MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME

Join the forum, it's quick and easy

MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME
MURTADIN_KAFIRUN
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Latest topics
» Yeremia 23 & Ulangan 13 mengisyaratkan Muhammad nabi palsu
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptyFri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam

» kenapa muhammad suka makan babi????
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptyWed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal

» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptyFri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya

» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptyTue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar

» Moon Split or Islamic Hoax?
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptyWed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin

» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptyWed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin

» Who Taught Allah Math?
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptyWed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin

» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptyWed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam

» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. EmptySun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN

Gallery


“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. Empty
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia

Kami tidak memfitnah, tetapi menyatakan fakta kebenaran yang selama ini selalu ditutupi oleh muslim untuk menyembunyikan kebejatan nabinya

Menyongsong Punahnya Islam

Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
 

Kebrutalan dan keberingasan muslim di seantero dunia adalah bukti bahwa Islam agama setan (AJARAN JAHAT,BUAS,BIADAB,CABUL,DUSTA).  Tuhan (KEBENARAN) tidak perlu dibela, tetapi setan (KEJAHATAN) perlu mendapat pembelaan manusia agar dustanya terus bertahan

Subscribe to MURTADIN_KAFIRUN

Powered by us.groups.yahoo.com

Who is online?
In total there are 56 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 56 Guests :: 1 Bot

None

[ View the whole list ]


Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
RSS feeds


Yahoo! 
MSN 
AOL 
Netvibes 
Bloglines 


Social bookmarking

Social bookmarking reddit      

Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website

Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website


“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”.

2 posters

Go down

“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. Empty “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”.

Post by Bejat Sat 03 Mar 2012, 5:03 pm

PERISTIWA PENTING:



Kisah menjelang Nabi Muhammad SAW dilahirkan diabadikan dalam Al-Qur’an Surah Al Fiil 105:1-5 yang menceritakan Kejadian yang Luar Biasa yang dialami oleh Tentara Bergajah yang hendak MENGHANCURKAN KA’BAH.

Sedangkan....

Rincian Kisahya terdapat di dalam kitab Sirah Ibnu Hisham, pencatat riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang terkenal.
Begitu juga dengan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka juga menceritakan hal ini.

Kisah yang diuraikan dibawah ini, sekaligus menjawab Fitnah Kristen yang mengatakan Orang tua Nabi masuk Neraka.

Karena Kisahnya sangat lengkap dan panjang, langsung aja kita mulai.......

Selamat membaca...

Ketika itu Tanah Arab bagian Selatan adalah di bawah kekuasaan Kerajaan Habsyi. Najasyi (Negus) menanam wakilnya di Arabia Selatan itu bernama Abrahah.

Sebagaimana kita ketahui, Kerajaan Habsyi adalah pemeluk Agama Kristen. Untuk menunjukkan jasanya kepada Rajanya, Abrahah sebagai Wakil Raja atau Gubernur telah mendirikan sebuah gereja di Shan’aa diberinya nama Qullais.

Gereja itu dibuat sangat indahnya sehingga jaranglah akan tandingnya di dunia di masa itu. Setelah selesai dikirimlah berita kepada Najasyi:

“Telah aku dirikan sebuah gereja, ya Tuanku!, dan aku percaya belumlah ada raja-raja sebelum Tuanku mendirikan gereja semegah ini, namun hatiku belumlah puas melihat orang Arab yang selama ini berhaji ke Makkah, aku akan palingkan hajinya ke gereja Tuanku itu”.

Surat dengan isi berita yang sangat pongah ini sampai ke telinga bangsa Arab, sehingga mereka gelisah. Maka bangkitlah marah seorang pemuka Arab karena tempat mereka berhaji akan dialihkan dengan kekerasan.

Menurut Ibnu Hisyam orang itu ialah dari kabilah Bani Faqim in ‘Adiy. Maka pergilah dia sembunyi-sembunyi ke gereja itu, dia masuk ke dalam, dan di tengah-tengah gereja megah itu diberakinya. Setelah itu dia pun segera pulang ke negerinya.

Berita ini disampaikan kepada Abrahah. Lalu dia bertanya: “Siapakah yang membuat pekerjaan kotor ini?” Ada orang menjawab: “Yang berbuat kotor ini adalah orang yang membela rumah yang mereka hormati itu, tempat mereka tiap tahun naik haji, di Makkah. Setelah dia mendengar maksud Paduka Tuan hendak memalingkan haji orang Arab dari rumah yang mereka sucikan kepada gereja ini orang itu marah lalu dia masuk ke dalam gereja ini dan diberakinya, untuk membuktikan bahwa gereja ini tidaklah layak buat pengganti rumah mereka yang di Makkah itu.”

Sangatlah murka Abrahah melihat perbuatan itu, dan bersumpahlah dia; akan segera berangkat ke Makkah, untuk meruntuhkan rumah itu!

Dikirimnya seorang utusan kepada Bani Kinanah, mengajak mereka mempelopori naik haji ke gereja yang didirikannya itu. Tetapi sesampai utusan itu ke negeri Bani Kinanah dia pun mati dibunuh orang.

Itu pun menambah murka dan sakit hati Abrahah.

Maka disuruhlah tentara Habsyinya bersiap. Setelah siap mereka pun berangkat menuju Makkah. Dia sendiri mengendarai seekor gajah, diberinya nama Mahmud.

Setelah tersiar berita tentara di bawah pimpinan Abrahah telah keluar hendak pergi meruntuh Ka’bah sangatlah mereka terkejut dan seluruh kabilah-kabilah Arab itu pun merasalah bahwa mempertahankan Ka’bah dari serbuan itu adalah kewajiban mereka. Salah seorang pemuka Arab di negeri Yaman bernama Dzu Nafar menyampaikan seruan kepada kaumnya dan Arab tetangganya supaya bersiap menangkis dan menghadang serbuan ini. Mengajak berjihad mempertahankan Baitullah Al-Haram. Banyaklah orang datang menggabungkan diri kepada Dzu Nafar itu melawan Abrahah. Tetapi karena kekuatan tidak seimbang, Dzu Nafar kalah dan tertawan. Tatkala Abrahah hendak membunuh tawanan itu berdatang sembahlah dia: “Janganlah saya Tuan bunuh. Barangkali ada faedahnya bagi tuan membiarkan saya tinggal hidup.” Karena permohonannya itu tidaklah jadi Dzu Nafar dibunuh dan tetaplah Dzu Nafar dibelenggu. Abrahah memang seorang yang suka memaafkan.

Abrahah pun meneruskan perjalanannya. Sesampai di negeri orang Khats’am tampil pula pemimpin Arab bernama Nufail bin Habib Al-Khats’amiy memimpin dua kabilah Khats’am, yaitu Syahran dan Nahis dan beberapa kabilah lain yang mengikutinya. Mereka pun berperang pula melawan Abrahah, tetapi Nufail pun kalah dan tertawan pula. Ketika dia akan dibunuh dia pun berdatang sembah: “Tak usah saya tuan bunuh, bebaskanlah saya supaya saya menjadi petunjuk jalan tuan di negeri-negeri Arab ini.”

Dua kabilah ini, Syahran dan Nahis adalah turut perintah Tuan. Permintaannya itu pun dikabulkan oleh Abrahah dan tetaplah dia berjalan di samping Abrahah menjadi penunjuk jalan, sehingga sampailah tentara itu di Thaif.

Sampai di Thaif pemuka Tsaqif yang bernama Mas’ud bin Mu’attib bersama beberapa orang pemuka lain datang menyongsong kedatangan Abrahah, lalu mereka menyatakan ketundukan.

Dia berkata:
“Wahai Raja! Kami adalah hamba sahaya Tuan, kami tunduk takluk ikut perintah, tidak ada kami bermaksud melawan Tuan. Di negeri ini memang ada pula sebuah rumah yang kami puja dan muliakan (yang dimaksudnya ialah berhala yang bernama Al-Laata). Namun kami percaya bukanlah berhala kami ini yang Tuan maksud akan diruntuhkan. Yang Tuan maksud tentulah Ka’bah yang di Makkah. Kami bersedia memberikan penunjuk jalan buat Tuan akan menuju negeri Makkah itu.”

Lalu mereka berikan seorang penunjuk jalan bernama Abu Raghaal! Lantaran itu Abrahah pun melanjutkan perjalanan dengan Abu Raghaal sebagai penunjuk jalan, sampai mereka akhirnya istirahat di satu tempat bernama Mughammis, suatu tempat sudah dekat ke Makkah dalam perjalanan dari Thaif.

Sesampai di Mughammis itu tiba-tiba matilah Abu Raghaal si penunjuk jalan itu. Kubur Abu Raghaal itu ditandai oleh orang Arab, maka setiap yang lalu lintas di dekat situ melempari kubur itu.

Setelah Abrahah berhenti dengan tentaranya di Mughammis, diutusnya seorang utusan dari bangsa Habsyi ke negeri Makkah. Nama utusan itu Aswad bin Maqfud. Dia pergi dengan naik kuda.

Setelah dia sampai di wilayah Makkah dirampaslah (merampok) harta-benda penduduk Tihamah dari Quraisy dan Arab yang lain.
Termasuk 200 ekor unta kepunyaan Abdul Muthalib bin Hasyim, yang ketika itu menjadi orang yang dituakan dan disegani dalam kalangan Quraisy. Melihat perbuatan dan perampasan yang dilakukan oleh patroli Abrahah yang bernama Aswad bin Maqfud itu naik darahlah orang Quraisy, orang Kinanah dan Kabilah Huzail yang semuanya hidup disekeliling Makkah yang berpusat kepada Ka’bah, sehingga mereka pun telah menyatakan bersiap hendak berperang melawan Abrahah.

Tetapi setelah mereka musyawarahkan dengan seksama, mereka pun mendapat kesimpulan bahwa tidaklah seimbang kekuatan mereka hendak melawan dengan besarnya angkatan perang musuh. Sebab itu perang tidaklah dijadikan.

Lalu Abrahah mengirim lagi perutusannya di bawah pimpinan Hunathah Al-Himyariy ke Makkah, hendak mencari hubungan dengan pemuka-pemuka Makkah dan ketua-ketuanya.

Lalu utusan itu menyampaikan pesan Abrahah: “Kami datang ke mari bukanlah untuk memerangi kalian. Kedatangan kami hanyalah semata-mata hendak menghancurkan rumah (Ka’bah) ini. Kalau kalian tidak mencoba melawan kami, selamatlah nyawa dan darah kalian.”

Dan Abrahah berpesan pula: “Jika Kalian memang penduduk Makkah tidak hendak melawan kami, suruhlah salah seorang ketua Makkah datang menghadapnya ke Mughammis!”

Hunathah itu pun datanglah ke Makkah menyampaikan titah raja yang tegas itu. Setelah orang yang ditemuinya menyatakan bahwa pemimpin dan ketua mereka ialah Abdul Muthalib bin Hasyim. Lalu datanglah dia menuju Abdul Muthalib dan menyampaikan titah raja yang tegas itu.

Mendengar pesan raja itu berkatalah Abdul Muthalib:

“Demi Allah tidaklah kami bermaksud hendak berperang dengan dia. Kekuatan kami tidak cukup untuk memeranginya. Rumah ini adalah Rumah Allah, Bait Allah Al-Haram, dan Rumah Khalil Allah Ibrahim. Kalau Allah hendak mempertahankan rumah-Nya dari diruntuhkan, itulah urusan Allah sendiri. Kalau dibiarkannya rumah-Nya diruntuh orang, apalah akan daya kami. Kami tak kuat mempertahankannya.”

Berkata Hunathah: “Kalau begitu tuan sendiri harus datang menghadap baginda. Saya diperintahkan mengiringkan Tuan.”

“Baiklah”, kata Abdul Muthalib.

Maka beliau pun pergilah bersama Hunathah menghadap Raja. Beliau diiringkan oleh beberapa orang puteranya sehingga sampailah mereka ke tempat perhentian laskar itu. Lalu dinyatakannya keadaan Dzu Nafar yang tertawan itu, sebab dia adalah sahabat lamanya, sehingga dia pun diizinkan menemuinya dan masuk ke dalam tempat tahanannya.

Dia (Abdul Muthalib) bertanya kepada Dzu Nafar: “Hai Dzu Nafar! Adakah pendapat yang dapat engkau berikan kepadaku tentang kemusykilan yang aku hadapi ini?”

Dzu Nafar menjawab:
“Tidak ada pendapat yang dapat diberikan oleh seorang yang dalam tawanan raja, yang menunggu akan dibunuh saja, entah pagi entah petang. Tak ada nasihat yang dapat saya berikan. Cuma ada satu! Yaitu pawang gajah selalu menjaga gajah raja itu, Unais namanya. Dia adalah sahabatku. Saya akan mengirim berita kepadanya tentang hal-mu dan saya akan memesan bahwa engkau sahabatku supaya dia pun mengerti bahwa engkau ini orang penting.
Moga-moga dengan perantaraannya engkau dapat menghadap raja. Supaya engkau dapat menumpahkan perasaanmu di hadapannya, dan supaya Unais pun dapat memujikan engkau di hadapan baginda. Moga-moga dia sanggup.”

“Baiklah”, kata Abdul Muthalib.

Lalu Dzu Nafar mengirim orang kepada Unais pengawal gajah raja. Kepada Unais itu Dzu Nafar memesankan siapa Adbul Muthalib. Bahwa dia adalah ketua orang Quraisy, yang punya sumur Zamzam yang terkenal itu, yang memberi makan orang yang terlantar di tanah rendah dan memberi makan binatang buas di puncak-puncak bukit.
Untanya 200 ekor dirampas hamba-hamba raja, dia mohon izin menghadap baginda, dan engkau usahakanlah supaya pertemuan itu berhasil.

“Saya sanggupi”, kata Unais. Maka Unais pun datanglah menghadap raja mempersembahkan darihal Abdul Muthali itu: “Daulat Tuanku, beliau adalah Ketua Quraisy.”

Dia telah berdiri di hadapan pintu Tuanku, ingin menghadap. Dialah yang menguasai Zamzam di Makkah.
Dialah yang memberi makanan manusia di tanah rendah dan memberi makanan binatang buas di puncak gunung-gunung.
Beri izinlah dia masuk, Tuanku.
Biarlah dia menyampaikan apa yang terasa di hatinya.”

“Suruhlah dia masuk”, titah Raja.

Abdul Muthalib adalah seorang yang rupawan, berwajah menarik dan berwibawa, besar dan jombang.

Baru saja dia masuk, ada sesuatu yang memaksa Abrahah berdiri menghormatinya dan menjemputnya ke pintuk khemah. Abrahah merasa tidaklah layak orang ini akan duduk di bawah dari kursinya.
Sebab itu baginda sendirilah yang turun dari kursi dan sama duduk di atas hamparan itu berdekatan dengan Abdul Muthalib.

Kemudian itu bertitahlah baginda kepada penterjemah: “Suruh katakanlah apa hajatnya!”

Abdul Muthalib menjawab dengan perantaraan penterjemah: “Maksud kedatanganku ialah memohonkan kepada raja agar unta kepunyaanku, 200 ekor banyaknya, yang dirampas oleh hamba sahaya baginda, dipulangkan kepadaku.”

Raja menjawab dengan perantaraan penterjemah:
“Katakan kepadanya: Mulai dia masuk aku terpesona melihat sikap dan rupanya, yang menunjukkan dia seorang besar dalam kaumnya. Tetapi setelah kini dia mengemukakan soal untanya 200 ekor yang dirampas oleh orang-orangku, dan dia tidak membicarakan sama-sekali, tidak ada reaksinya sama-sekali tentang rumah agamanya dan rumah agama nenek-moyangnya (Ka’bah) yang aku datang sengaja hendak meruntuhkannya, menjadi sangat kecil dia dalam pandanganku.”

Abdul Muthalib menjawab:
“Saya datang ke mari mengurus unta itu, karena yang punya unta itu ialah aku sendiri. Adapun soal rumah (Ka’bah) itu, memang sengaja tidak saya bicarakan. Sebab rumah (Ka’bah) itu ada pula yang punya, yaitu Allah. Itu adalah urusan Allah.”

Dengan sombong Abrahah menjawab:
“Allah itu sendiri tidak akan dapat menghambat maksudku!”

Abdul Muthalib menjawab:
“Itu terserah Tuan, aku datang ke mari hanya mengurus untaku.”

Akhirnya, Unta yang 200 ekor itu pun disuruh dikembalikan oleh Abrahah.
Abdul Muthalib pun segeralah kembali ke Makkah, memberitahukan kepada penduduk Makkah pertemuannya dengan Abrahah.
Lalu dia memberi nasihat supaya seluruh penduduk Makkah segera meninggalkan Makkah, mengelakkan diri (menghindar) ke puncak-puncak bukit disekeliling Makkah, agar jangan sampai terinjak oleh tentara bergajah yang akan datang mengamuk.

Setelah itu, dengan diiringi oleh beberapa pemuka Quraisy, Abdul Muthalib pergi ke pintu Ka’bah dipegangnya teguh-teguh gelang pada pintunya lalu mereka berdoa bersama-sama menyeru Allah, memohon pertolongan, dan agar Allah memberikan pembalasannya kepada Abrahah dan tentaranya. Sambil memegang gelang pintu Ka’bah itu dia bermohon:

Ya Tuhanku! Tidak ada yang aku harap selain Engkau! Ya Tuhanku! Tahanlah mereka dengan benteng Engkau! Sesungguhnya siapa yang memusuhi rumah ini adalah musuh Engkau. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan Engkau.

Setelah selesai bermunajat kepada Tuhan dengan memegang gelang pintu Ka’bah itu, Abdul Muthalib bersama orang-orang yang mengiringkannya pun mengundurkan diri, lalu pergi ke lereng-lereng bukit, dan di sanalah mereka berkumpul menunggu apakah yang akan diperbuat Abrahah terhadap negeri Makkah bilamana dia masuk kelak.

Keesokan harinya bersiaplah Abrahah hendak memasuki Makkah dan dipersiapkanlah gajahnya.

Gajah itu diberinya nama Mahmud. Dan Abrahah pun telah bersiap-siap hendak pergi meruntuhkan Ka’bah, dan kalau sudah selesai pekerjaannya itu kelak dia bermaksud hendak segera pulang ke Yaman.

Dihadapkannya gajahnya itu menuju Makkah, mendekatlah seorang tawanan yang dijadikan penunjuk jalan, dari Kabilah Khats’am yang bernama Nufail bin Habib itu.
Dia dekati gajah tersebut, lalu dipegangnya telinga gajah itu dengan lemah-lembutnya dan dia berbisik:
“Kalau engkau hendak dihalau berjalan hendaklah engkau tengkurup saja, hai Mahmud! Lebih cerdik bila engkau pulang saja ke tempat engkau semula di negeri Yaman. Sebab engkau sekarang hendak dikerahkan ke Baladillah Al-Haram (Tanah Allah yang suci lagi bertuah).”

Selesai bisikannya itu dilepaskannyalah telinga gajah itu. Dan sejak mendengar bisikan itu gajah tersebut terus tengkurup, tidak mau berdiri. Nufail bin Habib pun pergilah berjalan cepat-cepat meninggalkan tempat itu, menuju sebuah bukit.

Maka datanglah saat akan berangkat. Gajah disuruh berdiri tidak mau berdiri. Dipukul kepalanya dengan tongkat penghalau gajah yang agak runcing ujungnya, supaya dia segera berdiri.

Namun dia tetap duduk tak mau bergerak. Diambil pula tongkat lain, ditonjolkan ke dalam mulutnya supaya dia berdiri, namun dia tidak juga mau berdiri.
Lalu ditarik kendalinya dihadapkan ke negeri Yaman; dia pun segera berdiri, bahkan mulai berjalan kencang.
Lalu dihadapkan pula ke Syam. Dengan gembira dia pun berjalan cepat menuju Syam.
Lalu dihadapkan pula ke Timur, dia pun berjalan kencang.
Kemudian dihadapkan dia ke Makkah, dia pun duduk kembali, tidak mau bergerak.

Padahal Abrahah sudah siap berangkat, tentaranya pun sudah siap.

Dalam uraian Ibnu Hisyam dalam Siirahnya;
Nampaklah di udara beribu-ribu ekor burung terbang menuju mereka. Datangnya dari arah laut.

Burung itu membawa tiga butir batu; sebutir di mulutnya dan dua butir digenggamnya dengan kedua belah kakinya. Dengan serentak burung-burung itu menjatuhkan batu yang di bawanya itu ke atas diri tentara-tentara yang banyak itu. Siapa saja yang kena, terpekik kesakitan karena saking panasnya.
Berpekikan dan berlarianlah mereka, simpang siur tidak tentu arah, karena takut akan ditimpa batu kecil-kecil itu yang sangat panas membakar itu. Lebih banyak kena daripada yang tidak kena.

Semua menjadi kacau-balau dan ketakutan. Mana yang kena terkaparlah jatuh, dan orang yang tidak kena segera lari kembali ke Yaman. Mereka cari Nufail bin Habib untuk menunjuki jalan menuju Yaman, namun dia tidak mau lagi, malahan dia bersyair:

“Kemana akan lari, Allahlah yang mengejar, Asyram (Abrahah) yang kalah, bukan dia yang menang.”

Kucar-kacirlah mereka pulang. Satu demi satu orang yang kena lontaran batu itu jatuh. Dan yang agak tegap badannya masih melanjutkan pelarian menuju negerinya, namun di tengah jalan mereka berjatuhan juga.

Adapun Abrahah sendiri tidak terlepas dari lontaran batu itu namun masih sempat naik gajahnya menuju Yaman, di tengah jalan keadaannya bertambah parah. Terkelupas kulitnya, gugur dagingnya, sehingga sesampainya di negeri Yaman boleh dikatakan sudah seperti anak ayam menciap-ciap. Lalu mati dalam kehancuran.

Maka tahun itu dikenal dengan nama “Tahun Gajah”.

Menurut keterangan Nabi SAW sendiri dalam sebuah Hadis yang shahih, beliau dilahirkan dalam tahun gajah itu.
Demikianlah disebutkan oleh Al-Mawardi di dalam tafsirnya. Dan tersebut pula di dalam kitab I’lamun Nubuwwah, Nabi SAW dilahirkan 12 Rabiul Awwal, 50 hari saja sesudah kejadian bersejarah kehancuran tentara bergajah itu.

Setelah Nabi kita SAW berusia 40 tahun dan diangkat Allah menjadi Rasul SAW masih didapati dua orang peminta-minta di Makkah, keduanya buta matanya. Orang itu adalah sisa dari pengasuh-pengasuh gajah yang menyerang Makkah itu.

Usaha besar yang begitu sombong, seperti jawaban Abrahah kepada Abdul Muthalib, bahwa:
Allah sendiri tidak akan sanggup bertahan kalau dia datang menyerang. Segala maksudnya hendak menghancurkan itu sia-sia belaka, dan gagal belaka.

Tersebut dalam riwayat bahwa;
Abdul Muthalib yang tengah meninjau dari atas bukit-bukit Makkah tentang apa yang akan dilakukan oleh tentara bergajah itu melihat burung berduyun-duyun menuju tentara yang hendak menyerbu Makkah itu.
Kemudian hening tidak ada gerak apa-apa. Lalu diperintahnya anaknya yang paling bungsu, Abdullah (ayah Nabi kita Muhammad SAW) pergi melihat-lihat apa yang telah terjadi, ada apa dengan burung-burung itu dan ke mana perginya.

Maka dilakukanlah perintah ayahnya dan dia pergi melihat-lihat dengan mengendarai kudanya. Tidak beberapa lamanya dia pun kembali dengan memacu kencang kudanya dan menyingsingkan kainnya. Setelah dekat, dengan tidak sabar orang-orang bertanya: “Ada apa, Abdullah?”

Abdullah menjawab: “Hancur-lebur semua!” Lalu diceriterakannya apa yang dilihatnya, “Bangkai bergelimpangan dan ada yang masih menarik-narik nafas akan mati dan sisanya telah lari menuju negerinya.”

Maka berangkatlah Abdul Muthalib dengan pemuka-pemuka Quraisy itu menuju tempat tersebut, tidak berapa jauh dari dalam kota Makkah. Mereka dapati apa yang telah diceriterakan Abdullah bin Abdul Muthalib itu.

Tentara yang hancur itu meninggalkan kuda-kuda kendaraan, ataupun pakaian-pakaian perang yang mahal-mahal, alat senjata peperangan, pedangnya, perisainya dan tombaknya dan emas perak banyak sekali.
Maka sepakatlah kepala-kepala Quraisy itu memberikan kelebihan pembagian yang banyak untuk Abdul Muthalib, sebab dia dipandang sebagai pemimpin yang bijaksana.

Kemudian, 50 hari sesudah kejadian itu, Nabi Muhammad SAW pun lahir ke dunia. Ayahnya (Abdullah) dalam perjalanan ke Yatsrib, meninggal dunia sebelum puteranya lahir.

Al-Qurthubi menulis dalam tafsirnya:
“Hikayat tentara bergajah ini adalah satu mu’jizat dari Nabi kita, walaupun beliau waktu itu belum lahir”.
karena TIDAK ADA ORANG YANG AKAN DAPAT MELUPAKAN KEJADIAN INI dan nenek-kandungnya mengambil peranan penting pada kejadian ini.

Dari kisah diatas tergambar bahwa Abdul Muthalib menganut ajaran yang hanif sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Ibrahim. Begitu pula dengan Abdullah yang merupakan putra kesayangan dari Abdul Muthalib sudah barang tentu mengikuti ajaran yang dianut oleh Ayahandanya yang merupakan pembesar Quraisy yang termasyur keseluruh penjuru. Apalagi Siti Aminah yang merupakan wanita shalihah dan istri dari Abdullah bin Abdul Muthalib sudah barang tentu mengikut ajaran Nabi Ibrahim As.

Tidak pernah terdengar dalam berbagai kisah-kisah sejarah maupun hadist serta Al-Quran yang mengungkapkan bahwa Abdul Muthalib dan keluarganya menyembah berhala (Batu Pahatan) yg berada disekeliling Ka’bah seperti yang dilakukan oleh kabilah-kabilah lainnya.

As Sirah An Nabawiyah Fi Dhu’l Al Mashadir Al Ashliyah.

Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

Diantara mereka adalah :
Qiss bin Sa’idah Al lyaadi, Zaid bin ‘Amru bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Umayah bin Abi Shalt, Abu Qais bin Abi Anas, Khalid bin Sinan, An Nabighah Adz Dzubyani, Zuhair bin Abi Salma, Ka’ab bin Luai bin Ghalib, Umair bin Haidab Al Juhani, ‘Adi bin Zaid Al ‘Ibadi, penyair Zuhair bin Abi Salma, Abdullah Al Qudhaa’i, Ubaid bin Al Abrash Al Asadi, Utsman bin Al Huwairits, Amru bin Abasah Al Sulami, Aktsam bin Shaifi bin Rabaah dan Abdul Muthalib kakek Rasulullah

BERDASARKAN KISAH DIATAS, TERJAWAB SUDAH FITNAH UMAT KRISTIANI YG MENGATAKAN ORANG TUA NABI BERADA DALAM NERAKA KARENA BELUM MEMELUK ISLAM TIDAK BERDASAR SAMA SEKALI, SEBAB NENEK MOYANG NABI MERUPAKAN KETURUNAN NABI IBRAHIM AS.

Tulisan ini, sunan tutup dengan ayat suci Al-Qur’an yaitu:

QS. 3 Ali Imran : 67-68.
“IBRAHIM BUKAN SEORANG YAHUDI DAN BUKAN (PULA) SEORANG NASRANI, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." SESUNGGUHNYA ORANG YANG PALING DEKAT KEPADA IBRAHIM IALAH ORANG-ORANG YANG MENGIKUTINYA DAN NABI INI (MUHAMMAD), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman”.

Qs.2 Baqarah 136
“Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "KAMI BERIMAN KEPADA ALLAH dan apa yang diturunkan kepada kami, dan APA YANG DITURUNKAN KEPADA IBRAHIM, ISMA'IL, ISHAQ, YA'QUB DAN ANAK CUCUNYA, DAN APA YANG DIBERIKAN KEPADA MUSA DAN ISA SERTA APA YANG DIBERIKAN KEPADA NABI-NABI DARI TUHANNYA. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
Bejat
Bejat
SILVER MEMBERS
SILVER MEMBERS

Male
Number of posts : 1424
Location : Kabupaten Landak
Job/hobbies : Comicers
Humor : Yesus, Paulus, Amonius, Albertus, semua pake ujung -Us, sama kayak Anus.
Reputation : -5
Points : 6764
Registration date : 2011-02-13

Back to top Go down

“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. Empty Re: “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”.

Post by kuku bima Tue 06 Mar 2012, 10:31 am

Bejat wrote:PERISTIWA PENTING:



Kisah menjelang Nabi Muhammad SAW dilahirkan diabadikan dalam Al-Qur’an Surah Al Fiil 105:1-5 yang menceritakan Kejadian yang Luar Biasa yang dialami oleh Tentara Bergajah yang hendak MENGHANCURKAN KA’BAH.

Sedangkan....

Rincian Kisahya terdapat di dalam kitab Sirah Ibnu Hisham, pencatat riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang terkenal.
Begitu juga dengan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka juga menceritakan hal ini.

Kisah yang diuraikan dibawah ini, sekaligus menjawab Fitnah Kristen yang mengatakan Orang tua Nabi masuk Neraka.

Karena Kisahnya sangat lengkap dan panjang, langsung aja kita mulai.......

Selamat membaca...

Ketika itu Tanah Arab bagian Selatan adalah di bawah kekuasaan Kerajaan Habsyi. Najasyi (Negus) menanam wakilnya di Arabia Selatan itu bernama Abrahah.

Sebagaimana kita ketahui, Kerajaan Habsyi adalah pemeluk Agama Kristen. Untuk menunjukkan jasanya kepada Rajanya, Abrahah sebagai Wakil Raja atau Gubernur telah mendirikan sebuah gereja di Shan’aa diberinya nama Qullais.

Gereja itu dibuat sangat indahnya sehingga jaranglah akan tandingnya di dunia di masa itu. Setelah selesai dikirimlah berita kepada Najasyi:

“Telah aku dirikan sebuah gereja, ya Tuanku!, dan aku percaya belumlah ada raja-raja sebelum Tuanku mendirikan gereja semegah ini, namun hatiku belumlah puas melihat orang Arab yang selama ini berhaji ke Makkah, aku akan palingkan hajinya ke gereja Tuanku itu”.

Surat dengan isi berita yang sangat pongah ini sampai ke telinga bangsa Arab, sehingga mereka gelisah. Maka bangkitlah marah seorang pemuka Arab karena tempat mereka berhaji akan dialihkan dengan kekerasan.

Menurut Ibnu Hisyam orang itu ialah dari kabilah Bani Faqim in ‘Adiy. Maka pergilah dia sembunyi-sembunyi ke gereja itu, dia masuk ke dalam, dan di tengah-tengah gereja megah itu diberakinya. Setelah itu dia pun segera pulang ke negerinya.

Berita ini disampaikan kepada Abrahah. Lalu dia bertanya: “Siapakah yang membuat pekerjaan kotor ini?” Ada orang menjawab: “Yang berbuat kotor ini adalah orang yang membela rumah yang mereka hormati itu, tempat mereka tiap tahun naik haji, di Makkah. Setelah dia mendengar maksud Paduka Tuan hendak memalingkan haji orang Arab dari rumah yang mereka sucikan kepada gereja ini orang itu marah lalu dia masuk ke dalam gereja ini dan diberakinya, untuk membuktikan bahwa gereja ini tidaklah layak buat pengganti rumah mereka yang di Makkah itu.”

Sangatlah murka Abrahah melihat perbuatan itu, dan bersumpahlah dia; akan segera berangkat ke Makkah, untuk meruntuhkan rumah itu!

Dikirimnya seorang utusan kepada Bani Kinanah, mengajak mereka mempelopori naik haji ke gereja yang didirikannya itu. Tetapi sesampai utusan itu ke negeri Bani Kinanah dia pun mati dibunuh orang.

Itu pun menambah murka dan sakit hati Abrahah.

Maka disuruhlah tentara Habsyinya bersiap. Setelah siap mereka pun berangkat menuju Makkah. Dia sendiri mengendarai seekor gajah, diberinya nama Mahmud.

Setelah tersiar berita tentara di bawah pimpinan Abrahah telah keluar hendak pergi meruntuh Ka’bah sangatlah mereka terkejut dan seluruh kabilah-kabilah Arab itu pun merasalah bahwa mempertahankan Ka’bah dari serbuan itu adalah kewajiban mereka. Salah seorang pemuka Arab di negeri Yaman bernama Dzu Nafar menyampaikan seruan kepada kaumnya dan Arab tetangganya supaya bersiap menangkis dan menghadang serbuan ini. Mengajak berjihad mempertahankan Baitullah Al-Haram. Banyaklah orang datang menggabungkan diri kepada Dzu Nafar itu melawan Abrahah. Tetapi karena kekuatan tidak seimbang, Dzu Nafar kalah dan tertawan. Tatkala Abrahah hendak membunuh tawanan itu berdatang sembahlah dia: “Janganlah saya Tuan bunuh. Barangkali ada faedahnya bagi tuan membiarkan saya tinggal hidup.” Karena permohonannya itu tidaklah jadi Dzu Nafar dibunuh dan tetaplah Dzu Nafar dibelenggu. Abrahah memang seorang yang suka memaafkan.

Abrahah pun meneruskan perjalanannya. Sesampai di negeri orang Khats’am tampil pula pemimpin Arab bernama Nufail bin Habib Al-Khats’amiy memimpin dua kabilah Khats’am, yaitu Syahran dan Nahis dan beberapa kabilah lain yang mengikutinya. Mereka pun berperang pula melawan Abrahah, tetapi Nufail pun kalah dan tertawan pula. Ketika dia akan dibunuh dia pun berdatang sembah: “Tak usah saya tuan bunuh, bebaskanlah saya supaya saya menjadi petunjuk jalan tuan di negeri-negeri Arab ini.”

Dua kabilah ini, Syahran dan Nahis adalah turut perintah Tuan. Permintaannya itu pun dikabulkan oleh Abrahah dan tetaplah dia berjalan di samping Abrahah menjadi penunjuk jalan, sehingga sampailah tentara itu di Thaif.

Sampai di Thaif pemuka Tsaqif yang bernama Mas’ud bin Mu’attib bersama beberapa orang pemuka lain datang menyongsong kedatangan Abrahah, lalu mereka menyatakan ketundukan.

Dia berkata:
“Wahai Raja! Kami adalah hamba sahaya Tuan, kami tunduk takluk ikut perintah, tidak ada kami bermaksud melawan Tuan. Di negeri ini memang ada pula sebuah rumah yang kami puja dan muliakan (yang dimaksudnya ialah berhala yang bernama Al-Laata). Namun kami percaya bukanlah berhala kami ini yang Tuan maksud akan diruntuhkan. Yang Tuan maksud tentulah Ka’bah yang di Makkah. Kami bersedia memberikan penunjuk jalan buat Tuan akan menuju negeri Makkah itu.”

Lalu mereka berikan seorang penunjuk jalan bernama Abu Raghaal! Lantaran itu Abrahah pun melanjutkan perjalanan dengan Abu Raghaal sebagai penunjuk jalan, sampai mereka akhirnya istirahat di satu tempat bernama Mughammis, suatu tempat sudah dekat ke Makkah dalam perjalanan dari Thaif.

Sesampai di Mughammis itu tiba-tiba matilah Abu Raghaal si penunjuk jalan itu. Kubur Abu Raghaal itu ditandai oleh orang Arab, maka setiap yang lalu lintas di dekat situ melempari kubur itu.

Setelah Abrahah berhenti dengan tentaranya di Mughammis, diutusnya seorang utusan dari bangsa Habsyi ke negeri Makkah. Nama utusan itu Aswad bin Maqfud. Dia pergi dengan naik kuda.

Setelah dia sampai di wilayah Makkah dirampaslah (merampok) harta-benda penduduk Tihamah dari Quraisy dan Arab yang lain.
Termasuk 200 ekor unta kepunyaan Abdul Muthalib bin Hasyim, yang ketika itu menjadi orang yang dituakan dan disegani dalam kalangan Quraisy. Melihat perbuatan dan perampasan yang dilakukan oleh patroli Abrahah yang bernama Aswad bin Maqfud itu naik darahlah orang Quraisy, orang Kinanah dan Kabilah Huzail yang semuanya hidup disekeliling Makkah yang berpusat kepada Ka’bah, sehingga mereka pun telah menyatakan bersiap hendak berperang melawan Abrahah.

Tetapi setelah mereka musyawarahkan dengan seksama, mereka pun mendapat kesimpulan bahwa tidaklah seimbang kekuatan mereka hendak melawan dengan besarnya angkatan perang musuh. Sebab itu perang tidaklah dijadikan.

Lalu Abrahah mengirim lagi perutusannya di bawah pimpinan Hunathah Al-Himyariy ke Makkah, hendak mencari hubungan dengan pemuka-pemuka Makkah dan ketua-ketuanya.

Lalu utusan itu menyampaikan pesan Abrahah: “Kami datang ke mari bukanlah untuk memerangi kalian. Kedatangan kami hanyalah semata-mata hendak menghancurkan rumah (Ka’bah) ini. Kalau kalian tidak mencoba melawan kami, selamatlah nyawa dan darah kalian.”

Dan Abrahah berpesan pula: “Jika Kalian memang penduduk Makkah tidak hendak melawan kami, suruhlah salah seorang ketua Makkah datang menghadapnya ke Mughammis!”

Hunathah itu pun datanglah ke Makkah menyampaikan titah raja yang tegas itu. Setelah orang yang ditemuinya menyatakan bahwa pemimpin dan ketua mereka ialah Abdul Muthalib bin Hasyim. Lalu datanglah dia menuju Abdul Muthalib dan menyampaikan titah raja yang tegas itu.

Mendengar pesan raja itu berkatalah Abdul Muthalib:

“Demi Allah tidaklah kami bermaksud hendak berperang dengan dia. Kekuatan kami tidak cukup untuk memeranginya. Rumah ini adalah Rumah Allah, Bait Allah Al-Haram, dan Rumah Khalil Allah Ibrahim. Kalau Allah hendak mempertahankan rumah-Nya dari diruntuhkan, itulah urusan Allah sendiri. Kalau dibiarkannya rumah-Nya diruntuh orang, apalah akan daya kami. Kami tak kuat mempertahankannya.”

Berkata Hunathah: “Kalau begitu tuan sendiri harus datang menghadap baginda. Saya diperintahkan mengiringkan Tuan.”

“Baiklah”, kata Abdul Muthalib.

Maka beliau pun pergilah bersama Hunathah menghadap Raja. Beliau diiringkan oleh beberapa orang puteranya sehingga sampailah mereka ke tempat perhentian laskar itu. Lalu dinyatakannya keadaan Dzu Nafar yang tertawan itu, sebab dia adalah sahabat lamanya, sehingga dia pun diizinkan menemuinya dan masuk ke dalam tempat tahanannya.

Dia (Abdul Muthalib) bertanya kepada Dzu Nafar: “Hai Dzu Nafar! Adakah pendapat yang dapat engkau berikan kepadaku tentang kemusykilan yang aku hadapi ini?”

Dzu Nafar menjawab:
“Tidak ada pendapat yang dapat diberikan oleh seorang yang dalam tawanan raja, yang menunggu akan dibunuh saja, entah pagi entah petang. Tak ada nasihat yang dapat saya berikan. Cuma ada satu! Yaitu pawang gajah selalu menjaga gajah raja itu, Unais namanya. Dia adalah sahabatku. Saya akan mengirim berita kepadanya tentang hal-mu dan saya akan memesan bahwa engkau sahabatku supaya dia pun mengerti bahwa engkau ini orang penting.
Moga-moga dengan perantaraannya engkau dapat menghadap raja. Supaya engkau dapat menumpahkan perasaanmu di hadapannya, dan supaya Unais pun dapat memujikan engkau di hadapan baginda. Moga-moga dia sanggup.”

“Baiklah”, kata Abdul Muthalib.

Lalu Dzu Nafar mengirim orang kepada Unais pengawal gajah raja. Kepada Unais itu Dzu Nafar memesankan siapa Adbul Muthalib. Bahwa dia adalah ketua orang Quraisy, yang punya sumur Zamzam yang terkenal itu, yang memberi makan orang yang terlantar di tanah rendah dan memberi makan binatang buas di puncak-puncak bukit.
Untanya 200 ekor dirampas hamba-hamba raja, dia mohon izin menghadap baginda, dan engkau usahakanlah supaya pertemuan itu berhasil.

“Saya sanggupi”, kata Unais. Maka Unais pun datanglah menghadap raja mempersembahkan darihal Abdul Muthali itu: “Daulat Tuanku, beliau adalah Ketua Quraisy.”

Dia telah berdiri di hadapan pintu Tuanku, ingin menghadap. Dialah yang menguasai Zamzam di Makkah.
Dialah yang memberi makanan manusia di tanah rendah dan memberi makanan binatang buas di puncak gunung-gunung.
Beri izinlah dia masuk, Tuanku.
Biarlah dia menyampaikan apa yang terasa di hatinya.”

“Suruhlah dia masuk”, titah Raja.

Abdul Muthalib adalah seorang yang rupawan, berwajah menarik dan berwibawa, besar dan jombang.

Baru saja dia masuk, ada sesuatu yang memaksa Abrahah berdiri menghormatinya dan menjemputnya ke pintuk khemah. Abrahah merasa tidaklah layak orang ini akan duduk di bawah dari kursinya.
Sebab itu baginda sendirilah yang turun dari kursi dan sama duduk di atas hamparan itu berdekatan dengan Abdul Muthalib.

Kemudian itu bertitahlah baginda kepada penterjemah: “Suruh katakanlah apa hajatnya!”

Abdul Muthalib menjawab dengan perantaraan penterjemah: “Maksud kedatanganku ialah memohonkan kepada raja agar unta kepunyaanku, 200 ekor banyaknya, yang dirampas oleh hamba sahaya baginda, dipulangkan kepadaku.”

Raja menjawab dengan perantaraan penterjemah:
“Katakan kepadanya: Mulai dia masuk aku terpesona melihat sikap dan rupanya, yang menunjukkan dia seorang besar dalam kaumnya. Tetapi setelah kini dia mengemukakan soal untanya 200 ekor yang dirampas oleh orang-orangku, dan dia tidak membicarakan sama-sekali, tidak ada reaksinya sama-sekali tentang rumah agamanya dan rumah agama nenek-moyangnya (Ka’bah) yang aku datang sengaja hendak meruntuhkannya, menjadi sangat kecil dia dalam pandanganku.”

Abdul Muthalib menjawab:
“Saya datang ke mari mengurus unta itu, karena yang punya unta itu ialah aku sendiri. Adapun soal rumah (Ka’bah) itu, memang sengaja tidak saya bicarakan. Sebab rumah (Ka’bah) itu ada pula yang punya, yaitu Allah. Itu adalah urusan Allah.”

Dengan sombong Abrahah menjawab:
“Allah itu sendiri tidak akan dapat menghambat maksudku!”

Abdul Muthalib menjawab:
“Itu terserah Tuan, aku datang ke mari hanya mengurus untaku.”

Akhirnya, Unta yang 200 ekor itu pun disuruh dikembalikan oleh Abrahah.
Abdul Muthalib pun segeralah kembali ke Makkah, memberitahukan kepada penduduk Makkah pertemuannya dengan Abrahah.
Lalu dia memberi nasihat supaya seluruh penduduk Makkah segera meninggalkan Makkah, mengelakkan diri (menghindar) ke puncak-puncak bukit disekeliling Makkah, agar jangan sampai terinjak oleh tentara bergajah yang akan datang mengamuk.

Setelah itu, dengan diiringi oleh beberapa pemuka Quraisy, Abdul Muthalib pergi ke pintu Ka’bah dipegangnya teguh-teguh gelang pada pintunya lalu mereka berdoa bersama-sama menyeru Allah, memohon pertolongan, dan agar Allah memberikan pembalasannya kepada Abrahah dan tentaranya. Sambil memegang gelang pintu Ka’bah itu dia bermohon:

Ya Tuhanku! Tidak ada yang aku harap selain Engkau! Ya Tuhanku! Tahanlah mereka dengan benteng Engkau! Sesungguhnya siapa yang memusuhi rumah ini adalah musuh Engkau. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan Engkau.

Setelah selesai bermunajat kepada Tuhan dengan memegang gelang pintu Ka’bah itu, Abdul Muthalib bersama orang-orang yang mengiringkannya pun mengundurkan diri, lalu pergi ke lereng-lereng bukit, dan di sanalah mereka berkumpul menunggu apakah yang akan diperbuat Abrahah terhadap negeri Makkah bilamana dia masuk kelak.

Keesokan harinya bersiaplah Abrahah hendak memasuki Makkah dan dipersiapkanlah gajahnya.

Gajah itu diberinya nama Mahmud. Dan Abrahah pun telah bersiap-siap hendak pergi meruntuhkan Ka’bah, dan kalau sudah selesai pekerjaannya itu kelak dia bermaksud hendak segera pulang ke Yaman.

Dihadapkannya gajahnya itu menuju Makkah, mendekatlah seorang tawanan yang dijadikan penunjuk jalan, dari Kabilah Khats’am yang bernama Nufail bin Habib itu.
Dia dekati gajah tersebut, lalu dipegangnya telinga gajah itu dengan lemah-lembutnya dan dia berbisik:
“Kalau engkau hendak dihalau berjalan hendaklah engkau tengkurup saja, hai Mahmud! Lebih cerdik bila engkau pulang saja ke tempat engkau semula di negeri Yaman. Sebab engkau sekarang hendak dikerahkan ke Baladillah Al-Haram (Tanah Allah yang suci lagi bertuah).”

Selesai bisikannya itu dilepaskannyalah telinga gajah itu. Dan sejak mendengar bisikan itu gajah tersebut terus tengkurup, tidak mau berdiri. Nufail bin Habib pun pergilah berjalan cepat-cepat meninggalkan tempat itu, menuju sebuah bukit.

Maka datanglah saat akan berangkat. Gajah disuruh berdiri tidak mau berdiri. Dipukul kepalanya dengan tongkat penghalau gajah yang agak runcing ujungnya, supaya dia segera berdiri.

Namun dia tetap duduk tak mau bergerak. Diambil pula tongkat lain, ditonjolkan ke dalam mulutnya supaya dia berdiri, namun dia tidak juga mau berdiri.
Lalu ditarik kendalinya dihadapkan ke negeri Yaman; dia pun segera berdiri, bahkan mulai berjalan kencang.
Lalu dihadapkan pula ke Syam. Dengan gembira dia pun berjalan cepat menuju Syam.
Lalu dihadapkan pula ke Timur, dia pun berjalan kencang.
Kemudian dihadapkan dia ke Makkah, dia pun duduk kembali, tidak mau bergerak.

Padahal Abrahah sudah siap berangkat, tentaranya pun sudah siap.

Dalam uraian Ibnu Hisyam dalam Siirahnya;
Nampaklah di udara beribu-ribu ekor burung terbang menuju mereka. Datangnya dari arah laut.

Burung itu membawa tiga butir batu; sebutir di mulutnya dan dua butir digenggamnya dengan kedua belah kakinya. Dengan serentak burung-burung itu menjatuhkan batu yang di bawanya itu ke atas diri tentara-tentara yang banyak itu. Siapa saja yang kena, terpekik kesakitan karena saking panasnya.
Berpekikan dan berlarianlah mereka, simpang siur tidak tentu arah, karena takut akan ditimpa batu kecil-kecil itu yang sangat panas membakar itu. Lebih banyak kena daripada yang tidak kena.

Semua menjadi kacau-balau dan ketakutan. Mana yang kena terkaparlah jatuh, dan orang yang tidak kena segera lari kembali ke Yaman. Mereka cari Nufail bin Habib untuk menunjuki jalan menuju Yaman, namun dia tidak mau lagi, malahan dia bersyair:

“Kemana akan lari, Allahlah yang mengejar, Asyram (Abrahah) yang kalah, bukan dia yang menang.”

Kucar-kacirlah mereka pulang. Satu demi satu orang yang kena lontaran batu itu jatuh. Dan yang agak tegap badannya masih melanjutkan pelarian menuju negerinya, namun di tengah jalan mereka berjatuhan juga.

Adapun Abrahah sendiri tidak terlepas dari lontaran batu itu namun masih sempat naik gajahnya menuju Yaman, di tengah jalan keadaannya bertambah parah. Terkelupas kulitnya, gugur dagingnya, sehingga sesampainya di negeri Yaman boleh dikatakan sudah seperti anak ayam menciap-ciap. Lalu mati dalam kehancuran.

Maka tahun itu dikenal dengan nama “Tahun Gajah”.

Menurut keterangan Nabi SAW sendiri dalam sebuah Hadis yang shahih, beliau dilahirkan dalam tahun gajah itu.
Demikianlah disebutkan oleh Al-Mawardi di dalam tafsirnya. Dan tersebut pula di dalam kitab I’lamun Nubuwwah, Nabi SAW dilahirkan 12 Rabiul Awwal, 50 hari saja sesudah kejadian bersejarah kehancuran tentara bergajah itu.

Setelah Nabi kita SAW berusia 40 tahun dan diangkat Allah menjadi Rasul SAW masih didapati dua orang peminta-minta di Makkah, keduanya buta matanya. Orang itu adalah sisa dari pengasuh-pengasuh gajah yang menyerang Makkah itu.

Usaha besar yang begitu sombong, seperti jawaban Abrahah kepada Abdul Muthalib, bahwa:
Allah sendiri tidak akan sanggup bertahan kalau dia datang menyerang. Segala maksudnya hendak menghancurkan itu sia-sia belaka, dan gagal belaka.

Tersebut dalam riwayat bahwa;
Abdul Muthalib yang tengah meninjau dari atas bukit-bukit Makkah tentang apa yang akan dilakukan oleh tentara bergajah itu melihat burung berduyun-duyun menuju tentara yang hendak menyerbu Makkah itu.
Kemudian hening tidak ada gerak apa-apa. Lalu diperintahnya anaknya yang paling bungsu, Abdullah (ayah Nabi kita Muhammad SAW) pergi melihat-lihat apa yang telah terjadi, ada apa dengan burung-burung itu dan ke mana perginya.

Maka dilakukanlah perintah ayahnya dan dia pergi melihat-lihat dengan mengendarai kudanya. Tidak beberapa lamanya dia pun kembali dengan memacu kencang kudanya dan menyingsingkan kainnya. Setelah dekat, dengan tidak sabar orang-orang bertanya: “Ada apa, Abdullah?”

Abdullah menjawab: “Hancur-lebur semua!” Lalu diceriterakannya apa yang dilihatnya, “Bangkai bergelimpangan dan ada yang masih menarik-narik nafas akan mati dan sisanya telah lari menuju negerinya.”

Maka berangkatlah Abdul Muthalib dengan pemuka-pemuka Quraisy itu menuju tempat tersebut, tidak berapa jauh dari dalam kota Makkah. Mereka dapati apa yang telah diceriterakan Abdullah bin Abdul Muthalib itu.

Tentara yang hancur itu meninggalkan kuda-kuda kendaraan, ataupun pakaian-pakaian perang yang mahal-mahal, alat senjata peperangan, pedangnya, perisainya dan tombaknya dan emas perak banyak sekali.
Maka sepakatlah kepala-kepala Quraisy itu memberikan kelebihan pembagian yang banyak untuk Abdul Muthalib, sebab dia dipandang sebagai pemimpin yang bijaksana.

Kemudian, 50 hari sesudah kejadian itu, Nabi Muhammad SAW pun lahir ke dunia. Ayahnya (Abdullah) dalam perjalanan ke Yatsrib, meninggal dunia sebelum puteranya lahir.

Al-Qurthubi menulis dalam tafsirnya:
“Hikayat tentara bergajah ini adalah satu mu’jizat dari Nabi kita, walaupun beliau waktu itu belum lahir”.
karena TIDAK ADA ORANG YANG AKAN DAPAT MELUPAKAN KEJADIAN INI dan nenek-kandungnya mengambil peranan penting pada kejadian ini.

Dari kisah diatas tergambar bahwa Abdul Muthalib menganut ajaran yang hanif sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Ibrahim. Begitu pula dengan Abdullah yang merupakan putra kesayangan dari Abdul Muthalib sudah barang tentu mengikuti ajaran yang dianut oleh Ayahandanya yang merupakan pembesar Quraisy yang termasyur keseluruh penjuru. Apalagi Siti Aminah yang merupakan wanita shalihah dan istri dari Abdullah bin Abdul Muthalib sudah barang tentu mengikut ajaran Nabi Ibrahim As.

Tidak pernah terdengar dalam berbagai kisah-kisah sejarah maupun hadist serta Al-Quran yang mengungkapkan bahwa Abdul Muthalib dan keluarganya menyembah berhala (Batu Pahatan) yg berada disekeliling Ka’bah seperti yang dilakukan oleh kabilah-kabilah lainnya.

As Sirah An Nabawiyah Fi Dhu’l Al Mashadir Al Ashliyah.

Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

Diantara mereka adalah :
Qiss bin Sa’idah Al lyaadi, Zaid bin ‘Amru bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Umayah bin Abi Shalt, Abu Qais bin Abi Anas, Khalid bin Sinan, An Nabighah Adz Dzubyani, Zuhair bin Abi Salma, Ka’ab bin Luai bin Ghalib, Umair bin Haidab Al Juhani, ‘Adi bin Zaid Al ‘Ibadi, penyair Zuhair bin Abi Salma, Abdullah Al Qudhaa’i, Ubaid bin Al Abrash Al Asadi, Utsman bin Al Huwairits, Amru bin Abasah Al Sulami, Aktsam bin Shaifi bin Rabaah dan Abdul Muthalib kakek Rasulullah

BERDASARKAN KISAH DIATAS, TERJAWAB SUDAH FITNAH UMAT KRISTIANI YG MENGATAKAN ORANG TUA NABI BERADA DALAM NERAKA KARENA BELUM MEMELUK ISLAM TIDAK BERDASAR SAMA SEKALI, SEBAB NENEK MOYANG NABI MERUPAKAN KETURUNAN NABI IBRAHIM AS.

Tulisan ini, sunan tutup dengan ayat suci Al-Qur’an yaitu:

QS. 3 Ali Imran : 67-68.
“IBRAHIM BUKAN SEORANG YAHUDI DAN BUKAN (PULA) SEORANG NASRANI, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." SESUNGGUHNYA ORANG YANG PALING DEKAT KEPADA IBRAHIM IALAH ORANG-ORANG YANG MENGIKUTINYA DAN NABI INI (MUHAMMAD), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman”.

Qs.2 Baqarah 136
“Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "KAMI BERIMAN KEPADA ALLAH dan apa yang diturunkan kepada kami, dan APA YANG DITURUNKAN KEPADA IBRAHIM, ISMA'IL, ISHAQ, YA'QUB DAN ANAK CUCUNYA, DAN APA YANG DIBERIKAN KEPADA MUSA DAN ISA SERTA APA YANG DIBERIKAN KEPADA NABI-NABI DARI TUHANNYA. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".


Setelah tersiar berita tentara di bawah pimpinan Abrahah telah keluar hendak pergi meruntuh Ka’bah sangatlah mereka terkejut dan seluruh kabilah-kabilah Arab itu pun merasalah bahwa mempertahankan Ka’bah dari serbuan itu adalah kewajiban mereka. Salah seorang pemuka Arab di negeri Yaman bernama Dzu Nafar menyampaikan seruan kepada kaumnya dan Arab tetangganya supaya bersiap menangkis dan menghadang serbuan ini. Mengajak berjihad mempertahankan Baitullah Al-Haram. Banyaklah orang datang menggabungkan diri kepada Dzu Nafar itu melawan Abrahah. Tetapi karena kekuatan tidak seimbang, Dzu Nafar kalah dan tertawan. Tatkala Abrahah hendak membunuh tawanan itu berdatang sembahlah dia: “Janganlah saya Tuan bunuh. Barangkali ada faedahnya bagi tuan membiarkan saya tinggal hidup.” Karena permohonannya itu tidaklah jadi Dzu Nafar dibunuh dan tetaplah Dzu Nafar dibelenggu. Abrahah memang seorang yang suka memaafkan.MUHAMMAD BELUM LAHIR DAN KAKEKNYA MUHAMMAD ADALAH PENDETA AGAMA JIN.ARAB...JADI RUMAH ALLOH YANG DI MAKSUD ITU RUMAH JIN YA.........................??? “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260
kuku bima
kuku bima
SILVER MEMBERS
SILVER MEMBERS

Male
Number of posts : 4057
Age : 43
Location : firdaus
Job/hobbies : memperkenalkan Yesus
Humor : iman yang buta membawa malapetaka...
Reputation : 12
Points : 10389
Registration date : 2011-05-20

http://Islam bukan agama ,tapi Idiologi mematikan..

Back to top Go down

“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. Empty Re: “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”.

Post by kuku bima Tue 06 Mar 2012, 11:05 am

kuku bima wrote:
Bejat wrote:PERISTIWA PENTING:



Kisah menjelang Nabi Muhammad SAW dilahirkan diabadikan dalam Al-Qur’an Surah Al Fiil 105:1-5 yang menceritakan Kejadian yang Luar Biasa yang dialami oleh Tentara Bergajah yang hendak MENGHANCURKAN KA’BAH.

Sedangkan....

Rincian Kisahya terdapat di dalam kitab Sirah Ibnu Hisham, pencatat riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang terkenal.
Begitu juga dengan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka juga menceritakan hal ini.

Kisah yang diuraikan dibawah ini, sekaligus menjawab Fitnah Kristen yang mengatakan Orang tua Nabi masuk Neraka.

Karena Kisahnya sangat lengkap dan panjang, langsung aja kita mulai.......

Selamat membaca...

Ketika itu Tanah Arab bagian Selatan adalah di bawah kekuasaan Kerajaan Habsyi. Najasyi (Negus) menanam wakilnya di Arabia Selatan itu bernama Abrahah.

Sebagaimana kita ketahui, Kerajaan Habsyi adalah pemeluk Agama Kristen. Untuk menunjukkan jasanya kepada Rajanya, Abrahah sebagai Wakil Raja atau Gubernur telah mendirikan sebuah gereja di Shan’aa diberinya nama Qullais.

Gereja itu dibuat sangat indahnya sehingga jaranglah akan tandingnya di dunia di masa itu. Setelah selesai dikirimlah berita kepada Najasyi:

“Telah aku dirikan sebuah gereja, ya Tuanku!, dan aku percaya belumlah ada raja-raja sebelum Tuanku mendirikan gereja semegah ini, namun hatiku belumlah puas melihat orang Arab yang selama ini berhaji ke Makkah, aku akan palingkan hajinya ke gereja Tuanku itu”.

Surat dengan isi berita yang sangat pongah ini sampai ke telinga bangsa Arab, sehingga mereka gelisah. Maka bangkitlah marah seorang pemuka Arab karena tempat mereka berhaji akan dialihkan dengan kekerasan.

Menurut Ibnu Hisyam orang itu ialah dari kabilah Bani Faqim in ‘Adiy. Maka pergilah dia sembunyi-sembunyi ke gereja itu, dia masuk ke dalam, dan di tengah-tengah gereja megah itu diberakinya. Setelah itu dia pun segera pulang ke negerinya.

Berita ini disampaikan kepada Abrahah. Lalu dia bertanya: “Siapakah yang membuat pekerjaan kotor ini?” Ada orang menjawab: “Yang berbuat kotor ini adalah orang yang membela rumah yang mereka hormati itu, tempat mereka tiap tahun naik haji, di Makkah. Setelah dia mendengar maksud Paduka Tuan hendak memalingkan haji orang Arab dari rumah yang mereka sucikan kepada gereja ini orang itu marah lalu dia masuk ke dalam gereja ini dan diberakinya, untuk membuktikan bahwa gereja ini tidaklah layak buat pengganti rumah mereka yang di Makkah itu.”

Sangatlah murka Abrahah melihat perbuatan itu, dan bersumpahlah dia; akan segera berangkat ke Makkah, untuk meruntuhkan rumah itu!

Dikirimnya seorang utusan kepada Bani Kinanah, mengajak mereka mempelopori naik haji ke gereja yang didirikannya itu. Tetapi sesampai utusan itu ke negeri Bani Kinanah dia pun mati dibunuh orang.

Itu pun menambah murka dan sakit hati Abrahah.

Maka disuruhlah tentara Habsyinya bersiap. Setelah siap mereka pun berangkat menuju Makkah. Dia sendiri mengendarai seekor gajah, diberinya nama Mahmud.

Setelah tersiar berita tentara di bawah pimpinan Abrahah telah keluar hendak pergi meruntuh Ka’bah sangatlah mereka terkejut dan seluruh kabilah-kabilah Arab itu pun merasalah bahwa mempertahankan Ka’bah dari serbuan itu adalah kewajiban mereka. Salah seorang pemuka Arab di negeri Yaman bernama Dzu Nafar menyampaikan seruan kepada kaumnya dan Arab tetangganya supaya bersiap menangkis dan menghadang serbuan ini. Mengajak berjihad mempertahankan Baitullah Al-Haram. Banyaklah orang datang menggabungkan diri kepada Dzu Nafar itu melawan Abrahah. Tetapi karena kekuatan tidak seimbang, Dzu Nafar kalah dan tertawan. Tatkala Abrahah hendak membunuh tawanan itu berdatang sembahlah dia: “Janganlah saya Tuan bunuh. Barangkali ada faedahnya bagi tuan membiarkan saya tinggal hidup.” Karena permohonannya itu tidaklah jadi Dzu Nafar dibunuh dan tetaplah Dzu Nafar dibelenggu. Abrahah memang seorang yang suka memaafkan.

Abrahah pun meneruskan perjalanannya. Sesampai di negeri orang Khats’am tampil pula pemimpin Arab bernama Nufail bin Habib Al-Khats’amiy memimpin dua kabilah Khats’am, yaitu Syahran dan Nahis dan beberapa kabilah lain yang mengikutinya. Mereka pun berperang pula melawan Abrahah, tetapi Nufail pun kalah dan tertawan pula. Ketika dia akan dibunuh dia pun berdatang sembah: “Tak usah saya tuan bunuh, bebaskanlah saya supaya saya menjadi petunjuk jalan tuan di negeri-negeri Arab ini.”

Dua kabilah ini, Syahran dan Nahis adalah turut perintah Tuan. Permintaannya itu pun dikabulkan oleh Abrahah dan tetaplah dia berjalan di samping Abrahah menjadi penunjuk jalan, sehingga sampailah tentara itu di Thaif.

Sampai di Thaif pemuka Tsaqif yang bernama Mas’ud bin Mu’attib bersama beberapa orang pemuka lain datang menyongsong kedatangan Abrahah, lalu mereka menyatakan ketundukan.

Dia berkata:
“Wahai Raja! Kami adalah hamba sahaya Tuan, kami tunduk takluk ikut perintah, tidak ada kami bermaksud melawan Tuan. Di negeri ini memang ada pula sebuah rumah yang kami puja dan muliakan (yang dimaksudnya ialah berhala yang bernama Al-Laata). Namun kami percaya bukanlah berhala kami ini yang Tuan maksud akan diruntuhkan. Yang Tuan maksud tentulah Ka’bah yang di Makkah. Kami bersedia memberikan penunjuk jalan buat Tuan akan menuju negeri Makkah itu.”

Lalu mereka berikan seorang penunjuk jalan bernama Abu Raghaal! Lantaran itu Abrahah pun melanjutkan perjalanan dengan Abu Raghaal sebagai penunjuk jalan, sampai mereka akhirnya istirahat di satu tempat bernama Mughammis, suatu tempat sudah dekat ke Makkah dalam perjalanan dari Thaif.

Sesampai di Mughammis itu tiba-tiba matilah Abu Raghaal si penunjuk jalan itu. Kubur Abu Raghaal itu ditandai oleh orang Arab, maka setiap yang lalu lintas di dekat situ melempari kubur itu.

Setelah Abrahah berhenti dengan tentaranya di Mughammis, diutusnya seorang utusan dari bangsa Habsyi ke negeri Makkah. Nama utusan itu Aswad bin Maqfud. Dia pergi dengan naik kuda.

Setelah dia sampai di wilayah Makkah dirampaslah (merampok) harta-benda penduduk Tihamah dari Quraisy dan Arab yang lain.
Termasuk 200 ekor unta kepunyaan Abdul Muthalib bin Hasyim, yang ketika itu menjadi orang yang dituakan dan disegani dalam kalangan Quraisy. Melihat perbuatan dan perampasan yang dilakukan oleh patroli Abrahah yang bernama Aswad bin Maqfud itu naik darahlah orang Quraisy, orang Kinanah dan Kabilah Huzail yang semuanya hidup disekeliling Makkah yang berpusat kepada Ka’bah, sehingga mereka pun telah menyatakan bersiap hendak berperang melawan Abrahah.

Tetapi setelah mereka musyawarahkan dengan seksama, mereka pun mendapat kesimpulan bahwa tidaklah seimbang kekuatan mereka hendak melawan dengan besarnya angkatan perang musuh. Sebab itu perang tidaklah dijadikan.

Lalu Abrahah mengirim lagi perutusannya di bawah pimpinan Hunathah Al-Himyariy ke Makkah, hendak mencari hubungan dengan pemuka-pemuka Makkah dan ketua-ketuanya.

Lalu utusan itu menyampaikan pesan Abrahah: “Kami datang ke mari bukanlah untuk memerangi kalian. Kedatangan kami hanyalah semata-mata hendak menghancurkan rumah (Ka’bah) ini. Kalau kalian tidak mencoba melawan kami, selamatlah nyawa dan darah kalian.”

Dan Abrahah berpesan pula: “Jika Kalian memang penduduk Makkah tidak hendak melawan kami, suruhlah salah seorang ketua Makkah datang menghadapnya ke Mughammis!”

Hunathah itu pun datanglah ke Makkah menyampaikan titah raja yang tegas itu. Setelah orang yang ditemuinya menyatakan bahwa pemimpin dan ketua mereka ialah Abdul Muthalib bin Hasyim. Lalu datanglah dia menuju Abdul Muthalib dan menyampaikan titah raja yang tegas itu.

Mendengar pesan raja itu berkatalah Abdul Muthalib:

“Demi Allah tidaklah kami bermaksud hendak berperang dengan dia. Kekuatan kami tidak cukup untuk memeranginya. Rumah ini adalah Rumah Allah, Bait Allah Al-Haram, dan Rumah Khalil Allah Ibrahim. Kalau Allah hendak mempertahankan rumah-Nya dari diruntuhkan, itulah urusan Allah sendiri. Kalau dibiarkannya rumah-Nya diruntuh orang, apalah akan daya kami. Kami tak kuat mempertahankannya.”

Berkata Hunathah: “Kalau begitu tuan sendiri harus datang menghadap baginda. Saya diperintahkan mengiringkan Tuan.”

“Baiklah”, kata Abdul Muthalib.

Maka beliau pun pergilah bersama Hunathah menghadap Raja. Beliau diiringkan oleh beberapa orang puteranya sehingga sampailah mereka ke tempat perhentian laskar itu. Lalu dinyatakannya keadaan Dzu Nafar yang tertawan itu, sebab dia adalah sahabat lamanya, sehingga dia pun diizinkan menemuinya dan masuk ke dalam tempat tahanannya.

Dia (Abdul Muthalib) bertanya kepada Dzu Nafar: “Hai Dzu Nafar! Adakah pendapat yang dapat engkau berikan kepadaku tentang kemusykilan yang aku hadapi ini?”

Dzu Nafar menjawab:
“Tidak ada pendapat yang dapat diberikan oleh seorang yang dalam tawanan raja, yang menunggu akan dibunuh saja, entah pagi entah petang. Tak ada nasihat yang dapat saya berikan. Cuma ada satu! Yaitu pawang gajah selalu menjaga gajah raja itu, Unais namanya. Dia adalah sahabatku. Saya akan mengirim berita kepadanya tentang hal-mu dan saya akan memesan bahwa engkau sahabatku supaya dia pun mengerti bahwa engkau ini orang penting.
Moga-moga dengan perantaraannya engkau dapat menghadap raja. Supaya engkau dapat menumpahkan perasaanmu di hadapannya, dan supaya Unais pun dapat memujikan engkau di hadapan baginda. Moga-moga dia sanggup.”

“Baiklah”, kata Abdul Muthalib.

Lalu Dzu Nafar mengirim orang kepada Unais pengawal gajah raja. Kepada Unais itu Dzu Nafar memesankan siapa Adbul Muthalib. Bahwa dia adalah ketua orang Quraisy, yang punya sumur Zamzam yang terkenal itu, yang memberi makan orang yang terlantar di tanah rendah dan memberi makan binatang buas di puncak-puncak bukit.
Untanya 200 ekor dirampas hamba-hamba raja, dia mohon izin menghadap baginda, dan engkau usahakanlah supaya pertemuan itu berhasil.

“Saya sanggupi”, kata Unais. Maka Unais pun datanglah menghadap raja mempersembahkan darihal Abdul Muthali itu: “Daulat Tuanku, beliau adalah Ketua Quraisy.”

Dia telah berdiri di hadapan pintu Tuanku, ingin menghadap. Dialah yang menguasai Zamzam di Makkah.
Dialah yang memberi makanan manusia di tanah rendah dan memberi makanan binatang buas di puncak gunung-gunung.
Beri izinlah dia masuk, Tuanku.
Biarlah dia menyampaikan apa yang terasa di hatinya.”

“Suruhlah dia masuk”, titah Raja.

Abdul Muthalib adalah seorang yang rupawan, berwajah menarik dan berwibawa, besar dan jombang.

Baru saja dia masuk, ada sesuatu yang memaksa Abrahah berdiri menghormatinya dan menjemputnya ke pintuk khemah. Abrahah merasa tidaklah layak orang ini akan duduk di bawah dari kursinya.
Sebab itu baginda sendirilah yang turun dari kursi dan sama duduk di atas hamparan itu berdekatan dengan Abdul Muthalib.

Kemudian itu bertitahlah baginda kepada penterjemah: “Suruh katakanlah apa hajatnya!”

Abdul Muthalib menjawab dengan perantaraan penterjemah: “Maksud kedatanganku ialah memohonkan kepada raja agar unta kepunyaanku, 200 ekor banyaknya, yang dirampas oleh hamba sahaya baginda, dipulangkan kepadaku.”

Raja menjawab dengan perantaraan penterjemah:
“Katakan kepadanya: Mulai dia masuk aku terpesona melihat sikap dan rupanya, yang menunjukkan dia seorang besar dalam kaumnya. Tetapi setelah kini dia mengemukakan soal untanya 200 ekor yang dirampas oleh orang-orangku, dan dia tidak membicarakan sama-sekali, tidak ada reaksinya sama-sekali tentang rumah agamanya dan rumah agama nenek-moyangnya (Ka’bah) yang aku datang sengaja hendak meruntuhkannya, menjadi sangat kecil dia dalam pandanganku.”

Abdul Muthalib menjawab:
“Saya datang ke mari mengurus unta itu, karena yang punya unta itu ialah aku sendiri. Adapun soal rumah (Ka’bah) itu, memang sengaja tidak saya bicarakan. Sebab rumah (Ka’bah) itu ada pula yang punya, yaitu Allah. Itu adalah urusan Allah.”

Dengan sombong Abrahah menjawab:
“Allah itu sendiri tidak akan dapat menghambat maksudku!”

Abdul Muthalib menjawab:
“Itu terserah Tuan, aku datang ke mari hanya mengurus untaku.”

Akhirnya, Unta yang 200 ekor itu pun disuruh dikembalikan oleh Abrahah.
Abdul Muthalib pun segeralah kembali ke Makkah, memberitahukan kepada penduduk Makkah pertemuannya dengan Abrahah.
Lalu dia memberi nasihat supaya seluruh penduduk Makkah segera meninggalkan Makkah, mengelakkan diri (menghindar) ke puncak-puncak bukit disekeliling Makkah, agar jangan sampai terinjak oleh tentara bergajah yang akan datang mengamuk.

Setelah itu, dengan diiringi oleh beberapa pemuka Quraisy, Abdul Muthalib pergi ke pintu Ka’bah dipegangnya teguh-teguh gelang pada pintunya lalu mereka berdoa bersama-sama menyeru Allah, memohon pertolongan, dan agar Allah memberikan pembalasannya kepada Abrahah dan tentaranya. Sambil memegang gelang pintu Ka’bah itu dia bermohon:

Ya Tuhanku! Tidak ada yang aku harap selain Engkau! Ya Tuhanku! Tahanlah mereka dengan benteng Engkau! Sesungguhnya siapa yang memusuhi rumah ini adalah musuh Engkau. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan Engkau.

Setelah selesai bermunajat kepada Tuhan dengan memegang gelang pintu Ka’bah itu, Abdul Muthalib bersama orang-orang yang mengiringkannya pun mengundurkan diri, lalu pergi ke lereng-lereng bukit, dan di sanalah mereka berkumpul menunggu apakah yang akan diperbuat Abrahah terhadap negeri Makkah bilamana dia masuk kelak.

Keesokan harinya bersiaplah Abrahah hendak memasuki Makkah dan dipersiapkanlah gajahnya.

Gajah itu diberinya nama Mahmud. Dan Abrahah pun telah bersiap-siap hendak pergi meruntuhkan Ka’bah, dan kalau sudah selesai pekerjaannya itu kelak dia bermaksud hendak segera pulang ke Yaman.

Dihadapkannya gajahnya itu menuju Makkah, mendekatlah seorang tawanan yang dijadikan penunjuk jalan, dari Kabilah Khats’am yang bernama Nufail bin Habib itu.
Dia dekati gajah tersebut, lalu dipegangnya telinga gajah itu dengan lemah-lembutnya dan dia berbisik:
“Kalau engkau hendak dihalau berjalan hendaklah engkau tengkurup saja, hai Mahmud! Lebih cerdik bila engkau pulang saja ke tempat engkau semula di negeri Yaman. Sebab engkau sekarang hendak dikerahkan ke Baladillah Al-Haram (Tanah Allah yang suci lagi bertuah).”

Selesai bisikannya itu dilepaskannyalah telinga gajah itu. Dan sejak mendengar bisikan itu gajah tersebut terus tengkurup, tidak mau berdiri. Nufail bin Habib pun pergilah berjalan cepat-cepat meninggalkan tempat itu, menuju sebuah bukit.

Maka datanglah saat akan berangkat. Gajah disuruh berdiri tidak mau berdiri. Dipukul kepalanya dengan tongkat penghalau gajah yang agak runcing ujungnya, supaya dia segera berdiri.

Namun dia tetap duduk tak mau bergerak. Diambil pula tongkat lain, ditonjolkan ke dalam mulutnya supaya dia berdiri, namun dia tidak juga mau berdiri.
Lalu ditarik kendalinya dihadapkan ke negeri Yaman; dia pun segera berdiri, bahkan mulai berjalan kencang.
Lalu dihadapkan pula ke Syam. Dengan gembira dia pun berjalan cepat menuju Syam.
Lalu dihadapkan pula ke Timur, dia pun berjalan kencang.
Kemudian dihadapkan dia ke Makkah, dia pun duduk kembali, tidak mau bergerak.

Padahal Abrahah sudah siap berangkat, tentaranya pun sudah siap.

Dalam uraian Ibnu Hisyam dalam Siirahnya;
Nampaklah di udara beribu-ribu ekor burung terbang menuju mereka. Datangnya dari arah laut.

Burung itu membawa tiga butir batu; sebutir di mulutnya dan dua butir digenggamnya dengan kedua belah kakinya. Dengan serentak burung-burung itu menjatuhkan batu yang di bawanya itu ke atas diri tentara-tentara yang banyak itu. Siapa saja yang kena, terpekik kesakitan karena saking panasnya.
Berpekikan dan berlarianlah mereka, simpang siur tidak tentu arah, karena takut akan ditimpa batu kecil-kecil itu yang sangat panas membakar itu. Lebih banyak kena daripada yang tidak kena.

Semua menjadi kacau-balau dan ketakutan. Mana yang kena terkaparlah jatuh, dan orang yang tidak kena segera lari kembali ke Yaman. Mereka cari Nufail bin Habib untuk menunjuki jalan menuju Yaman, namun dia tidak mau lagi, malahan dia bersyair:

“Kemana akan lari, Allahlah yang mengejar, Asyram (Abrahah) yang kalah, bukan dia yang menang.”

Kucar-kacirlah mereka pulang. Satu demi satu orang yang kena lontaran batu itu jatuh. Dan yang agak tegap badannya masih melanjutkan pelarian menuju negerinya, namun di tengah jalan mereka berjatuhan juga.

Adapun Abrahah sendiri tidak terlepas dari lontaran batu itu namun masih sempat naik gajahnya menuju Yaman, di tengah jalan keadaannya bertambah parah. Terkelupas kulitnya, gugur dagingnya, sehingga sesampainya di negeri Yaman boleh dikatakan sudah seperti anak ayam menciap-ciap. Lalu mati dalam kehancuran.

Maka tahun itu dikenal dengan nama “Tahun Gajah”.

Menurut keterangan Nabi SAW sendiri dalam sebuah Hadis yang shahih, beliau dilahirkan dalam tahun gajah itu.
Demikianlah disebutkan oleh Al-Mawardi di dalam tafsirnya. Dan tersebut pula di dalam kitab I’lamun Nubuwwah, Nabi SAW dilahirkan 12 Rabiul Awwal, 50 hari saja sesudah kejadian bersejarah kehancuran tentara bergajah itu.

Setelah Nabi kita SAW berusia 40 tahun dan diangkat Allah menjadi Rasul SAW masih didapati dua orang peminta-minta di Makkah, keduanya buta matanya. Orang itu adalah sisa dari pengasuh-pengasuh gajah yang menyerang Makkah itu.

Usaha besar yang begitu sombong, seperti jawaban Abrahah kepada Abdul Muthalib, bahwa:
Allah sendiri tidak akan sanggup bertahan kalau dia datang menyerang. Segala maksudnya hendak menghancurkan itu sia-sia belaka, dan gagal belaka.

Tersebut dalam riwayat bahwa;
Abdul Muthalib yang tengah meninjau dari atas bukit-bukit Makkah tentang apa yang akan dilakukan oleh tentara bergajah itu melihat burung berduyun-duyun menuju tentara yang hendak menyerbu Makkah itu.
Kemudian hening tidak ada gerak apa-apa. Lalu diperintahnya anaknya yang paling bungsu, Abdullah (ayah Nabi kita Muhammad SAW) pergi melihat-lihat apa yang telah terjadi, ada apa dengan burung-burung itu dan ke mana perginya.

Maka dilakukanlah perintah ayahnya dan dia pergi melihat-lihat dengan mengendarai kudanya. Tidak beberapa lamanya dia pun kembali dengan memacu kencang kudanya dan menyingsingkan kainnya. Setelah dekat, dengan tidak sabar orang-orang bertanya: “Ada apa, Abdullah?”

Abdullah menjawab: “Hancur-lebur semua!” Lalu diceriterakannya apa yang dilihatnya, “Bangkai bergelimpangan dan ada yang masih menarik-narik nafas akan mati dan sisanya telah lari menuju negerinya.”

Maka berangkatlah Abdul Muthalib dengan pemuka-pemuka Quraisy itu menuju tempat tersebut, tidak berapa jauh dari dalam kota Makkah. Mereka dapati apa yang telah diceriterakan Abdullah bin Abdul Muthalib itu.

Tentara yang hancur itu meninggalkan kuda-kuda kendaraan, ataupun pakaian-pakaian perang yang mahal-mahal, alat senjata peperangan, pedangnya, perisainya dan tombaknya dan emas perak banyak sekali.
Maka sepakatlah kepala-kepala Quraisy itu memberikan kelebihan pembagian yang banyak untuk Abdul Muthalib, sebab dia dipandang sebagai pemimpin yang bijaksana.

Kemudian, 50 hari sesudah kejadian itu, Nabi Muhammad SAW pun lahir ke dunia. Ayahnya (Abdullah) dalam perjalanan ke Yatsrib, meninggal dunia sebelum puteranya lahir.

Al-Qurthubi menulis dalam tafsirnya:
“Hikayat tentara bergajah ini adalah satu mu’jizat dari Nabi kita, walaupun beliau waktu itu belum lahir”.
karena TIDAK ADA ORANG YANG AKAN DAPAT MELUPAKAN KEJADIAN INI dan nenek-kandungnya mengambil peranan penting pada kejadian ini.

Dari kisah diatas tergambar bahwa Abdul Muthalib menganut ajaran yang hanif sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Ibrahim. Begitu pula dengan Abdullah yang merupakan putra kesayangan dari Abdul Muthalib sudah barang tentu mengikuti ajaran yang dianut oleh Ayahandanya yang merupakan pembesar Quraisy yang termasyur keseluruh penjuru. Apalagi Siti Aminah yang merupakan wanita shalihah dan istri dari Abdullah bin Abdul Muthalib sudah barang tentu mengikut ajaran Nabi Ibrahim As.

Tidak pernah terdengar dalam berbagai kisah-kisah sejarah maupun hadist serta Al-Quran yang mengungkapkan bahwa Abdul Muthalib dan keluarganya menyembah berhala (Batu Pahatan) yg berada disekeliling Ka’bah seperti yang dilakukan oleh kabilah-kabilah lainnya.

As Sirah An Nabawiyah Fi Dhu’l Al Mashadir Al Ashliyah.

Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

Diantara mereka adalah :
Qiss bin Sa’idah Al lyaadi, Zaid bin ‘Amru bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Umayah bin Abi Shalt, Abu Qais bin Abi Anas, Khalid bin Sinan, An Nabighah Adz Dzubyani, Zuhair bin Abi Salma, Ka’ab bin Luai bin Ghalib, Umair bin Haidab Al Juhani, ‘Adi bin Zaid Al ‘Ibadi, penyair Zuhair bin Abi Salma, Abdullah Al Qudhaa’i, Ubaid bin Al Abrash Al Asadi, Utsman bin Al Huwairits, Amru bin Abasah Al Sulami, Aktsam bin Shaifi bin Rabaah dan Abdul Muthalib kakek Rasulullah

BERDASARKAN KISAH DIATAS, TERJAWAB SUDAH FITNAH UMAT KRISTIANI YG MENGATAKAN ORANG TUA NABI BERADA DALAM NERAKA KARENA BELUM MEMELUK ISLAM TIDAK BERDASAR SAMA SEKALI, SEBAB NENEK MOYANG NABI MERUPAKAN KETURUNAN NABI IBRAHIM AS.

Tulisan ini, sunan tutup dengan ayat suci Al-Qur’an yaitu:

QS. 3 Ali Imran : 67-68.
“IBRAHIM BUKAN SEORANG YAHUDI DAN BUKAN (PULA) SEORANG NASRANI, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." SESUNGGUHNYA ORANG YANG PALING DEKAT KEPADA IBRAHIM IALAH ORANG-ORANG YANG MENGIKUTINYA DAN NABI INI (MUHAMMAD), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman”.

Qs.2 Baqarah 136
“Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "KAMI BERIMAN KEPADA ALLAH dan apa yang diturunkan kepada kami, dan APA YANG DITURUNKAN KEPADA IBRAHIM, ISMA'IL, ISHAQ, YA'QUB DAN ANAK CUCUNYA, DAN APA YANG DIBERIKAN KEPADA MUSA DAN ISA SERTA APA YANG DIBERIKAN KEPADA NABI-NABI DARI TUHANNYA. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".


Setelah tersiar berita tentara di bawah pimpinan Abrahah telah keluar hendak pergi meruntuh Ka’bah sangatlah mereka terkejut dan seluruh kabilah-kabilah Arab itu pun merasalah bahwa mempertahankan Ka’bah dari serbuan itu adalah kewajiban mereka. Salah seorang pemuka Arab di negeri Yaman bernama Dzu Nafar menyampaikan seruan kepada kaumnya dan Arab tetangganya supaya bersiap menangkis dan menghadang serbuan ini. Mengajak berjihad mempertahankan Baitullah Al-Haram. Banyaklah orang datang menggabungkan diri kepada Dzu Nafar itu melawan Abrahah. Tetapi karena kekuatan tidak seimbang, Dzu Nafar kalah dan tertawan. Tatkala Abrahah hendak membunuh tawanan itu berdatang sembahlah dia: “Janganlah saya Tuan bunuh. Barangkali ada faedahnya bagi tuan membiarkan saya tinggal hidup.” Karena permohonannya itu tidaklah jadi Dzu Nafar dibunuh dan tetaplah Dzu Nafar dibelenggu. Abrahah memang seorang yang suka memaafkan.MUHAMMAD BELUM LAHIR DAN KAKEKNYA MUHAMMAD ADALAH PENDETA AGAMA JIN.ARAB...JADI RUMAH ALLOH YANG DI MAKSUD ITU RUMAH JIN YA.........................??? “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260 “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. 581260
066. Agama Sebelum Rasulullah Diutus
29
11
2009

Agama Sebelum Rasulullah Diutus

Assalamu’alaikum wr. wb.

1. Ayah nabi Muhammad SAW adalah Abdullah, artinya Hamba Allah. Siapakah Allah yang dimaksud? Bukankan sebelum Nabi diutus, bangsa Arab belum mengenal Islam?

2. Nabi Muhammad SAW juga berdo’a di Gua Hira’. Berdo’a kepada siapakah beliau? Apa agama beliau nabi Muhammad SAW sebelum beliau diangkat menjadi Rasul?

Demikian, terima kasih.

Sudrajat, ST

Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Orang Arab sesungguhnya telah mengenal Allah SWT jauh sebelum kelahiran nabi Muhammad SAW. Anggapan seperti yang anda sampaikan sebenarnya agak kurang tepat. Sebab Al-Quran sendiri yang menegaskan bahwa musyrikin Arab itu kenal betul bahwa tuhan mereka adalah Allah SWT. Dalam salah satu ayat Al-Quran digambarkan bagaimana pengakuan orang Arab jahiyah terhadap keberadaan Allah SWT.

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS Al-Ankabut: 61)

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاء مَاء فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya). (QS Al-Ankabut: 23)

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Luqman: 25)

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku.” Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri. (QS Az-Zumar: 38)

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka,” niscaya mereka menjawab, “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (QS Az-Zukhruf: 87)

Dari lima ayat Al-Quran di atas yang menceritakan keyakinan orang Arab musyrikin jahilyah, kita tahu bahwa mereka ternyata punya keyakinan tentang keberadaan Allah SWT. Bahkan bukan sekedar yakin atas keberadaan-Nya, mereka pun mengakui bahwa yang menciptakan langit dan bumi, memberikan rizki, menurunkan hujan, menundukkan matahari dan bulan adalah Allah SWT.

Lalu apa tugas nabi Muhammad SAW jika demikian?

Tugas beliau bukan mengenalkan keberadaan Allah SWT, sebab mereka sudah kenal Allah. Tigas beliau juga bukan untuk menerangkan bahwa Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, sebab mereka sudah tahu. Tugas beliau adalah memastikan bahwa ketika mereka hanya menyembah Allah SWT saja yang Esa, tanpa adanya tuhan-tuhan lainnya yang disembah bersama-Nya. Sehingga motto dakwah beliau adalah: LAA ILAAHA ILLALLAH, yaitu tidak ada tuhan yang patut disembah dengan haq kecuali hanya Allah saja.

Walhasil, agama yang dibawa nabi Muhammad SAW memang mewajibkan penghancuran semua berhala, juga menafikan semua undang-undang, sistem, agama, ideologi dan peraturan yang bersumber dari selain Allah SWT. Seorang tidak dikatakan muslim sebelum dia mengakui tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada hukum selain hukum yang Allah turunkan.

Adapun kenalnya orang Arab jahiliyah terhadap nama Allah SWT, karena dahulu ada nabi Ibrahim dan puteranya Ismail alaihimassalam di negeri itu. Bahkan mereka masih setia datang berhaji setiap tahun keliling baitullah. Mereka memang menyebut Ka’bah dengan istilah baitullah (rumah Allah). Bedanya, cara manasik haji mereka sudah jauh menyimpang. Misalnya, mereka thawaf keliling ka’bah dengan bersiul dan bertepuk sambil telanjang tanpa busana.

وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ

Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. (QS. Al-Anfal: 35)

Dalam Gua Hira

Di dalam gua Hira, Rasulullah SAW memang bukan berdoa dalam arti seperti kita sekarang ini. Sebab beliau memang belum mendapatkan penjelasan langsung dari Allah SWT tentang sosok-Nya. Juga belum ada tata aturan dalam cara beribadah dan berdoa kepada-Nya.

Sehingga yang beliau lakukan bukan berdoa, melainkan menyepi untuk melakukan tahannus. Beliau tentu tidak berkomat-kamit mengangkat tangan ke langit. Namun yang berliau lakukan adalah merenung, berpikir, melakukan evaluasi, serta berdialog dengan diri sendiri. Hingga kemudian Allah SWT berkenan berbicara kepada-Nya lewat perantaraan malaikat Jibril ‘alaihissalam.

Namun perlu diketahui bahwa beliau sebagai orang Arab pun sudah tahu bahwa Allah SWT adalah tuhannya. Bahwa Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, yang menurunkan hujan serta memberi rizki.

Kekurangan aqidah bangsa Arab jahiliyah ini bukan pada rububiyah-nya, melainkan pada uluhiyah-nya. Di mana mereka belum punya informasi apa pun tentang bagaimana bertauhid kepada Allah dan bagaimana cara beribadah kepada-Nya. Mereka baru sekedar tahu bahwa tuhan itu ada, namanya Allah dan Allah itu menciptakan mereka hingga memberi rizqi.

Kualitas mereka sedikit di bawah para ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang sudah kenal Allah dan juga mengenal adanya kitab-kitab suci yang turun dari langit yang berisi tata cara ibadah dan juga syariah. Mereka juga mengenal sistem kenabian yang berujud manusia yang mendapatkan wahyu dari langit sebagai hukum yang harus diterapkan.

Namun kesalahan fatal para ahli kitab itu ketika mereka tidak mau mengakui bahwa Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai Nabi dan ingkar kepada Al-Quran sebagai kitab suci yang terakhir. Kesalahan ini kemudian diperparah dengan sikap ambivalen mereka terhadap agama Islam. Bahkan pada akhirnya mereka malah memerangi dan hendak membunuh Rasulullah SAW.

Maka semua keyakinan mereka sebelumnya tentang Allah, kitab suci, para nabi dan hukum-hukum syariat yang turun kepada mereka, menjadi tidak ada gunanya lagi. Oleh Al-Quran, para ahli kitab ini diberi status sebagai orang kafir, meski mereka percaya keberadaan Allah, para nabi dan kitab-kitab suci. Hal itu karena mereka tidak mau mengakui Muhammad SAW sebagai nabi dan Al-Quran sebagai kitab suci.

Sungguh kasihan…

Namun sebagai penghargaan atas persamaan beberapa asas iman, laki-laki musim dibolehkan menikahi wanita ahli kitab. Demikian juga dengan sembelihan mereka, halal dimakan oleh orang-orang Islam. Meski demikian, mereka tetap masuk neraka, karena tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya tuhan dan karena mereka tidak mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

YANG LELAS ALLAHNYA PENYEMBAH BERHALA.....MEREKA SUDAH MENGENAL ALLOH SEBELUM MAMAD LAHIR.......PASTINYA DI ANTARA 360 BERHALA YANG ADA DI DALAM KABAH ADA SATU SEBAGAI ALLOH SWT....SIAPAKAH DIA.DAN SUKU QURAISE LEBIH MENGHARGAI HAJAR ASWAD..BAHKAN MEREKA RELA MATI UNTUK HAJAR ASWAD....
kuku bima
kuku bima
SILVER MEMBERS
SILVER MEMBERS

Male
Number of posts : 4057
Age : 43
Location : firdaus
Job/hobbies : memperkenalkan Yesus
Humor : iman yang buta membawa malapetaka...
Reputation : 12
Points : 10389
Registration date : 2011-05-20

http://Islam bukan agama ,tapi Idiologi mematikan..

Back to top Go down

“SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”. Empty Re: “SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DILAHIRKAN”.

Post by Sponsored content


Sponsored content


Back to top Go down

Back to top


 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum