Similar topics
Latest topics
Most Viewed Topics
Most active topic starters
kuku bima | ||||
admin | ||||
kermit katak lucu | ||||
hamba tuhan | ||||
feifei_fairy | ||||
paulusjancok | ||||
agus | ||||
gusti_bara | ||||
Muslim binti Muskitawati | ||||
Bejat |
Most active topics
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia Menyongsong Punahnya Islam
Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
Who is online?
In total there are 94 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 94 Guests :: 2 BotsNone
Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
Social bookmarking
Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website
JILBAB BUKAN PRODUK BUDAYA
2 posters
Page 1 of 1
JILBAB BUKAN PRODUK BUDAYA
Peran Islam dalam menjaga dan memuliakan kaum wanita sarat akan hikmah dan bertumpu pada asas keadilan. Makna yang terkandung dalam hikmah berupa jaminan kemaslahatan hidup di dunia maupun akhirat, yang terkadang tidak bisa di mengerti atau dipecahkan jika semata-mata mengandalkan pendekatan rasional. Sedangkan prinsip keadilan tidak melulu diterjemahkan sama rata ataupun sama rasa sebagaimana yang dipahami secara sempit oleh kebanyakan orang. Akan tetapi hakikat keadilan itu adalah meletakkan segala sesuatu pada tempatnya sebagai lawan daripada kezaliman.
Berangkat dari hikmah yang mendalam dan asas keadilan tersebut, Islam hendak meninggikan derajat kaum wanita dengan setinggi-tinggi pemuliaan dan sebaik-baik penjagaan. Ini terbukti bahwa tidak ada satu pun agama yang memiliki fokus perhatian dalam membimbing kaum wanita kepada kemaslahatan selain Islam.
Di antara bentuk kemaslahatan yang diwariskan Islam kepada kaum wanita adalah perintah mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal ini merupakan kewajiban yang Allah tetapkan atas mereka ketika berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Di sisi lain mengenakan jilbab merupakan hajat hidup wanita guna melindungi diri dari segala bentuk gangguan atau pelecehan seksual yang kerap dilakukan orang-orang munafik sejak dulu maupun sekarang. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab: 59)
Ketegasan ayat ini menjadi dalil yang menunjukkan wajibnya mengulurkan jilbab atas wanita Muslimah. Kewajiban mengenakan jilbab dalam ketentuan syari’ah sepadan dengan kewajiban-kewajiban lainnya yang telah di atur dalam agama.
Hal ini bertolak belakang dengan anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa jilbab merupakan produk budaya atau ketentuan yang terikat secara kondisional sehingga hukumnya tidak wajib dikenakan.
Dalam sejarah penetapan hukum syari’ah (tarikh tasyri’) telah digambarkan kebudayaan wanita-wanita Arab jahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam ialah dalam keadaan terbuka auratnya, bahkan telanjang bulat ketika thawaf di Ka’bah. “Mereka melemparkan pakaian mereka dan meninggalkannya tergeletak di atas tanah. Mereka tidak lagi mengambil pakaian tersebut untuk selamanya, membiarkannya terinjak-injak oleh kaki orang-orang yang lalu lalang hingga pakaian tersebut usang. Demikian kebiasaan jahiliyah yang dinamakan Al-Liqa’ ini berlangsung hingga datanglah Islam dan Allah memerintahkan mereka untuk menutup auratnya, sebagaimana dalam firman-Nya surat Al-A’raf ayat 31.” (Syarh Shahiih Muslim, Al-Imam An-Nawawi, 18/369).
Dengan demikian sungguh tidak relevan jika anggapan tersebut kita korelasikan dengan kenyataan budaya Arab pada masa pra-Islam.
Adapun setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam mewajibkan kepada isteri-isteri beliau, anak perempuan beliau dan wanita-wanita kaum Mu’minin untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal ini menunjukkan bahwa jilbab bukanlah produk budaya Arab, akan tetapi murni wahyu dari Allah yang turun kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam guna dijalankan oleh setiap Muslimah dimanapun mereka berada.
Namun yang masih menjadi persoalan biasnya definisi jilbab yang dipahami oleh sebagian wanita. Masing-masing orang mendefinisikannya sesuai dengan selera gaya hidupnya yang beragam. Sehingga muncul istilah jilbab gaul dan berbagai istilah diciptakan guna mengalihkan perhatian Muslimah dari pengertian jilbab yang sesuai dengan bimbingan syari’ah.
Berangkat dari hikmah yang mendalam dan asas keadilan tersebut, Islam hendak meninggikan derajat kaum wanita dengan setinggi-tinggi pemuliaan dan sebaik-baik penjagaan. Ini terbukti bahwa tidak ada satu pun agama yang memiliki fokus perhatian dalam membimbing kaum wanita kepada kemaslahatan selain Islam.
Di antara bentuk kemaslahatan yang diwariskan Islam kepada kaum wanita adalah perintah mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal ini merupakan kewajiban yang Allah tetapkan atas mereka ketika berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Di sisi lain mengenakan jilbab merupakan hajat hidup wanita guna melindungi diri dari segala bentuk gangguan atau pelecehan seksual yang kerap dilakukan orang-orang munafik sejak dulu maupun sekarang. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab: 59)
Ketegasan ayat ini menjadi dalil yang menunjukkan wajibnya mengulurkan jilbab atas wanita Muslimah. Kewajiban mengenakan jilbab dalam ketentuan syari’ah sepadan dengan kewajiban-kewajiban lainnya yang telah di atur dalam agama.
Hal ini bertolak belakang dengan anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa jilbab merupakan produk budaya atau ketentuan yang terikat secara kondisional sehingga hukumnya tidak wajib dikenakan.
Dalam sejarah penetapan hukum syari’ah (tarikh tasyri’) telah digambarkan kebudayaan wanita-wanita Arab jahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam ialah dalam keadaan terbuka auratnya, bahkan telanjang bulat ketika thawaf di Ka’bah. “Mereka melemparkan pakaian mereka dan meninggalkannya tergeletak di atas tanah. Mereka tidak lagi mengambil pakaian tersebut untuk selamanya, membiarkannya terinjak-injak oleh kaki orang-orang yang lalu lalang hingga pakaian tersebut usang. Demikian kebiasaan jahiliyah yang dinamakan Al-Liqa’ ini berlangsung hingga datanglah Islam dan Allah memerintahkan mereka untuk menutup auratnya, sebagaimana dalam firman-Nya surat Al-A’raf ayat 31.” (Syarh Shahiih Muslim, Al-Imam An-Nawawi, 18/369).
Dengan demikian sungguh tidak relevan jika anggapan tersebut kita korelasikan dengan kenyataan budaya Arab pada masa pra-Islam.
Adapun setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam mewajibkan kepada isteri-isteri beliau, anak perempuan beliau dan wanita-wanita kaum Mu’minin untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal ini menunjukkan bahwa jilbab bukanlah produk budaya Arab, akan tetapi murni wahyu dari Allah yang turun kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam guna dijalankan oleh setiap Muslimah dimanapun mereka berada.
Namun yang masih menjadi persoalan biasnya definisi jilbab yang dipahami oleh sebagian wanita. Masing-masing orang mendefinisikannya sesuai dengan selera gaya hidupnya yang beragam. Sehingga muncul istilah jilbab gaul dan berbagai istilah diciptakan guna mengalihkan perhatian Muslimah dari pengertian jilbab yang sesuai dengan bimbingan syari’ah.
agus- SILVER MEMBERS
-
Number of posts : 8588
Location : Everywhere but no where
Job/hobbies : Baca-baca
Humor : Shaggy yang malang
Reputation : 45
Points : 14636
Registration date : 2010-04-16
Re: JILBAB BUKAN PRODUK BUDAYA
agus wrote:Peran Islam dalam menjaga dan memuliakan kaum wanita sarat akan hikmah dan bertumpu pada asas keadilan. Makna yang terkandung dalam hikmah berupa jaminan kemaslahatan hidup di dunia maupun akhirat, yang terkadang tidak bisa di mengerti atau dipecahkan jika semata-mata mengandalkan pendekatan rasional. Sedangkan prinsip keadilan tidak melulu diterjemahkan sama rata ataupun sama rasa sebagaimana yang dipahami secara sempit oleh kebanyakan orang. Akan tetapi hakikat keadilan itu adalah meletakkan segala sesuatu pada tempatnya sebagai lawan daripada kezaliman.
Berangkat dari hikmah yang mendalam dan asas keadilan tersebut, Islam hendak meninggikan derajat kaum wanita dengan setinggi-tinggi pemuliaan dan sebaik-baik penjagaan. Ini terbukti bahwa tidak ada satu pun agama yang memiliki fokus perhatian dalam membimbing kaum wanita kepada kemaslahatan selain Islam.
Di antara bentuk kemaslahatan yang diwariskan Islam kepada kaum wanita adalah perintah mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal ini merupakan kewajiban yang Allah tetapkan atas mereka ketika berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Di sisi lain mengenakan jilbab merupakan hajat hidup wanita guna melindungi diri dari segala bentuk gangguan atau pelecehan seksual yang kerap dilakukan orang-orang munafik sejak dulu maupun sekarang. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab: 59)
Ketegasan ayat ini menjadi dalil yang menunjukkan wajibnya mengulurkan jilbab atas wanita Muslimah. Kewajiban mengenakan jilbab dalam ketentuan syari’ah sepadan dengan kewajiban-kewajiban lainnya yang telah di atur dalam agama.
Hal ini bertolak belakang dengan anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa jilbab merupakan produk budaya atau ketentuan yang terikat secara kondisional sehingga hukumnya tidak wajib dikenakan.
Dalam sejarah penetapan hukum syari’ah (tarikh tasyri’) telah digambarkan kebudayaan wanita-wanita Arab jahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam ialah dalam keadaan terbuka auratnya, bahkan telanjang bulat ketika thawaf di Ka’bah. “Mereka melemparkan pakaian mereka dan meninggalkannya tergeletak di atas tanah. Mereka tidak lagi mengambil pakaian tersebut untuk selamanya, membiarkannya terinjak-injak oleh kaki orang-orang yang lalu lalang hingga pakaian tersebut usang. Demikian kebiasaan jahiliyah yang dinamakan Al-Liqa’ ini berlangsung hingga datanglah Islam dan Allah memerintahkan mereka untuk menutup auratnya, sebagaimana dalam firman-Nya surat Al-A’raf ayat 31.” (Syarh Shahiih Muslim, Al-Imam An-Nawawi, 18/369).
Dengan demikian sungguh tidak relevan jika anggapan tersebut kita korelasikan dengan kenyataan budaya Arab pada masa pra-Islam.
Adapun setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam mewajibkan kepada isteri-isteri beliau, anak perempuan beliau dan wanita-wanita kaum Mu’minin untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal ini menunjukkan bahwa jilbab bukanlah produk budaya Arab, akan tetapi murni wahyu dari Allah yang turun kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam guna dijalankan oleh setiap Muslimah dimanapun mereka berada.
Namun yang masih menjadi persoalan biasnya definisi jilbab yang dipahami oleh sebagian wanita. Masing-masing orang mendefinisikannya sesuai dengan selera gaya hidupnya yang beragam. Sehingga muncul istilah jilbab gaul dan berbagai istilah diciptakan guna mengalihkan perhatian Muslimah dari pengertian jilbab yang sesuai dengan bimbingan syari’ah.
Memamaki Jilbab yang baik itu yang panjang hingga ke dada atau perut...
Similar topics
» ibu2 gendut berjilbab tabrak 8 orang hingga tewas peke xenia: wajahnya tak menampakkan penyesalan sama sekali
» Buka Jilbab Boncengan Motor Dempet2an Bukan Muhrimnya !!!
» sepakbola:Tes Jilbab Dianggap Gagal, Pangeran Ali Geram
» Buka Jilbab Boncengan Motor Dempet2an Bukan Muhrimnya !!!
» sepakbola:Tes Jilbab Dianggap Gagal, Pangeran Ali Geram
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Fri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam
» kenapa muhammad suka makan babi????
Wed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal
» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Fri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya
» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Tue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar
» Moon Split or Islamic Hoax?
Wed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin
» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Wed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin
» Who Taught Allah Math?
Wed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin
» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
Wed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam
» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
Sun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN