakuan gw kaga bener tp gw jg pernah jg ngalamin jd santri katagorinya cukup lama 5 tahun , tp ga ada tuh seperti yg diceritakan di buku itu, biasalah orang biar terkenal cari sensasi.....
Dasar muslim tolol !!!
APA LO JG YAKIN DAN PERCAYA AMA SI PENULIS BUKU... KALAU LO PERCAYA BERARTI LO TOLOL GOBLOG....
japra- RED MEMBERS
- Number of posts : 39
Reputation : 0
Points : 4290
Registration date : 2012-09-28
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
Kenafa harus ndak percaya ??? Memangnya di pesantren tidak mungkin terjadi perbuatan BEJAD ???japra wrote:APA LO JG YAKIN DAN PERCAYA AMA SI PENULIS BUKU... KALAU LO PERCAYA BERARTI LO TOLOL GOBLOG....
Kalo berita di bawah ini kau percaya ndak??? Dasar muslim BEGO BIN KEPLEKKK !!!
http://www.indosiar.com/patroli/dipicu-tindak-cabul-oknum-ustadz_73942.html
Pesantren Dibakar, Dipicu Tindak Cabul Oknum Ustadz
Diduga perbuatan cabul oknum Ustadz terhadap santri wanitanya sebuah pesantren di Imogiri Bantul dibakar dan dirusak massa. Warga marah karena oknum Ustadz itu sama sekali tidak punya itikad baik untuk bertanggung jawab terlebih korban saat ini sudah hamil.
Sebuah pondok pesantren dikawasan Imogiri Bantul, Yogyakarta dirusak puluhan warga. Akibatnya dua buah bangunan yakni gazebo dan sekretariat dibakar dan dirusak. Aksi ini diduga dipicu pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum pengasuh pesantren terhadap salah satu gadis warga setempat.
Warga sebenarnya sudah cukup lama menaruh curiga terhadap oknum Kyai itu karena dianggap telah menghina warga setempat, namun karena tidak ada niatan baik untuk segera menyelesaikan persoalan dengan keluarga korban warga semakin emosi. Terlebih lagi gadis yang menjadi korban pelecehan seksual ternyata sudah hamil.
Sementara itu naas yang dituduh melakukan pelecehan seksual tidak mau diwawancarai dengan alasan yang tidak jelas. Kasus ini hingga Selasa (17/6/08) kemarin masih dalam penanganan jajaran Polres Bantul.
F-22- SILVER MEMBERS
- Number of posts : 1644
Reputation : 19
Points : 6698
Registration date : 2011-09-30
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
[quote="F-22"]
Kalo berita di bawah ini kau percaya ndak??? Dasar muslim BEGO BIN KEPLEKKK !!!
Gw percaya karena manusia tidak luput dari salah dan dosa
Kalo berita ini lo percaya ga..???
TAPANULI UTARA (voa-islam.com) – Pendeta yang satu ini benar-benar bejat. Sebagai tokoh panutan jemaat dan mahasiswi, bukannya melakukan pembinaan, malah mengobral perbuatan bejat pencabulan seksual terhadap 19 jemaatnya. Kepada jemaatnya sendiri tega berbuat amoral, bagaimana dengan orang lain?
Adalah Siman Hutahaean, seorang pendeta yang menggembala gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan dan menjadi dosen di Sekolah Tinggi Theologi (STT) Biblevrouw HKBP yang beralamat di Partahan Bosi Hutapea, Lagauboti, Toba Samosir Sumatera Utara
Peristiwa memalukan itu terbongkar, setelah korban dan sejumlah rekan mahasiswi lainnya mengadu pada Direktur sekolah Bibelvrouw Pendeta Manarias Sinaga MTh. Para korban mengaku, Pendeta Siman Hutahaean, melakukan pelecehan seksual dengan cara meditasi dan magis, menghipnotis para korban, sehingga mahasiswi yang dihipnotis itu tidak bisa melawan dan hanya mengikuti perintah si pendeta yang melampiaskan syahwat iblisnya secara leluasa.
Setiap kali melakukan aksi amoralnya itu, sang pendeta cabul mengancam mahasiswi yang “digarap,” agar tidak membocorkan perbuatannya itu kepada siapapun. Jika membocorkan aibnya, maka dianggap sebagai kesombongan rohani. Belasan mahasiswi korban pelecehan dosennya itu, terpaksa memendam derita dan kisah pilunya dalam waktu yang lama, sejak awal Januari 2010 lalu. Tidak tahan dengan trauma yang dialaminya, akhirnya mereka melaporkannya kepada direktur sekolah, tempat mereka belajar ilmu teologi Kristen.
Laporan para korban pelecehan seksual pendeta tersebut ditindaklanjuti oleh Direktur STT Biblevrouw esok harinya. Digelarlah rapat kilat di hadapan seluruh dosen, termasuk menghadapkan pelaku dengan 19 korban di aula sekolah Kristen HKBP itu.
Rapat kilat membuahkan hasil, Direktur segera mengambil tindakan tegas dengan menonaktifkan Pendeta Siman Hutahaean sebagai pengajar STT Biblevrouw. Pada saat itu juga, Direktur melaporkan kejadian ini ke Ephorus dan Sekjen di Pearaja-Tarutung, meminta agar pelaku meninggalkan kampus. Malam itu juga pelaku pelecehan seksual itu keluar dari kampus dengan membawa keluarganya pergi.
Selang lima hari (25/1/2010), Ephorus dan Sekjen membentuk tim “pencari fakta” yang diketuai oleh Pendeta Jamilin Sirait. Diberitahukan, Tim ini akan bekerja selama dua minggu, terhitung sejak 25 Januari 2010. Tapi janji tinggal janji, tim yang sudah dibentuk tersebut tak kunjung datang ke kampus untuk mencari fakta.
Menurut informasi dari para mahasiswi dan dosen, telah terjadi intimidasi dari seorang Praeses bernama Pendeta Armada Sitorus terhadap para mahasiswi. Pendeta itu mengancam akan memecat mereka dari Biblevrouw, jika Pendeta Siman Hutahaean (pelaku) dipecat pihak kampus. Keesokan harinya, seluruh mahasiswa meninggalkan kampus, dan bergerak untuk mencari perlindungan hukum.
....Setiap kali melakukan aksi amoralnya, sang pendeta cabul mengancam mahasiswi agar tidak membocorkan perbuatannya. Jika membocorkan aibnya, maka dianggap sebagai kesombongan rohani....
Merasa tak ditanggapi oleh Praeses, seluruh mahasiswi bergerak ke Pematangsiantar untuk mencari dukungan. Harapannya para Preases di Pearaja Tarutung segera menuntut pelaku agar dipecat dan dicabut tohonannya (status pendetanya) dari HKBP. Tapi suara mereka tak digubris. Selanjutnya, para mahasiswi melaporkan kejadian ini ke Polres Tobasa agar pelaku ditangkap. Polisi kemudian membawa korban mahasiswi yang paling parah untuk divisum di Rumah Sakit Balige.
Rupanya, pengaduan mahasiwi ke polisi membuat gerah Pendeta Jamilin Sirait, selaku Pimpinan Pusat HKBP di Pearaja Tarutung, seraya mengatakan, kalau seluruh mahasiswa meninggalkan kampus Biblevorouw, maka lebih baik seluruh mahasiswi dipecat saja semuanya dan dibuat lagi penerimaan mahasiswa baru. Pernyataan Pdt Jamilin itu tak sepenuhnya didukung oleh sejumlah dosen di kampus tersebut.
Seorang dosen wanita berdiri membela mahasiswi. “Tidak akan ada seorang Jemaat HKBP dan gereja lainnya yang mau mengizinkan putrinya masuk sekolah Biblevrouw, jika pimpinan HKBP tidak bertindak adil dengan memecat semua mahasiswi, dan justru melindungi si pelaku,” ungkapnya.
Mahasiswi masih berharap Pimpinan Pusat HKBP di Pearaja Tarutung menyelesaikan masalah ini. Tapi lagi-lagi, protes tetap tak digubris oleh pimpinan HKBP. Mereka tidak mau menerima mahasiswi yang datang. Itu sama saja mencemarkan citra HKBP. Seorang pimpinan pusat HKBP bukannya mencari solusi, melainkan telah meletupkan api kekecewaan mahasiswi dan jemaat HKB lainnya yang bersimpati.
Setelah mengadu ke Polres Tobasa, dibuatlah pemeriksaan BAP. Selanjutnya, pihak polisi melayangkan surat panggilan ke Ephorus HKBP di Pearaja agar si pelaku menyerahkan diri ke Polres Tobasa.
Setelah didesak, Pendeta Jamilin Sirait dan kawan-kawannya datang ke kampus Biblevrouw untuk bertemu dengan seluruh korban dan mahasiswi. Namun kedatangan mereka tidak memberikan solusi. Kedatangan Pendeta Jamilin malah memperkeruh suasana karena sikapnya yang tidak memihak korban, tapi memihak pada pelaku pelecehan. Mahasiswa pun dianggap bodoh. Lalu mahasiswi menyoraki pendeta itu. Mahasiswa kembali meminta kepastian, agar pendeta distrik Toba segera menggelar rapat untuk memproses pemecatan si pelaku dari HKBP dan pencabutan tohonannya sebagai pendeta. Lagi-lagi aspirasi itu tidak ditanggapi.
Pdt Jamilin cs kembali bertemu mahasiswi yang menjadi korban untuk kedua kalinya. Lagi-lagi tidak ada sanski sesuai hukum gereja HKBP buat si pelaku. Tak ayal membuat seluruh mahasiswi geram dengan mengecam tim pencari fakta yang datang. Ada kesan, sengaja mengulur-ulur waktu, dan tidak ada niat baik pimpinan HKBP untuk memecat-mencabut tohonan kependetaan si pelaku dari HKBP. Ada kesan, pimpinan HKBP hendak menutup-nutupi kasus ini.
....Ada kesan tidak ada niat baik pimpinan HKBP untuk memecat-mencabut tohonan kependetaan si pelaku dari HKBP. Pimpinan HKBP hendak menutup-nutupi kasus ini....
Meski pelaku sudah datang menyerahkan diri ke Polres Tobasa, dan ditahan di Rutan Balige. Namun, bagi mahasiswi , seluruh dosen dan direktur Kampus Biblevrouw, pelaku tidak cukup hanya ditangkap dan penjarakan, tapi juga dipecat dan dicabut tohonannya dari HKBP sesuai proses Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja yang berlaku di HKBP.
Jemaat HKBP Resah
Kabarnya, sekarang banyak Jemaat HKBP mulai berkomentar: “Kenapa jika jemaat salah sedikit saja, langsung dikenakan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) alias dipecat dari HKBP dan dikeluarkan? Sedangkan jika pendeta yang melakukan pelecehan seksual tidak dikenakan RPP dan tidak dipecat dari HKBP. Apakah RPP HKBP hanya berlaku untuk jemaat saja?” tanya mereka.
“Bila begini terus menerus, bukan tidak mungkin, 10 tahun lagi, HKBP akan ditutup, karena semua jemaat tidak akan percaya lagi kepada para pendeta yang hanya berkhotbah, tetapi tidak melakukan apa yang dikhotbahkannya. Jangan salahkan jemaat jika meninggalkan HKBP karena kebejatan moral pendetanya, apalagi jika pelaku pelecehan selalu mendapatkan pembelaan dan tidak dicabut tohonan kependetaannya,” ungkap beberapa orang jemaat HKBP yang kecewa.
....Bila begini terus menerus, bukan tidak mungkin, 10 tahun lagi, HKBP akan ditutup, karena semua jemaat tidak akan percaya lagi kepada para pendeta yang hanya berkhotbah....
Kabar yang berkembang, pendeta resort mengintimidasi keluarga korban, agar menarik pengaduannya dari polisi. Diam-diam ada yang menyebarkan berita bohong, bahwa 19 korban sudah menarik pengaduan kepada polisi. Namun, setelah dikonfirmasi ke Polres Tobasa, ternyata berita tersebut tidak benar, dan tidak seorang korban pun yang menarik pengaduannya dari Polres. Intimidasi itu berlangsung berkali-kali. Tim pencari fakta dengan cara halus meminta para korban agar mengubah BAP yang sudah dibuat di kepolisian.
Perjuangan belum selesai, mahasiswi dan beberapa pendeta dan jemaat HKBP dari berbagai kota melakukan aksi damai ke kantor distrik IV Tobasa untuk mendesak Praeses setempat segera melaksanakan Rapat Pendeta Distrik IV Toba untuk kembali membicarakan dan menimbang si pelaku pelecehan seksual. Lagi-lagi permintaan mereka tidak digubris.
....Jika jemaat salah sedikit saja, langsung dikenakan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) alias dikeluarkan dari HKBP. Tapi jika pendeta melakukan pelecehan seksual tidak dikenakan RPP dan tidak dipecat. Apakah RPP HKBP hanya berlaku untuk jemaat saja?....
Pada tanggal 2 Maret 2010, kepolisian dari Polres Tobasa, akhirnya menyerahkan secara resmi kasus pelecehan seksual tersebut kepada pihak Kejaksaan Negeri Balige. Persidangan bersifat tertutup karena kasusnya menyangkut perbuatan amoral. Pihak mahasiswi juga sudah melaporkan kasus tersebut kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan di Jakarta. Hingga memasuki sidang ke-15 (29 September 2010), Ketua Majelis Hakim PN Balige kemudian menjatuhkan vonis kepada Pendeta Siman Hutahaean dengan hukuman 5 tahun penjara.
Pendeta HKBP Meneror Jemaatnya Sendiri
Kendati pelaku sudah dijatuhi hukuman setimpal, seluruh mahasiswa dan beberapa orang dosen yang tinggal di kompleks STT Biblebrouw, acapkali mendapat teror berupa 2-3 orang lebih laki-laki bertopeng datang ke asrama sekolah setiap malamnya dengan membawa parang panjang dan kelewang. Juga ada lemparan batu ke rumah-rumah dosen dan kantor sekolah tersebut. Teror juga dilakukan dalam bentuk SMS dengan mengancam korban. Mahasiswi dan dosen yang diteror sudah melaporkannya ke Kapolsek Lagoubuti.
Setelah dilacak SMS terror tersebut, ternyata datang dari Pendeta Herlan Hutahaean (seorang pendeta yang bekerja sebagai anggota KPU di Tobasa). Teror terus berlanjut. Ephoris HKBP Pendeta Dr. Bonar Napitupulu tidak mau menandatangani Pengumuman Penerimaaan Mahasiswa Baru sekolah tersebut. Bahkan Ephorus juga membuat Surat Pernyataan melarang penerimaan mahasiswa baru di sekolah itu.
Lebih parah lagi, pada saat wisuda, tidak seorang pun yang diutus oleh Pimpinan HKBP menghadiri acara wisuda mahasiswa STT Biblevrouw. Konyolnya lagi, ephorus HKBP tidak mau menandatangani ijazah seluruh mahasiswi Biblevrouw yang telah diwisuda. Dalih tidak mau menandatangani ijazah mahasiswi, hanya karena mereka pernah demo ke Pearaja-Tarutung dan PN Balige. Komnas HAM berjanji akan mengatasi masalah ijazah yang tidak mau ditandatangi oleh ephorus HKBP.
Mengadu domba dan membenturkan sesama pendeta HKBP rupanya menjadi hal biasa dan menjadi trik sendiri. Konflik internal dengan sesama jemaat HKBP pun tak pernah berakhir damai. Ternyata gereja HKBP adalah gereja yang mempersubur dan memelihara perbuatan-perbuatan asusila. Terbukti, pelaku pelecehan seksual selalu dilindungi dan dibela mati-matian oleh para pimpinan HKBP. Bahkan, terhadap jemaatnya sendiri, tidak mampu bersikap adil, bahkan justru membela pelaku asusila.
Sungguh sangat memalukan HKBP saat ini di mata masyarakat dan di mata dunia. Jemaat HKBP berharap ada reformasi di tubuh HKBP.
Bagaimana dengan kasus HKBP Ciketing? Bukan tidak mungkin, konflik itu diciptakan oleh Pendeta HKBP itu sendiri. Dalam istilah ilmu kriminologi disebut Victiminasi: membunuh sesamanya untuk mendapat simpati dari dalam negeri maupun dunia internasional. Wallahu a’lam. [Desastian]
Baca berita terkait:
Heboh!! Pendeta HKBP Dibui Lima Tahun, Kasus Zina dengan 19 Mahasiswi.
Kenafa harus ndak percaya ??? Memangnya di pesantren tidak mungkin terjadi perbuatan BEJAD ???japra wrote:APA LO JG YAKIN DAN PERCAYA AMA SI PENULIS BUKU... KALAU LO PERCAYA BERARTI LO TOLOL GOBLOG....
Kalo berita di bawah ini kau percaya ndak??? Dasar muslim BEGO BIN KEPLEKKK !!!
Gw percaya karena manusia tidak luput dari salah dan dosa
Kalo berita ini lo percaya ga..???
TAPANULI UTARA (voa-islam.com) – Pendeta yang satu ini benar-benar bejat. Sebagai tokoh panutan jemaat dan mahasiswi, bukannya melakukan pembinaan, malah mengobral perbuatan bejat pencabulan seksual terhadap 19 jemaatnya. Kepada jemaatnya sendiri tega berbuat amoral, bagaimana dengan orang lain?
Adalah Siman Hutahaean, seorang pendeta yang menggembala gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan dan menjadi dosen di Sekolah Tinggi Theologi (STT) Biblevrouw HKBP yang beralamat di Partahan Bosi Hutapea, Lagauboti, Toba Samosir Sumatera Utara
Peristiwa memalukan itu terbongkar, setelah korban dan sejumlah rekan mahasiswi lainnya mengadu pada Direktur sekolah Bibelvrouw Pendeta Manarias Sinaga MTh. Para korban mengaku, Pendeta Siman Hutahaean, melakukan pelecehan seksual dengan cara meditasi dan magis, menghipnotis para korban, sehingga mahasiswi yang dihipnotis itu tidak bisa melawan dan hanya mengikuti perintah si pendeta yang melampiaskan syahwat iblisnya secara leluasa.
Setiap kali melakukan aksi amoralnya itu, sang pendeta cabul mengancam mahasiswi yang “digarap,” agar tidak membocorkan perbuatannya itu kepada siapapun. Jika membocorkan aibnya, maka dianggap sebagai kesombongan rohani. Belasan mahasiswi korban pelecehan dosennya itu, terpaksa memendam derita dan kisah pilunya dalam waktu yang lama, sejak awal Januari 2010 lalu. Tidak tahan dengan trauma yang dialaminya, akhirnya mereka melaporkannya kepada direktur sekolah, tempat mereka belajar ilmu teologi Kristen.
Laporan para korban pelecehan seksual pendeta tersebut ditindaklanjuti oleh Direktur STT Biblevrouw esok harinya. Digelarlah rapat kilat di hadapan seluruh dosen, termasuk menghadapkan pelaku dengan 19 korban di aula sekolah Kristen HKBP itu.
Rapat kilat membuahkan hasil, Direktur segera mengambil tindakan tegas dengan menonaktifkan Pendeta Siman Hutahaean sebagai pengajar STT Biblevrouw. Pada saat itu juga, Direktur melaporkan kejadian ini ke Ephorus dan Sekjen di Pearaja-Tarutung, meminta agar pelaku meninggalkan kampus. Malam itu juga pelaku pelecehan seksual itu keluar dari kampus dengan membawa keluarganya pergi.
Selang lima hari (25/1/2010), Ephorus dan Sekjen membentuk tim “pencari fakta” yang diketuai oleh Pendeta Jamilin Sirait. Diberitahukan, Tim ini akan bekerja selama dua minggu, terhitung sejak 25 Januari 2010. Tapi janji tinggal janji, tim yang sudah dibentuk tersebut tak kunjung datang ke kampus untuk mencari fakta.
Menurut informasi dari para mahasiswi dan dosen, telah terjadi intimidasi dari seorang Praeses bernama Pendeta Armada Sitorus terhadap para mahasiswi. Pendeta itu mengancam akan memecat mereka dari Biblevrouw, jika Pendeta Siman Hutahaean (pelaku) dipecat pihak kampus. Keesokan harinya, seluruh mahasiswa meninggalkan kampus, dan bergerak untuk mencari perlindungan hukum.
....Setiap kali melakukan aksi amoralnya, sang pendeta cabul mengancam mahasiswi agar tidak membocorkan perbuatannya. Jika membocorkan aibnya, maka dianggap sebagai kesombongan rohani....
Merasa tak ditanggapi oleh Praeses, seluruh mahasiswi bergerak ke Pematangsiantar untuk mencari dukungan. Harapannya para Preases di Pearaja Tarutung segera menuntut pelaku agar dipecat dan dicabut tohonannya (status pendetanya) dari HKBP. Tapi suara mereka tak digubris. Selanjutnya, para mahasiswi melaporkan kejadian ini ke Polres Tobasa agar pelaku ditangkap. Polisi kemudian membawa korban mahasiswi yang paling parah untuk divisum di Rumah Sakit Balige.
Rupanya, pengaduan mahasiwi ke polisi membuat gerah Pendeta Jamilin Sirait, selaku Pimpinan Pusat HKBP di Pearaja Tarutung, seraya mengatakan, kalau seluruh mahasiswa meninggalkan kampus Biblevorouw, maka lebih baik seluruh mahasiswi dipecat saja semuanya dan dibuat lagi penerimaan mahasiswa baru. Pernyataan Pdt Jamilin itu tak sepenuhnya didukung oleh sejumlah dosen di kampus tersebut.
Seorang dosen wanita berdiri membela mahasiswi. “Tidak akan ada seorang Jemaat HKBP dan gereja lainnya yang mau mengizinkan putrinya masuk sekolah Biblevrouw, jika pimpinan HKBP tidak bertindak adil dengan memecat semua mahasiswi, dan justru melindungi si pelaku,” ungkapnya.
Mahasiswi masih berharap Pimpinan Pusat HKBP di Pearaja Tarutung menyelesaikan masalah ini. Tapi lagi-lagi, protes tetap tak digubris oleh pimpinan HKBP. Mereka tidak mau menerima mahasiswi yang datang. Itu sama saja mencemarkan citra HKBP. Seorang pimpinan pusat HKBP bukannya mencari solusi, melainkan telah meletupkan api kekecewaan mahasiswi dan jemaat HKB lainnya yang bersimpati.
Setelah mengadu ke Polres Tobasa, dibuatlah pemeriksaan BAP. Selanjutnya, pihak polisi melayangkan surat panggilan ke Ephorus HKBP di Pearaja agar si pelaku menyerahkan diri ke Polres Tobasa.
Setelah didesak, Pendeta Jamilin Sirait dan kawan-kawannya datang ke kampus Biblevrouw untuk bertemu dengan seluruh korban dan mahasiswi. Namun kedatangan mereka tidak memberikan solusi. Kedatangan Pendeta Jamilin malah memperkeruh suasana karena sikapnya yang tidak memihak korban, tapi memihak pada pelaku pelecehan. Mahasiswa pun dianggap bodoh. Lalu mahasiswi menyoraki pendeta itu. Mahasiswa kembali meminta kepastian, agar pendeta distrik Toba segera menggelar rapat untuk memproses pemecatan si pelaku dari HKBP dan pencabutan tohonannya sebagai pendeta. Lagi-lagi aspirasi itu tidak ditanggapi.
Pdt Jamilin cs kembali bertemu mahasiswi yang menjadi korban untuk kedua kalinya. Lagi-lagi tidak ada sanski sesuai hukum gereja HKBP buat si pelaku. Tak ayal membuat seluruh mahasiswi geram dengan mengecam tim pencari fakta yang datang. Ada kesan, sengaja mengulur-ulur waktu, dan tidak ada niat baik pimpinan HKBP untuk memecat-mencabut tohonan kependetaan si pelaku dari HKBP. Ada kesan, pimpinan HKBP hendak menutup-nutupi kasus ini.
....Ada kesan tidak ada niat baik pimpinan HKBP untuk memecat-mencabut tohonan kependetaan si pelaku dari HKBP. Pimpinan HKBP hendak menutup-nutupi kasus ini....
Meski pelaku sudah datang menyerahkan diri ke Polres Tobasa, dan ditahan di Rutan Balige. Namun, bagi mahasiswi , seluruh dosen dan direktur Kampus Biblevrouw, pelaku tidak cukup hanya ditangkap dan penjarakan, tapi juga dipecat dan dicabut tohonannya dari HKBP sesuai proses Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja yang berlaku di HKBP.
Jemaat HKBP Resah
Kabarnya, sekarang banyak Jemaat HKBP mulai berkomentar: “Kenapa jika jemaat salah sedikit saja, langsung dikenakan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) alias dipecat dari HKBP dan dikeluarkan? Sedangkan jika pendeta yang melakukan pelecehan seksual tidak dikenakan RPP dan tidak dipecat dari HKBP. Apakah RPP HKBP hanya berlaku untuk jemaat saja?” tanya mereka.
“Bila begini terus menerus, bukan tidak mungkin, 10 tahun lagi, HKBP akan ditutup, karena semua jemaat tidak akan percaya lagi kepada para pendeta yang hanya berkhotbah, tetapi tidak melakukan apa yang dikhotbahkannya. Jangan salahkan jemaat jika meninggalkan HKBP karena kebejatan moral pendetanya, apalagi jika pelaku pelecehan selalu mendapatkan pembelaan dan tidak dicabut tohonan kependetaannya,” ungkap beberapa orang jemaat HKBP yang kecewa.
....Bila begini terus menerus, bukan tidak mungkin, 10 tahun lagi, HKBP akan ditutup, karena semua jemaat tidak akan percaya lagi kepada para pendeta yang hanya berkhotbah....
Kabar yang berkembang, pendeta resort mengintimidasi keluarga korban, agar menarik pengaduannya dari polisi. Diam-diam ada yang menyebarkan berita bohong, bahwa 19 korban sudah menarik pengaduan kepada polisi. Namun, setelah dikonfirmasi ke Polres Tobasa, ternyata berita tersebut tidak benar, dan tidak seorang korban pun yang menarik pengaduannya dari Polres. Intimidasi itu berlangsung berkali-kali. Tim pencari fakta dengan cara halus meminta para korban agar mengubah BAP yang sudah dibuat di kepolisian.
Perjuangan belum selesai, mahasiswi dan beberapa pendeta dan jemaat HKBP dari berbagai kota melakukan aksi damai ke kantor distrik IV Tobasa untuk mendesak Praeses setempat segera melaksanakan Rapat Pendeta Distrik IV Toba untuk kembali membicarakan dan menimbang si pelaku pelecehan seksual. Lagi-lagi permintaan mereka tidak digubris.
....Jika jemaat salah sedikit saja, langsung dikenakan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) alias dikeluarkan dari HKBP. Tapi jika pendeta melakukan pelecehan seksual tidak dikenakan RPP dan tidak dipecat. Apakah RPP HKBP hanya berlaku untuk jemaat saja?....
Pada tanggal 2 Maret 2010, kepolisian dari Polres Tobasa, akhirnya menyerahkan secara resmi kasus pelecehan seksual tersebut kepada pihak Kejaksaan Negeri Balige. Persidangan bersifat tertutup karena kasusnya menyangkut perbuatan amoral. Pihak mahasiswi juga sudah melaporkan kasus tersebut kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan di Jakarta. Hingga memasuki sidang ke-15 (29 September 2010), Ketua Majelis Hakim PN Balige kemudian menjatuhkan vonis kepada Pendeta Siman Hutahaean dengan hukuman 5 tahun penjara.
Pendeta HKBP Meneror Jemaatnya Sendiri
Kendati pelaku sudah dijatuhi hukuman setimpal, seluruh mahasiswa dan beberapa orang dosen yang tinggal di kompleks STT Biblebrouw, acapkali mendapat teror berupa 2-3 orang lebih laki-laki bertopeng datang ke asrama sekolah setiap malamnya dengan membawa parang panjang dan kelewang. Juga ada lemparan batu ke rumah-rumah dosen dan kantor sekolah tersebut. Teror juga dilakukan dalam bentuk SMS dengan mengancam korban. Mahasiswi dan dosen yang diteror sudah melaporkannya ke Kapolsek Lagoubuti.
Setelah dilacak SMS terror tersebut, ternyata datang dari Pendeta Herlan Hutahaean (seorang pendeta yang bekerja sebagai anggota KPU di Tobasa). Teror terus berlanjut. Ephoris HKBP Pendeta Dr. Bonar Napitupulu tidak mau menandatangani Pengumuman Penerimaaan Mahasiswa Baru sekolah tersebut. Bahkan Ephorus juga membuat Surat Pernyataan melarang penerimaan mahasiswa baru di sekolah itu.
Lebih parah lagi, pada saat wisuda, tidak seorang pun yang diutus oleh Pimpinan HKBP menghadiri acara wisuda mahasiswa STT Biblevrouw. Konyolnya lagi, ephorus HKBP tidak mau menandatangani ijazah seluruh mahasiswi Biblevrouw yang telah diwisuda. Dalih tidak mau menandatangani ijazah mahasiswi, hanya karena mereka pernah demo ke Pearaja-Tarutung dan PN Balige. Komnas HAM berjanji akan mengatasi masalah ijazah yang tidak mau ditandatangi oleh ephorus HKBP.
Mengadu domba dan membenturkan sesama pendeta HKBP rupanya menjadi hal biasa dan menjadi trik sendiri. Konflik internal dengan sesama jemaat HKBP pun tak pernah berakhir damai. Ternyata gereja HKBP adalah gereja yang mempersubur dan memelihara perbuatan-perbuatan asusila. Terbukti, pelaku pelecehan seksual selalu dilindungi dan dibela mati-matian oleh para pimpinan HKBP. Bahkan, terhadap jemaatnya sendiri, tidak mampu bersikap adil, bahkan justru membela pelaku asusila.
Sungguh sangat memalukan HKBP saat ini di mata masyarakat dan di mata dunia. Jemaat HKBP berharap ada reformasi di tubuh HKBP.
Bagaimana dengan kasus HKBP Ciketing? Bukan tidak mungkin, konflik itu diciptakan oleh Pendeta HKBP itu sendiri. Dalam istilah ilmu kriminologi disebut Victiminasi: membunuh sesamanya untuk mendapat simpati dari dalam negeri maupun dunia internasional. Wallahu a’lam. [Desastian]
Baca berita terkait:
Heboh!! Pendeta HKBP Dibui Lima Tahun, Kasus Zina dengan 19 Mahasiswi.
japra- RED MEMBERS
- Number of posts : 39
Reputation : 0
Points : 4290
Registration date : 2012-09-28
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
Lha iya makanya kalo manusia ga luput dari salah & dosa terus kenafa kalo ada orang ngomong ada kegiatan homo/lesbi di pesantren elu tiba2 ga percaya???japra wrote:Gw percaya karena manusia tidak luput dari salah dan dosa
Memangnya yg di pesantren itu bukan manusia apa ???
F-22- SILVER MEMBERS
- Number of posts : 1644
Reputation : 19
Points : 6698
Registration date : 2011-09-30
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
F-22 wrote:Lha iya makanya kalo manusia ga luput dari salah & dosa terus kenafa kalo ada orang ngomong ada kegiatan homo/lesbi di pesantren elu tiba2 ga percaya???japra wrote:Gw percaya karena manusia tidak luput dari salah dan dosa
Memangnya yg di pesantren itu bukan manusia apa ???
Manusia tuh dikasih otak untuk berfikir agar membedakan yg baik dan yang buruk, yg benar dan yang bohong, jd kalo ada orang ngomong atau nulis tuh jangan ditelan mentah2 contoh lo percaya ga sama buku2 karangan musadek (kalo baca) percaya ga sama buku2 lia eden, percaya ga sama film Da Vinci Code, dari semuanya itu satupun ga ada yg gw percaya
japra- RED MEMBERS
- Number of posts : 39
Reputation : 0
Points : 4290
Registration date : 2012-09-28
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
Jadi maksudmu manusia2 di pesantren yg tidak luput dari salah & dosa itu TIDAK MUNGKIN berhomo/lesbi ria. Begitukah maksudmu???japra wrote:Manusia tuh dikasih otak untuk berfikir agar membedakan yg baik dan yang buruk, yg benar dan yang bohong, jd kalo ada orang ngomong atau nulis tuh jangan ditelan mentah2 contoh lo percaya ga sama buku2 karangan musadek (kalo baca) percaya ga sama buku2 lia eden, percaya ga sama film Da Vinci Code, dari semuanya itu satupun ga ada yg gw percaya
F-22- SILVER MEMBERS
- Number of posts : 1644
Reputation : 19
Points : 6698
Registration date : 2011-09-30
Re: bedahbuku;Mairil, Tradisi Seks-sejenis di Pesantren;
F-22 wrote:Jadi maksudmu manusia2 di pesantren yg tidak luput dari salah & dosa itu TIDAK MUNGKIN berhomo/lesbi ria. Begitukah maksudmu???japra wrote:Manusia tuh dikasih otak untuk berfikir agar membedakan yg baik dan yang buruk, yg benar dan yang bohong, jd kalo ada orang ngomong atau nulis tuh jangan ditelan mentah2 contoh lo percaya ga sama buku2 karangan musadek (kalo baca) percaya ga sama buku2 lia eden, percaya ga sama film Da Vinci Code, dari semuanya itu satupun ga ada yg gw percaya
Cape jg ya gw ngomong ama lo susah ngertinya ... Sorry kawan gw pergi dulu dehhh... Dahhhhhh.....
japra- RED MEMBERS
- Number of posts : 39
Reputation : 0
Points : 4290
Registration date : 2012-09-28
Similar topics
» TREND MENIKAH SEJENIS DI LEGALKAN DI NEGARA KRISTEN
» Gila penganut budha... Lebih 2.000 Janin Ditemukan di Kuil Budha Bangkok
» Tradisi Jubah di Mekah
» Gila penganut budha... Lebih 2.000 Janin Ditemukan di Kuil Budha Bangkok
» Tradisi Jubah di Mekah
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Fri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam
» kenapa muhammad suka makan babi????
Wed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal
» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Fri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya
» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Tue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar
» Moon Split or Islamic Hoax?
Wed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin
» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Wed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin
» Who Taught Allah Math?
Wed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin
» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
Wed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam
» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
Sun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN